Unlock India, Profesor Tjandra Yoga Menanti Pulang ke Jakarta

India unlock bertahap, Profesor Tjandra Yoga pun menanti dapat pulang ke Jakarta.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 10 Jun 2020, 19:00 WIB
Petugas kepolisian India berdiri disamping grafiti yang mengilustrasikan virus corona di Bangalore (3/4/2020). Grafiti tersebut dibuat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar mematuhi lockdown yang diberlakukan pemerintah India sebagai langkah pencegahan COVID-19. (Xinhua/Stringer)

Liputan6.com, New Delhi Meskipun India tengah menjajaki unlock tahap pertama atau unlock 1.0 COVID-19, Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Profesor Tjandra Yoga Aditama menanti unlock tahap ketiga. Ini karena unlock tahap ketiga, pemerintah India akan membuka kembali penerbangan internasional.

Harapan dapat pulang ke Jakarta, itulah yang ada dipikiran Tjandra. Dengan dibukanya penerbangan internasional nanti, ia pun ingin segera kembali ke Jakarta.

"Rencananya unlock India ini akan ada tiga tahap. Sekarang unlock 1.0, toko mulai buka, bis kota beroperasi, dan mall akan buka 8 Juni 2020. Begitu juga restoran dan tempat ibadah, lalu MRT juga," cerita Tjandra kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, ditulis Selasa (9//6/2020).

"(Unlock) Tahap 2.0 sedang dibicarakan, apakah sekolah akan dibuka dan unlock 3.0, katanya sebelum Agustus 2020 adalah tahap paling penting untuk saya. Karena penerbangan internasional akan dibuka kembali."

Tjandra bersyukur, akhirnya India unlock. Selama hampir 70 hari lockdown akibat COVID-19, Tjandra pun tak bisa pulang ke Jakarta, seperti tahun-tahun sebelumnya. Mendekati puasa Ramadan, ia biasa pulang ke Jakarta untuk mengambil stok persediaan bekal makanan. Rendang, sambal goreng ati, dan es campur adalah bekal makanan yang wajib ia bawa kembali ke India.

Namun, puasa Ramadan sampai Lebaran tahun ini di tengah pandemi COVID-19 dan lockdown India, Tjandra yang berkantor di New Delhi, India tak bisa ke mana-mana.


Lockdown Terketat

Sebuah jalan terlihat sepi di Prayagraj, India, Minggu (29/3/2020). Perdana Menteri India Narendra Modi meminta maaf kepada publik karena memaksakan kebijakan lockdown selama tiga minggu. (AP Photo/Rajesh Kumar Singh)

Tjandra mengungkapkan, lockdown India termasuk salah satu lockdown terbesar dan terketat di dunia. Selama lockdown, restoran, toko, dan mall tutup. Bahkan taman-taman terbuka kosong. Jalanan pun sepi. Semua orang berada di rumah masing-masing.

"Pergerakan lockdown-nya, yakni lockdown pada 25 Maret – 14 April 2020 (21 hari), lockdown 2.0 pada 15 April – 3 Mei 2020 (19 hari), lockdown 3.0 pada 4 - 17 Mei 2020 (14 hari), lalu lockdown terakhir 4.0 pada 18 - 31 Mei 2020 (14 hari)," jelas Tjandra, yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan.

"Dan akhirnya, Unlock 1.0, yang  dijalankan bersama lockdown 5.0 (hanya di beberapa zona, tepat 1 Juni 2020. Rencana unlock tahap pertama sampai 30 Juni 2020. Ya, ekonomi mulai berjalan kembali."

Unlock tahap pertama pun terbilang tidak mudah. Pertimbangan ekonomi menjadi salah satu alasan.

"Dampak sosial ekonomi lockdown tentu cukup besar. Selama April 2020 saja diperkirakan 122 juta orang kehilangan pekerjaan di India. GDP India kehilangan 320 miliar dolar pada waktu 40 hari lockdown, sekarang tentu lebih besar lagi," lanjut Tjandra.

