Derita Bocah di Palembang, Hidup di Gubuk Rapuh dan Alami Kelainan Alat Kelamin

Di tengah keterbatasan finansial, Zaini, warga Palembang juga harus mengurus cucunya yang mengalami kelainan alat kelamin.

oleh Nefri Inge diperbarui 10 Jun 2020, 14:00 WIB
AB (2), cucu Zaini yang merupakan warga Palembang, saat digendong ibu AB (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Genangan air di Lorong Mufakat Ujung di Jalan May Zen Palembang, tampak menutupi jalan setapak menuju rumah Muhammad Zaini (60). Pria yang berprofesi sebagai kuli bangunan ini, hidup di gubuk reot yang semakin rapuh, bersama istri, anak dan cucu-cucunya.

Rumahnya yang sempit dan berdiri di atas lahan rawa, membuat hunian Zaini kerap terendam air hujan. Tak jarang, genangan air hingga setinggi lutut orang dewasa masuk dan membasahi seluruh barang-barang di rumahnya.

Di tengah keterbatasannya, Zaini juga memendam kesedihan yang mendalam. Dia tak berdaya melihat cucunya AB yang baru berusia 2 tahun, harus merintih kesakitan ketika buang air kecil.

Cucunya AB sudah mengalami kelainan alat kelamin sejak lahir. Namun karena keterbatasan biaya, Zaini tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyembuhkan sakit cucunya tersebut.

“Waktu usia 1 tahun, AB sudah menjalani operasi. Biayanya gratis pakai kartu miskin. Namun sekarang, tidak bisa lagi,” ucapnya, saat disambangi di kediamannya di Palembang, Selasa (9/6/2020).

Dia pun sempat mengusulkan untuk mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun langkahnya terkendala, karena ayah AB mempunyai tunggakan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-BPJS Kesehatan.

Sehingga dia harus membayarkan tunggakan tersebut, baru bisa mendapatkan KIS untuk pengobatan cucunya.

Padahal, cucunya tersebut harus menjalani operasi kedua kalinya dengan biaya yang cukup besar. Sayangnya, pendapatannya sebagai buruh kasar hanya mampu mencukupi kebutuhannya sehari-hari.

“Saya cuma kerja buruh, istri saya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Sedangkan ayah dari AB juga tidak bisa berbuat banyak, usai mengalami kecelakaan saat bekerja,” ungkapnya.

Kondisi diperparah dengan keberadaan gubuk reotnya, yang dibangun di atas tanah orang lain. Dalam dua tahun ke depan, dia harus meninggalkan kediamannya tersebut, karena lahan itu akan digunakan pemiliknya untuk membangun rumah.

Dia juga kesulitan untuk mendapatkan air bersih di kediamannya. Jika musim hujan, sumber air di sumur dekat rumahnya akan terendam air lumpur. Warga Palembang ini terpaksa harus meminta ke para tetangga, agar bisa mendapatkan air bersih.

“Kadang malu juga minta-minta ke tetangga. Tapi tidak ada jalan lain, agar bisa dapat air bersih. Kami juga bingung kalau nanti diusir dari rumah ini, mau kemana,” katanya.

 


Tak Dapat Bansos

Kondisi di jalan setapak menuju rumah Zaini, warga Palembang yang hidup serba keterbatasan (Liputan6.com / Nefri Inge)

Di tengah gencarnya pemerintah menyalurkan bantuan sosial (bansos), Zaini sekeluarga ternyata tidak pernah mendapatkannya.

Saat diurus ke pihak kelurahan, data keluarganya ternyata tidak terdaftar. Sehingga jatah bansos pun tak kunjung datang ke rumahnya.

Wakil Wali Kota (Wawako) Palembang Fitrianti Agustinda akhirnya mengunjungi rumah Zaini, setelah mendapatkan informasi dari warga.

“Kita akan membantu mengurus keluarga Zaini untuk mendapatkan bansos dan KIS. Terutama untuk AB, yang akan kita urus operasinya. Tapi harus menunggu sampai usianya 4 tahun, baru bisa dilakukan operasi di Rumah Sakit (RS) Bari Palembang,” ujarnya.

Namun Wawako Palembang belum bisa melakukan bedah rumah Zaini. Karena kepemilikan lahan tempat rumah Zaini berdiri, milik orang lain.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya