Liputan6.com, Jakarta - Juru bicara Presiden Fadjroel Rachman menekankan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi menginginkan penerapan disiplin dalam pemberlakuan tatanan normal baru dilakukan secara humanis.
"Memang Presiden menginginkan pendisiplinan sifatnya humanis," kata Fadjroel saat berkunjung ke Wisma Antara, Jakarta, Selasa (9/6/2020).
Advertisement
Menurut Fadjroel, melalui pendekatan humanis maka kedisiplinan akan muncul dari dalam diri masyarakat.
Dia menyampaikan, berdasarkan UU Darurat Kesehatan, Pemerintah boleh menetapkan pidana dan denda bagi pelanggar protokol kesehatan. Namun yang diterapkan saat ini hanya maklumat Kapolri untuk membubarkan perkumpulan.
"Makanya sempat kami lihat ada perkawinan, pesta, kumpul di kafe, dibubarkan, namun tetap dengan cara persuasif," jelas dia.
Dia menekankan, Presiden Jokowi merupakan pribadi yang sangat sabar dan menyayangi warganya sehingga tidak ingin ada penerapan disiplin menggunakan kekerasan.
"Jangan sampai seperti di suatu negara memukul pantat rakyatnya, nanti bengkak semua," seloroh Fadjroel.
Menurut Fadjroel, Presiden meyakini masyarakat Indonesia masih bisa diajak untuk menerapkan disiplin. Selain itu Presiden tidak menginginkan kedisiplinan yang dilakukan masyarakat hanya karena keterpaksaan.
"Kalau dipaksa, apalagi dipukul menggunakan rotan, kami tidak akan merasa bertanggungjawab. Pasti nanti sembunyi-sembunyi lagi. Maka disiplin harus dari diri kita, dari lingkungan kita," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Perubahan Mindset Publik
Dia memberikan contoh, sejatinya sekitar tahun 2001 juga ada sebuah penerapan kedisiplinan yang serupa dengan sebuah kenormalan baru, di mana setiap penumpang yang hendak melakukan penerbangan wajib melepas ikat pinggang, jam tangan dan bahan metal lain sebelum masuk ke dalam ruang tunggu bandara.
"Dulu itu tahun 2001, kami ada yang marah kan diminta melepas segala macam. Tapi sekarang setelah 20 tahun, semuanya itu menjadi rutinitas biasa," kata Fadjroel.
Intinya, kata Fadjroel, Presiden menginginkan perubahan perilaku kedisiplinan hingga ke dalam pikiran atau mindset publik.
"Bayangkan rutinitas memakai masker, tidak berkumpul masif dan lainnya baru diterapkan dua bulan. Bagaimana kami berharap dua bulan dapat menjadi mindset dan keyakinan bahwa Covid-19 sangat berbahaya. Mungkin nanti 21 tahun lagi penggunaan masker dan menjaga jarak menjadi kesadaran biasa ketika kita influenza," jelasnya.
Advertisement