HEADLINE: Ganjil Genap Motor saat PSBB Transisi Jakarta, Apa Urgensinya?

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan, kebijakan ganjil genap untuk sepeda motor bisa saja batal diterapkan jika dinilai tidak diperlukan.

oleh Nanda Perdana PutraAdy AnugrahadiIka Defianti diperbarui 10 Jun 2020, 12:37 WIB
Pengendara memasuki kawasan aturan ganjil-genap, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Sabtu (6/6/2020). Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Pergub nomor 51 Tahun 2020 yang didalamnya mengatur pembatasan kendaraan dengan rekayasa ganjil-genap untuk sepeda motor dan mobil. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuat aturan soal pembatasan kendaraan dengan rekayasa ganjil genap. Bukan cuma mobil, sepeda motor juga ikut dalam aturan ini. Aturan tersebut tertuang dalam Pergub Nomor 51 Tahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif.

Aturan ganjil genap untuk kendaraan bermotor, tertuang dalam Pasal 18 yang berbunyi:

"Setiap pengendara kendaraan bermotor beroda 4 (empat) atau lebih dan roda 2 (dua) dengan nomor pelat ganjil dilarang melintasi ruas jalan pada tanggal genap, setiap pengendara kendaraan bermotor beroda 4 (empat) atau lebih dan roda 2 (dua) dengan nomor pelat genap dilarang melintasi ruas jalan pada tanggal ganjil; dan nomor pelat sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b merupakan angka terakhir dan nomor pelat kendaraan bermotor roda 4 (empat) atau lebih dan roda 2 (dua),".

Seorang pengendara sepeda motor, Devira khawatir jika Pemprov DKI memberlakukan aturan tersebut. Sebab, jika pergi ke kantor di kawasan Gondangdia, ia tidak bisa menggunakan kendaraannya sendiri. Sementara, perempuan tersebut merasa khawatir jika harus pergi menggunakan transportasi umum.

"Ribet karena enggak bisa bawa kendaraan sendiri dan bahaya banget kalau harus naik kendaraan umum," kata Devira kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (9/6/2020).

Dia menilai, kebijakan Pemprov DKI ini tak cocok jika alasannya untuk mencegah kerumunan. Sebagai pengendara sepeda motor, Devira mengaku tak pernah berkerumun di jalan raya. 

Sementara pengendara motor lainnya, Adi tak setuju dengan kebijakan Anies Baswedan itu. Sebab, kata dia, kebijakan tersebut memaksa masyarakat menggunakan transportasi umum. 

"Tentunya, menambah pengeluaran. Belum lagi, rasa khawatir akan tertular COVID-19. Menurut saya, kebijakan ini justru tak sejalan dengan imbauan pemerintah agar menghindari kerumunan," ujar Adi kepada Liputan6.com.

Menurutnya, kebijakan ini malah memaksa masyarakat mendatangi kerumunan. "Karena kita harus ke terminal, stasiun," tandas Adi.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan, kebijakan ganjil genap untuk sepeda motor bisa saja batal diterapkan jika dinilai tidak diperlukan. Saat ini Pemprov DKI masih melihat perkembangan kasus virus corona Covid-19 di Jakarta.

"Jadi gini, ada dua, satu emergency break, satu ganjil genap, dua-duanya untuk pengendalian. Tapi kita akan lihat jumlah kasus," kata Anies di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Senin 8 Juni 2020.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menyatakan, Pemprov DKI juga memantau jumlah warga yang melakukan kegiatan bepergian selama PSBB masa transisi. Bila dinilai diperlukan, maka sistem ganjil genap akan diterapkan.

"Bila tidak diperlukan ya tidak digunakan. Sama seperti PSBB, bila wabahnya ternyata meningkat, jumlah kasus bertambah maka diterapkan PSBB. Jadi bukan berarti kalau ada dalam aturan pasti dilaksanakan, pasti digunakan," tutur Anies menjelaskan.

Kendati begitu, dia juga menyatakan bila diberlakukan sistem ganjil genap, pihaknya akan menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) sebagai dasar hukumnya.

Peniadaan ganjil genap untuk kendaraan bermotor di Jakarta sudah diambil Anies sejak 15 Maret 2020 lalu. Hal ini sebagai upaya social distancing untuk mencegah penyebaran virus corona COVID-19.

"Jadi, selama belum ada kondisi yang mengharuskan pengendalian jumlah penduduk di luar dan selama belum ada surat keputusan gubernur, maka tidak ada ganjil genap," ucap Anies Baswedan.

Sementara, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menegaskan, perlu tidaknya aturan ganjil genap bagi sepeda motor perlu mengevaluasi dahulu bagaimana situasi dan kondisi jalanan di Jakarta selama sepekan penerapan PSBB masa transisi.

