Jakarta - Quique Setien menjadi pelatih Barcelona Januari lalu. Menggantikan Ernesto Valverde yang dipecat, dia mendapat warisan berupa aneka masalah di klub barunya.
Keputusan Barcelona menunjuk Quique Setien sebagai pelatih baru bisa dibilang cukup megejutkan. Sosok berusia 61 tahun bukanlah sosok yang populer.
Advertisement
Apalagi sebelum ditunjuk sebagai pelatih Los Cules, Setien sedang tidak melatih klub manapun. Klub terakhir yang ditangani Setien ialah Real Betis sebelum didepak manajemen klub tersebut.
Kini, Quique Setien resmi menjadi juru taktik Lionel Messi dkk. Sederet tugas berat sudah menanti Setien.
Quique Setien dituntut membuat Barcelona kembali berjaya, baik di kancah domestik maupun Eropa. Kali terakhir El Barca merengkuh trofi bergengsi Eropa, Liga Champions, pada musim 2014-2015.
Setelah itu performa Barcelona justru menurun. El Barca kerap terhenti di babak perempat final, terutama dalam tiga musim terakhir.
Setien paling tidak bisa mempertahan posisi puncak klasemen La Liga sehingga bisa kembali mempertahan gelar juara yang diraih Ernesto Valverde secara berturut-turut. Bisakah sang bos baru melakukan itu? Jelas tidak mudah. Sudah terlalu banyak masalah pelik menimpa Barcelona.
Apa-apa saja masalah klub satu ini? Simak ulasan di bawah ini.
Manajemen yang Amburadul
Dua mantan pemain Barcelona, Carles Puyol dan Xavi Hernandes, pernah menolak jabatan bersama mantan klubnya tersebut. Satu di antara alasan yang membuat dua legenda tersebut menolak mengambil jabatan di El Barca ialah kekacauan politik klub.
Kondisi tersebut juga yang membuat Pep Guardiola memilih pergi dari Camp Nou. Seperti diketahui, Josep Maria Bartomeu membuat beberapa keputusan kontroversial selama menjabat posisi presiden di Barcelona.
Satu di antara kebijakan yang paling banyak menuai sorotan ialah saat membiarkan Neymar hengkang ke Paris-Saint Germain. Sikap Bartomeu tersebut langsung membuat publik geram.
Saat ini, Bartomeu sedang dalam periode keduanya menjabat sebagai Presiden. Bukan tidak mungkin akan ada babak politik baru di tubuh Barcelona.
Setien harus bisa mengatasi pengaruh berat di luar lapangan.
Advertisement
Permainan Tiki-taka yang Mulai Usang
Barcelona dikenal dengan penguasaan bola. Terutama saat El Barca berada di bawah kendali Pep Guardiola.
Namun, perlahan tapi pasti ciri khas tersebut mulai hilang. Setelah Guardiola pergi, beberapa pelatih seperti Tata Martino, Luis Enrique dan Ernesto Valverde dianggap tidak memiliki prinsip sepak bola yang sama dengan Guardiola.
Di sisi lain, Setien memang tak sepopuler dengan para pelatih sebelumnya. Namun, Setien paling tidak bisa mengembalikan ciri khas permainan Barcelona yag mengandalkan penguasaan bola.
Banyak yang berharap Setien bisa kembali membuat Barcelona menerapkan taktik tiki-taka. Seperti diketahui, tiki-taka menjadi satu di antara taktik yang paling disukai penggemar Barcelona.
Hanya Setien bukanlah tukang sulap. Realitanya Barcelona saat ini tak punya banyak pemain yang bisa memainkan permainan tersebut. La Masia tengah paceklik mencetak pemain berkualitas setelah era emas Lionel Messi, Xavi, dan Andres Iniesta.
Di sisi lain strategi tiki-taka mulai gampang dibaca lawan. Gaya pressing ketat ala Jurgen Klopp di semifinal Liga Champions musim lalu meluluh-lantahkan permainan indah legendaris milik Barcelona ini.
Mulai Kehilangan Taji di Eropa
Pada era kepelatihan Pep Guardiola, Barcelona sukses merengkuh 2 trofi Liga Champions dan Piala Super Eropa. Setelah itu, Guardiola pergi pada 2012.
Setelah Guardiola hengkang, El Barca hanya meraih satu titel Liga Champions, yakni pada musim 2014-2015. Setelah itu Barcelona tersingkir di perempat final selama tiga kali berturut-turut.
Terakhir, Los Cules tersingkir secara tragis dari Liverpool pada Liga Champions 2019. Selain gelar domestik, trofi bergengsi antarklub Eropa tersebut harus menjadi prioritas Quique Setien pada masa kepelatihannya.
Jika Setien gagal, bukan tidak mungkin ia akan bernasib sama seperti Ernesto Valverde yang harus didepak Barcelona sebelum kontraknya selesai.
Problemnya belakangan Barcelona seperti kehilangan kepercayaan diri untuk jadi tim terbaik di Eropa. Dua musim terakhir mereka tersingkir dengan cara menyakitkan. Sempat menang besar di leg pertama, namun terkapar secara memalukan di pertemuan kedua melawan AS Roma dan Liverpool.
Advertisement
Beban Terlalu Berat buat Pelatih Baru
Belum ada tiga hari Quique Setien menjabat sebagai pelatih Bracelona, namun Presiden klub, Josep Maria Bartomeu, telah menambah beban Setien.
Bartomeu berharap agar Setien bisa mempersembahkan treble winner untuk Blaugrana, jika tidak musim ini, setidaknya satu kali sepanjang kariernya di Camp Nou. Itu berarti Setien harus mengangkat trofi Liga Champions, Copa del Rey, dan Liga Spanyol.
Kondisi tersebut termasuk berat. Rekam jejak Setien tidak terlalu gemilang. Sejauh ini, Barcelona baru dua kali merengkuh treble winner.
Pertama bersama Pep guardiola pada musim 2008-2009 dan yang kedua bersama Luis Enrique pada 2014-2015. Sekadar informasi, dua pelatih yang pernah merengkuh treble bersama Barca itu memiliki catatan menakjubkan di kancah internasional.
Satu raihan target sudah lepas dari genggaman, yakni Copa del Rey. Rasanya hal paling realistis yang bisa dicapai Quique Setien mengantar Barcelona mempertahankan gelar La Liga. Itupun mereka kudu ekstra kerja keras menghadapi rival utama, Real Madrid, yang belakangan kembali on-fire.
Kebijakan Transfer yang Buruk
Ketika La Masia gagal menyediakan pemain-pemain belia siap pakai dengan level setara dengan generasi sebelumnya, Barcelona beberapa tahun belakangan terpaksa merogoh kocek dalam-dalam untuk mendatangkan pemain dari klub lain.
Ousmane Dembele dan Philippe Countinho contohnya. Sudah didatangkan dengan transfer mahal, keduanya gagal unjuk kualitas. Dembele lebih banyak berada di meja operasi untuk penyembuhan cedera berat, sementara Coutinho yang dinilai mimim kontribusi dipinjamkan ke Bayern Munchen.
Terakhir, Frenkie De Jong yang didatangkan dari Ajax Amsterdam musim ini terancam bernasib serupa dengan dua pemain di atas.
Kebijakan transfer Barcelona bisa buruk. Mereka terlalu royal membeli pemain baru, tanpa melihat kebutuhan mendasar timnya. Mereka cenderung kalap.
Disadur dari: Bola.com (Penulis: Ario Yosia/Editor: Ario Yosia, published 9/6/2020)
Advertisement