Liputan6.com, Jakarta - Tingginya pencemaran laut yang mempelopori lahirnya gerakan sosial oleh masyarakat guna mendukung kebersihan dan kelestarian area laut, dibenarkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves, Safri Burhanuddin.
Hal ini, kata Safri, salah satunya disebabkan kebiasaan masyarakat utamanya daerah pesisir yang nilainya kurang bersih.
Advertisement
"Hampir semua daerah kumuh, khususnya kawasan nelayan, mereka di sekitarnya itu sangat jorok, anak-anaknya itu terbiasa lihat sesuatu yang kotor. Kalau dia terbiasa lihat yang kotor, maka yang kotor itu adalah sesuatu yang lumrah, karena tiap hari melihat. Tapi kalau tiap hari melihat yang bersih, maka kotor itu dianggap sesuatu yang tidak baik," beber Safri, Rabu (10/6/2020).
Untuk itu, Safri mengaku bahwa Kemenko Marves bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga terkait lainnya, menargetkan edukasi melalui mindset masyarakat, termasuk melalui kurikulum pendidikan.
"Jadi target kita teman-teman dari Kemenko maritim dan teman-teman dari LHK dan KKP bagaimana melakukan aksi bersih melalui mindset dia, melalui pendidikan dia, masuk di kurikulum," kata Safri.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kebiasaan
Lebih lanjut, Safri mengungkapkan apabila kebiasaan ini tak kunjung berubah, dan volume sampah di laut semakin meningkat, maka akan merusak keseimbanagn ekosistem laut. Smentara laut juga merupakan sumber absorpsi karbondioksida paling tinggi selain hutan.
"Karena kalau kita tidak merawat laut kita, dampaknya ikan kita habis. kalau nggak kita kelola itu jumlah sampahnya makin banyak daripada jumlah ikannya kan kita nggak mau nanti," ucap dia.
"Laut itu sumber absorpsi karbondioksida paling tinggi, jadi bukan cuma hutan," imbuh Safri.
Advertisement