"Jadi, keputusan melonggarkan lockdown memang tidak mudah."


Kasus Terus Meningkat

Seorang buruh migran memandang dari balik jendela ketika menaiki kereta khusus menuju rumahnya saat masa karantina wilayah (lockdown) nasional diterapkan demi mencegah penyebaran COVID-19 di Jalandhar, Negara Bagian Punjab, India utara, (5//5/2020). (Xinhua/Stringer)

Berbeda dari Korea Selatan yang melonggarkan lockdown tatkala kasus COVID-19 sudah menurun. Di India, unlock dilakukan justru kasus COVID-19 masih terus meningkat.

"Sebenarnya kasus masih terus meningkat. Lockdown pertama bermula 25 Maret 2020. Waktu itu, jumlah kasus COVID-19 di India 606 orang. Lalu 14 April kasusnya jadi 10.815 orang dan dilanjutkan lockdown tahap kedua 2.0," Tjandra menerangkan.

"Pada 3 Mei, akhir lockdown 2.0, jumlah kasus adalah 40.263 orang. Di akhir lockdown 3.0, kasusnya sudah 90.927, dan akhir lockdown 4.0 (bersamaan dengan Unlock 1.0) kasusnya sudah 190.535 orang. Memang meningkat terus, India sekarang peringkat ke-6 dunia, menggantikan Italia."

Tjandra menggambarkan, angka kematian memang relatif rendah, sekitar 2,7 persen. Kalau pada 6 Juni 2020, Indonesia melaporkan 993 kasus baru COVID-19 dalam 24 jam (hampir 1.000), maka India melaporkan 9.887 (hampir 10 000).

"Tapi memang India sudah melakukan tes lebih dari 4,5 juta (lebih dari 3.000 tes per 1 juta penduduk) atau lebih dari 100 000 per harinya, sejak tanggal 20-an Mei 2020 yang lalu. Dan adanya tes ini dapat jadi salah satu alasan peningkatan kasus COVID-19 yang dilaporkan," Tjandra menerangkan.


Ojek Online Diukur Suhu tubuh

Prof Tjandra Yoga Aditama menceritakan, India sedang menerapkan unlock tahap pertama sejak 1 Juni sampai rencananya 30 Juni 2020. (Dok Tjandra Yoga Aditama)

Salah satu hal yang menyenangkan bagi Tjandra saat lockdown dilonggarkan, memesan makanan lewat ojek online. Restoran yang sudah mulai dibuka, makanan pun bisa kembali dipesan dengan ojek online.

Yang menarik, penerapan protokol kesehatan terhadap ojek online yang mengantarkan makanan terpampang di bagian keterangan aplikasi. Setiap ojek online akan diskrining dan diukur suhu tubuh oleh staf restoran.

Hasil suhu tubuh akan tercatat di aplikasi ojek online, sehingga pemesan dapat melihat suhu tubuh sang ojek online.

"Saya beberapa hari yang lalu beli makanan lewat ojol. Dan di web-nya (aplikasi ojol) dituliskan bahwa pesanan saya akan diantar oleh Mr Lalit Mohan dengan suhu tubuhnya sudah diukur dan normal," ujar Tjandra, yang juga mantan Kepala Balitbang Kementerian Kesehatan.

"Lalu tertulis keterangan, 'makanan akan sampai dalam 36 menit, yang antar Mas Lalit Mohan, suhu tubuh 96 F (35,5 derajat Celsius)."

Selama unlock, protokol kesehatan tetap berlaku. Masker harus dipakai. Ada pembatasan terhadap jumlah orang di toko atau di tempat publik agar tidak terjadi kerumunan atau penumpukan orang.

"Ya, protokol kesehatan tetap ketat. Masker harus dipakai, jumlah orang dalam toko dibatasi, jumlah penumpang di bajaj dan taksi juga dibatasi," tutup Tjandra.


Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya