Liputan6.com, Jakarta Nama Bass G dikenal sebagai musikus Indonesia yang melanglang buana di berbagai perhelatan jazz luar negeri. Di Indonesia, jam terbangnya pun tidak usah diperdebatkan lagi. Padahal, pemilik nama lengap Sebastian Geraldo Bhaskara Putra Sibbald ini mengaku menjadi musikus bukanlah cita-citanya.
Bersama dengan sang kakak, Gadiz, Bass G memiliki formasi duo saksofon G&B (Gadiz V & Bass G). Tahun 2003 menjadi catatan tersendiri bagi G&B, yang mendapat endoresement dan sponsor dari perusahaan pembuat saxophone Taiwan. Tugas mereka adalah untuk memperkenalkan, memasarkan dan memasyarakatkan saksofon dengan brand Gadiz V & Bass G (G&B Sax).
Bersama sang kakak, Bass G membawa misi bahwa saksofon itu bisa dimainkan oleh siapun untuk segala usia, dimainkan untuk semua jenis genre, tidak hanya terpaku untuk musik jazz saja. Tahun 2005, Bass bahkan menerima penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai saksofonis pria professional termuda Indonesia.
“Kebanyakan orang menganggap saksofon itu ekslusif, mahal, dan hanya untuk jazz. Padahal kenyataannya bisa buat semua genre musik, mulai pop, rock dangdut dan lainnya," ujar Bass G dalam keterangannya secara tertulis, baru-baru ini.
Baca Juga
Advertisement
Diskografi
G&B Sax mulai membukukan diskografinya di tahun 2004. Mereka merilis album perdana yang sukses, dengan title “Excotic Saxes” di bawah label Betari Musik. Lalu menyusul album kedua “Sax Chemistry” yang sempat kolaborasi dua lagu dengan Tompi. Masing-masing “Benarkah” dan “Kuingin Lebih Dari Itu”.
“Saya bangga bisa bekerjasama dengan mereka. Usia muda bukan penghalang bagi Musisi untuk berkarya dengan maksimal dan indah,” tulis dr.Tompi dalam prakata album kedua tersebut.
Sedangkan album ketiga “Sax Anatomy”, G&B menggandeng Glenn Fredly almarhum dengan memainkan lagu berjudul “Penting”.
“Saya tak akan lelah untuk menyemangati generasi muda, untuk ikut merayakan Musik Indonesia,” ujar Glenn Fredly kala itu.
Advertisement
Panggung Musik
Panggung demi panggung telah dijelajahi. Tercatat beberapa ajang penting seperti; Friday Jazz Night di Ancol, Jazz Goes to Campus Universitas Indonesia sejak 2003 hingga sekarang. Java Jazz sejak 2005, 2006, dan 2012 sampai dengan 2020. Di luar Indonesia G&B tampil di sirkuit music Hard Rock Café restaurants di kota-kota Singapura, Shanghai, Kuala Lumpur selain Hard Rock Café Jakarta dan Bali. Lalu Kuala Lumpur Jazz Festival 2007, Orbit Room, Toronto Canada.
Di usianya yang belia dan karena sering tampil dalam berbagai jazz festival, Bass berkesempatan untuk berkolaborasi dengan musisi senior Indonesia seperti almarhum Bubi Chen, Benny Likumahuwa Oele Patiselano, Jance Manusama, Mus Mujiono, Indra Lesmana, Arief Setiadi, Bintang Indrianto, Lewis Pragasm Harry Toledo, Idang Rasjididll. Di ajang internasional berbagi panggung dengan Jim Lawlis, Ron Davis, Arthur Manuntag, Takumi Nakayama, Christie Smith, Tan Wei Xiang, Greg Lyons, Timothy O’Dwyer, Tim de Cotta dan Rit Xu.
Bass juga banyak membuat komposisi dan aransemen, terutama untuk seksi brass dan woodwind untuk musisi satu regenerasi di atasnya, seperti Barry Likumahuwa, Dimas Pradipta, Janina Ahadi, bahkan musisi senior Candra Darusman. Menurut Bass, Jazz adalah dunia musiknya ketika dirinya berada direntang usia 14 hingga 22 tahun.
Kepribadian
Seiring berjalannya waktu, kepribadian musikalnya mulai tumbuh. Bass secara perlahan tapi pasti mulai open minded dan beranjak dari zona nyaman. Semakin mendalami dan mengerti teori fundamental akademis Jazz Bass makin bisa mengapresiasi musik yang lebih simple. Lalu Bass juga mengamati dan banyak berdiskusi dengan anak didiknya di Raffles School tempat Bass mengajar, yang menyukai musik kekinian.
“Begitu saya masuk sekolah jazz, banyak musisi yang lebih jago dan lebih musikal dibanding saya, tapi mereka bisa menerima musik ‘kekinian’. Ini pembelajaran buat saya. " ungkapnya. Dan kini Bass bereksplorasi dengan beragam genre, mulai dari musik pop, rock, dangdut dan lainnya. Bass pun menulis partitur lagu baik karyanya sendiri maupun orang lain.
Advertisement