Liputan6.com, Jakarta - Tim Asistensi Menko Perekonomian Raden Pardede memperkiralan pada 2023 mendatang pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa kembali menyentuh level 5 persen. Menurutnya, memang butuh waktu panjang untuk bisa kembali ke masa sebelum pandemi virus Corona atau Covid-19
"Dalam mendesain kebijakan ini, kita harus punya target. Di 2022 atau 2023, minimal kita harus kembali ke pertumbuhan 5 persen," ka5a Raden dalam video conference, di Jakarta, Selasa (9/6).
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal I-2020 tertekan cukup dalam, yaitu hanya tumbuh 2,97 persen. Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan kuartal IV-2019 yang sebesar 4,97 persen, dan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun lalu yang sebesar 5,07 persen.
Baca Juga
Advertisement
Di samping itu, dia berharap dalam waktu yang sama angka kemiskinan dan pengangguran yang mengalami peningkatan bisa kembali ke level terendahnya sebelum ada pandemi.
"Job creation kalau bisa juga kembali ke situ (level pre-Covid-19). Maka penciptaan lapangan kerja diharapkan bisa kembali ke 1,5 juta hingga 2juta pekerjaan nantinya," jelas Raden.
"Untuk kemiskinan juga harus kembali ke 9 persen. Sementara sekarang kita semua tahu pasti naik, baik kemiskinan dan pengangguran," sambung dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Obesitas Regulasi Jadi Penghambat Utama Pertumbuhan Ekonomi
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P Roeslani menyebut bahwa masalah utama pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di sektor perizinan.
Menurutnya, regulasi yang terlalu banyak, tumpang tindih dalam perizinan, serta bertentantangannya sebuah regulasi, akan menghambat masuk investasi.
Dia menyebut investasi menjadi modal penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, berbagai persoalan terjadi di dalam negeri membuat enggan investor kasuk ke Tanah Air.
"Nah itu adalah keluhan yang paling tinggi dari investor dalam negeri maupun luar negeri. Itu yang paling tinggi tentunya apa ini menyangkut kemudahan berusaha," kata dia di DPR RI, Jakarta, Selasa (9/6).
Rosan mencatat, obesitas regulasi saat ini cukup banyak, di pemerintah pusat saja jumlahnya mencapai hingga 8.848 peraturan. Belum lagi peraturan menteri jumlahnya mencapai 14.815 dan peraturan daerah yang mencapai 15.996.
Oleh karenanya, simplifikasi dan harmonisasi regulasi dan perizinan dibituhka dalam RUU Cipta Kerja atau ombibus law. Dengan demikian diharapkan mampu menghilangkan ego sektoral dan tumpang tindih peraturan selama ini terjadi di dalam negeri.
"Diselaraskan dan keberadaan objek menjadi hal yang sangat penting untuk kita melihat bagaimana investasi dalam negeri dan investasi luar negeri ini dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan kita," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diramal Kalah dari Vietnam
Ekonom Institute for Development of and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, membandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Vietnam di kuartal II tahun ini. Menurutnya berdasarkan data World Bank, ekonomi Vietnam diramalkan tumbuh lebih baik dibandingkan Indonesia ditengah pandemi Covid-19.
"Masih data World Bank, diperkirakan pada skenario terburuk tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia jatuh minus 3,5 persen artinya relatif cukup dalam. Sementara Vietnam masih tumbuh dikisaran 1 persen lebih," kata Bhima dalam diskusi online via Zoom, Sabtu (6/6/2020).
Bhima menjelaskan, studi yang dilakukan World Bank didasarkan pada berbagai kebijakan stimulus yang dikeluarkan pemerintah untuk melindungi stabilitas perekonomian suatu negara selama masa pandemi ini. Selain itu, penanganan pemerintah akan pandemi covid-19 juga menjadi catatan penting World Bank.
Indonesia sendiri, dinilai masih belum piawai dalam melindungi dunia usaha dari dampak buruk pandemi. Hal Ini terlihat dari besaran anggaran untuk pembiayaan program stimulus bagi industri domestik yang tergolong masih kecil, jika berkaca pada postur APBN yang tersedia.
Selain itu, penanganan pandemi covid-19 di Tanah Air terbilang mengecewakan. Sebab, Indonesia memimpin tingkat penularan covid-19 di Asia Tenggara.
"Artinya kita khawatirkan akan potensi terjadinya second wave. Bahkan gelombang ke tiga korban (covid-19) di Indonesia," tegas dia.