"Ganjil genap belum diberlakukan, kami akan melakukan evaluasi terhadap kondisi lalu lintas dan angkutan pada minggu pertama pelaksanaan PSBB masa transisi," ujar Syafrin saat dikonfirmasi, Minggu (7/6/2020).

Bahkan, menurut Syafrin, kebijakan ganjil genap untuk motor dan mobil selama PSBB masa transisi fase pertama bisa saja tidak dilaksanakan. Hal itu jika hasil evaluasi di lapangan pada pekan pertama menunjukkan lalu lintas Jakarta kondusif terkendali.

"Hasil evaluasi akan menentukan pelaksanaan ganjil genap ke depan, apakah dilaksanakan atau tidak," jelas dia.

Infografis Ganjil Genap Sepeda Motor saat PSBB Transisi Jakarta. (Liputan6.com/Trieyasni)

Polisi Tunggu Keputusan Gubernur

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Sambodo Purnomo Yogo mengaku masih menunggu keputusan gubernur soal petunjuk teknis aturan ini. 

"Masih nunggu keputusan gubernur, masih nunggu petunjuk teknis. Kita belum tahu," kata Sambodo kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (9/6/2020).

Menurut Sambodo, perlu pembahasan detail dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk menentukan jalan mana saja yang akan diberlakukan ganjil genap untuk sepeda motor, kemudian jam berapa saja aturan tersebut berlaku. 

"Ojol (ojek online) kena atau enggak kan tergantung itu. Kita belum tau," ujar dia.

Sementara, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, aturan ganjil genap untuk sepeda motor ini akan ditentukan setelah melihat hasil evaluasi pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi yang berlaku sejak 5 Mei 2020. 

"Kemarin sudah diambil keputusan 7 hari sejak tanggal 5 Mei akan dievaluasi bagaimana titik keramaiaan, apakah harus diberlakukan atau bagaimana," ujar Yusri kepada Liputan6.com di Jakarta.

Selain itu, kata Yusri, kepolisian juga masih menunggu aturan pelaksanaan gajil genap untuk kendaraan roda dua dari Dishub DKI. Selama ini, Yusri menambahkan, polisi hanya memberlakukan aturan ganjil genap untuk kendaraan roda empat saja. Sebab, aturannya sudah ada.

"Mudah-mudahan selama 7 hari ini cepat turun aturannya dan pedomannya serta juga pada rambu-rambunya sebagai dasar petugas lalu lintas apakah menggunakan tilang atau sanksi sesuai pergub," ujar dia.

Yusri menegaskan, bahwa aturan ini dibuat bukan untuk menyusahkan masyarakat, tetapi untuk menyelamatkan masyarakat dan memutus rantai penyebaran Corona COVID-19.

"Pemerintah bukan untuk menyusahkan masyarakat. Upaya pemerintah mengeluarkan kebijakan ini bagaimana masyarakat mengerti dan disiplin bahwa itu upaya memutus mata rantai COVID-19," tandas Yusri.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Tak Ada Salahnya Mencoba

Pengendara melintasi kawasan aturan ganjil-genap, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu (6/6/2020). Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Pergub nomor 51 Tahun 2020 yang didalamnya mengatur pembatasan kendaraan dengan rekayasa ganjil-genap untuk sepeda motor dan mobil. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pengamat Transportasi Muslich Zainal Asikin menilai, tak ada salahnya mencoba aturan yang dibuat Pemprov DKI soal ganjil genap sepeda motor. Muslich berharap, masyarakat memahami tujuan pemerintah untuk membatasi kendaraan terutama sepeda motor. Hal ini, kata dia, tentu untuk mencegah penyebaran COVID-19 sebab pesepeda motor paling berpotensi membuat kerumunan di jalan.

"Dalam rangka pembatasan, sebetulnya ya arahnya ke sana. Jadi dalam rangka ngerem supaya mobilitas itu berkurang," kata Muslich kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (9/6/2020).

Muslich yakin aturan ganjil genap untuk sepeda motor ini bersifat sementara. 

"Pemerintah DKI itu kan bukan lagi soal rumah sakit, bukan soal yang sembuh, tapi kan soal bagaimana penularan tidak berlangsung. Sepeda motor itu potensi untuk membangkitkan kerumunan," kata dia.

Dia mengatakan, dengan aturan ini pemprov DKI justru mengarahkan agar masyarakat menggunakan transportasi publik. Sebab, sudah ada aturan baku di dalam transportasi umum misalnya dengan menjaga jarak antar penumpang. Sementara lebih sulit mengendalikan kerumunan sepeda motor ketimbang dalam akutan umum. 

"Untuk pemprov itu berat, karena akan ada shifting, peralihan ke arah public transport. Sehingga beban Transjakarta menjadi semakin berat. Karena kan dibatasi jumlah penumpangnya, sehingga kebutuhan busnya akan semakin banyak. Tapi itu akan membantu pemulihan pandemi," ujar dia.

