Liputan6.com, Jakarta - Masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilkukan secara berskala, dimulai dengan pembukaan perkantoran mulai Senin (8/6), kemarin, mulai menggerakkan berbagai sektor lain, termasuk transportasi umum.
Terkait hal ini, Kementerin Perhubungan (Kemenhub) memastikan belum akan ada kenaikan tarif. Hal ini didasarkan pada penyesuain daya beli dan demand dari masyarakat dalam situasi seperti ini.
"Lazimnya kalau ada suatu penurunan okiupansi otomatis uang yang didapat oleh para operator ini tidak banyak. Sehingga mengakibatkan keharusan untuk menentukan tarif," ujar Menteri Perhububgan, Budi Karya Sumadi (BKS) dalam konferensi pers, Selasa (9/6/2020).
Baca Juga
Advertisement
"Kita memang hati-hati dalam hal ini karena kita juga melihat daya beli dari maysrakat ini kan menurun, bagaimana kalau kita melakukan kenaikan tarif ini, tentu demandnya akan tidak maksimal. Padahal sektor perhubungn darat ini juga harus eksis," sambung dia.
Sementara, lanjut BKS, jika demand sudah tumbuh saat masa transisi ini atau pada masa normal baru nanti, maka tidak menutup kemungkinan akan akan dilakukan penyesuaian tarif.
"Saya pikir kita mungkin cenderung untuk beberapa saat ini tidak memberikan kenaikan tarif supaya daya beli masyarakat, demand ini tetap tumbuh," jelas BKS.
"Kalau demand tumbuh, sebenarnya sama saja kalau ditetapkn tarif tinggi demandnya turun, sehingga yang beroperasi itu ditentukan oleh demand, ini juga menjadi masalah. Tapi kalau kita pertahankan dulu tarif, demandnya naik, ya nanti akn kita lihat, kita hitung," pungkas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Meneropong Nasib Angkutan Umum Pasca Pandemi Corona
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Harya S. Dillon, mulai meraba bagaimana nasib angkutan umum perkotaan setelah pandemi. Dalam era new normal nantinya ada beberapa hal yang mengindikasikan perubahan pola perilaku penumpang kendaraan umum.
"Setelah pandemi usai bagaimana nasib angkutan umum perkotaan, karena setelah ini kita terus fokus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," kata dia dalam video konferensi MTI, Kamis (21/5/2020).
Harya mengungkapkan, berdasarkan beberapa studi, selain dapat disembuhkan dengan vaksin, virus dapat mereda melalui sosio-psikologis, dimana virus tersebut masih ada, namun masyarakat mulai abai dan bisa berdampingan. Hal ini merujuk pada estimasi implementasi new normal.
"Vaksin yang aman dan ampuh ini kira-kira 18 bulan selesainya, dan banyak juga pandemi yang berakhir secara sosio-psikologis. Karena mungkin masyarakat sudah jenuh, sangat berharap normal baru," jelasnya.
Sebagai contoh, Harya mengatakan bahwa sampai saat ini komunitas medis belum menemukan apa yang sebenarnya memutus rantai penyebaran SARS. Dugaanya, faktor sosio-psikologis turut andil dalam pudarnya virus ini.
Situasi dalam impementasi normal baru ini tentu mempengaruhi kebiasaan penumpang, utamanya transportasi umum, menyebabkan dampak lain yang cukup kompleks dan terikat satu sama lain.
"Kita lihat angkutan umum dalam kota ini terpukul dua kali, karena pertama pemasukan berkurang, tapi juga pengeluaran bertambah karena harus membeli peralatan seperti hand sanitizer, termometer dan seterusnya," ujar Harya.
Advertisement
Subsidi
Sementara ruang fiskal Pemda juga tertekan karena pemasukan dari pajak daerah juga berkurang. "Nah ini kalau sampai terjadi pemotongan subsidi, yang saya khawatirkan adalah ini berdampak jangka panjang," sambungnya.
"Jadi ketika penumpang sudah kapok naik angkutan umum yang pelayanannya buruk, dia akan beralih ke kendaraan pribadi dan akan sangat sulit untuk membawa mereka kembali mempercayai kendaraan umum," kata dia.
Sehingga perlu juga dipikirkan upaya agar masyarakat tetap merasa aman dan nyaman dalam menggunakan moda transportasi umum dalam new normal nantinya.