Namun, kata Muslich, perlu ada evaluasi terhadap PSBB transisi yang baru mengatur soal ganjil genap kendaraan roda empat. 

"Kan hampir kita semua ini kan tidak punya pengalaman terhadap pengendalian pandemi khususnya Corona ini," kata dia.

Muslich pun mendukung pemprov DKI untuk mencoba aturan ini. Jika nanti keliru, kata dia, masih bisa dievaluasi. 

"Tapi memang harus dicoba pembatasan penggunaan sepeda motor itu karena potensi memberikan efek bergerombol sepeda motor 72 persen loh," kata dia.

Namun, kata dia, lebih baik aturan untuk sepeda motor tidak berdiri sendiri. Perlu adanya aturan soal penataan parkir.

"Karena itu kan berkaitan dengan kerumunan orang juga. Jadi artinya nggak boleh ganjil genap sepeda motor dibuat sebagai aturan sepeda motor saja. Parkir juga harus ditata. Jadi nanti akan menjadi lebih bagus pasti," tandas Muslich.


Aturan yang Kontradiktif?

Kendaraan melintas di kawasan Gajah Mada, Jakarta, Jumat, (7/2/2020). Parkir motor dan mobil di Kawasan Jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk merupakan kawasan ganjil-genap sehingga penerapan sistem ini berjalan pada pukul 06.00-10.00 WIB dan pukul 16.00-20.00 WIB. (merdeka.com/Imam Buhori)

Analis Kebijakan Transportasi Azas Tigor Nainggolan justru menilai aturan ganjil genap bagi sepeda motor tak nyambung dengan upaya pencegahan penyebaran virus COVID-19. Tigor mengatakan, aturan ini justru kontradiktif dengan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). 

Kebijakan ganjil genap, kata dia, adalah upaya untuk mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi agar masyarakat berpindah menggunakan transportasi umum dan mengurangi kemacetan di jalan raya. Sementara kebijakan PSBB masa transisi adalah upaya mengendalikan atau menangani penyebaran COVID-19 agar masyarakat hidup sehat dan produktif. Selain itu, selama masa PSBB Transisi ini juga diatur bahwa kapasitas layanan transportasi atau angkutan umum massal dikurangi hingga 50 persen.

"Apakah ini akan aman dan dan dapat menampung berpindahan masyarakat dari pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum massal di Jakarta?," ujar Tigor kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (9/6/2020).

Menurut Tigor, perhitungan antara perpindahan jumlah masyarakat ke angkutan umum ini harus benar-benar diantisipasi. Ada ketidaksesuaian antara kebijakan ganjil genap dalam kebijakan PSBB Transisi di Jakarta. Kebijakan pertama, kata dia, penggunaan kendaraan pribadi didorong pindah ke angkutan umum. Kebijakan kedua ada mengatur mengurangi 50 persen layanan angkutan umum massal dari biasanya.

"Bukankah akan terjadi lonjakan atau peningkatan pengguna layanan angkutan umum massal? Padahal tujuan atau target PSBB Transisi dalam Pergub nomor 51 Tahun 2020 adalah untuk mencapai masyarakat sehat dan produktif," kata dia.

Dengan beralihnya masyarakat ke transportasi umum, kata Tigor, akan terjadi penumpukan atau kerumunan di terminal atau stasiun maka akan terjadi penyebaran COVID-19.

"Untuk itu sebaiknya selama penerapan kebijakan PSBB Transisi di Jakarta seharusnya tidak disertai kebijakan pengendalian ganjil genap penggunaan kendaraan bermotor pribadi," tandas Tigor.

 


Kebijakan Ganjil Genap Dipertanyakan

Pengendara memasuki kawasan aturan ganjil-genap, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu (6/6/2020). Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Pergub nomor 51 Tahun 2020 yang didalamnya mengatur pembatasan kendaraan dengan rekayasa ganjil-genap untuk sepeda motor dan mobil. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz akan memanggil Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo untuk meminta penjelasan terkait wacana sistem ganjil genap saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masa transisi.

"Ingin tahu alasannya apa, latar belakangnya apa, pertimbangannya apa. Biar ini bisa dijelaskan ke masyarakat, disosialisasikan seandainya memang itu mau diterapkan," kata Aziz saat dihubungi, Selasa (9/6/2020).

Dia menyebut, rencananya pertemuan dengan Kadishub DKI dilaksanakan pada Rabu 10 Juni 2020 atau lusa Kamis 11 Juni 2020. Aziz mengharapkan Pemprov DKI Jakarta dapat mempertimbangkan kembali mengenai rencana sistem ganjil genap.

Sebab dia beralasan kendaraan pribadi dapat meminimalisir penyebaran virus Corona atau Covid-19.

"Kendaraan roda dua itu kan transportasi untuk kalangan menengah ke bawah. Kalau ada ganjil genap ini kan mungkin secara ekonomi juga berdampak ke mereka," ucapnya.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya