Demi Bantu Pasien Corona COVID-19, Murid Kedokteran di India Minta Ujian Dihapus

Alih-alih membantu pasien terinfeksi Virus Corona COVID-19, murid-murid kedokteran di India meminta agar ujian ditiadakan.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jun 2020, 09:33 WIB
Tim dokter menutup ruang ICU RS Pertamina Jaya, Jakarta, Senin (6/4/2020). Secara keseluruhan RSPJ memiliki kapasitas 160 tempat tidur dengan 65 kamar isolasi dengan negative pressure untuk merawat pasien yang positif Corona. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, India - Ketika India mulai mencabut peraturan lockdown ketat meski angka penularan Virus Corona COVID-19 masih meningkat di negara tersebut, sejumlah universitas di India mengumumkan jadwal ujian akhir. Mereka khawatir tertular SARS-CoV-2 di tempat ujian, terutama bagi mereka yang mengambil jurusan medis. 

Di India, demi mendapatkan gelar dokter, mereka harus mengalami proses yang panjang. Setidaknya dibutuhkan lima tahun demi menempuh pendidikan ini. Sekolah ini termasuk magang yang dilakukan selama setahun di rumah sakit, setelah itu dokter dapat melanjutkan studi pascasarjana.

Pandemi Virus Corona jenis baru ini telah membuat banyak para siswa kedokteran harus maju di lini terdepan kesehatan, untuk merawat orang-orang yang terjangkit COVID-19. Ini, untuk membantu sistem perawatan kesehatan yang sudah terlalu terbebani - terutama di negara-negara seperti Maharashtra yang melampaui perhitungan nasional China setelah melampaui 85.000 kasus pada hari Minggu, seperti yang dikutip dari VICE, Rabu (10/6/2020). 

Para murid ini mengusung tagar #cancelmedicalexams secara online di media sosial. Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Dewan Medis India (MCI), setidaknya ada 900 mahasiswa kedokteran tahun terakhir dari Maharashtra memohon agar ujian ditunda atau dibatalkan karena alasan kemanusiaan. Surat ini datang segera setelah Universitas Ilmu Kesehatan Maharashtra (MUHS), badan ujian pengawas untuk mahasiswa kedokteran di negara bagian tersebut, mengumumkan jadwal ujian untuk mahasiswa sarjana ini.

"Untuk datang ke tempat ujian itu akan membuat siswa rentan terhadap transmisi dari komunitas," ujar Nilesh Jadhav, 28 tahun, Presiden Asosiasi Kesejahteraan Mahasiswa Medis Maharashtra kepada VICE melalui telepon.

“Itu juga berarti siswa yang meninggalkan Maharashtra karena jumlah kasus COVID yang tinggi sekarang harus kembali dan berisiko terinfeksi hanya untuk mengikuti ujian mereka," lanjutnya.

Tak hanya itu, menurut Jadhav, para murid yang telah bertugas di lini depan kesehatan dapat diizinkan untuk tidak mengikuti ujian, karena mereka telah mengaplikasikan seluruh buku pelajaran mereka selama tugas COVID-19 ini. 


Tidak Ada Tanggung Jawab yang Besar

dr Rahmadi Iwan Guntoro, Sp.P membungkus sepatu bootsnya dengan hazmat di Rumah Sakit Haji, Jakarta, Kamis (9/4/2020). Standar APD tingkat perlindungan 3 diperuntukkan untuk ruang prosedur dan tindakan operasi pada pasien dengan kecurigaan atau terkonfirmasi COVID-19. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Siswa sangat prihatin tentang klausa khusus dalam pedoman pemeriksaan yang dikeluarkan oleh Dewan Medis India (MCI). Disebutkan bahwa meskipun mengambil tindakan pencegahan, jika siswa melakukan kontrak dengan virus corona, universitas tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.

Universitas Ilmu Kesehatan Maharashtra (MUHS) mengabaikan masalah ini, dengan alasan mereka akan memberlakukan pedoman sanitasi dan pengelompokan sosial yang dikeluarkan oleh MCI untuk mengurangi risiko di semua pusat ujian.

"Siswa semakin dipengaruhi oleh beberapa universitas di dalam negeri, serta di luar India, membatalkan ujian, dan memprotes," kata seorang karyawan MUHS kepada VICE dengan syarat anonimitas.

"Tapi meskipun ada protes, kami belum mendapat peringatan dari dewan untuk menunda ujian."

Sementara itu, surat yang ditandatangani oleh mahasiswa pascasarjana mempertanyakan jurang pemisah antara keputusan menteri utama Maharashtra sebelumnya untuk membatalkan semua ujian universitas karena pandemi, hanya bagi gubernur negara bagian untuk pindah untuk mengembalikan mereka. Ini bolak-balik dalam pengambilan keputusan, kata mereka dalam surat itu, melukai "keadaan mental dokter yang bekerja dan menghambat perawatan pasien."

Surat itu lebih lanjut menyatakan, "Karena itu kami memohon kepada kemanusiaan Anda dan meminta Anda membatalkan ujian ini dan biarkan kami terus mengatur garis depan pertempuran ini tanpa hambatan oleh tekanan ini." Asosiasi Dokter residen Maharashtra (MARD) juga menuntut agar jika ujian tidak dilaksanakan, semua mahasiswa kedokteran harus mendapatkan setidaknya 45 hari untuk persiapan yang memadai.

Tak hanya itu, surat yang ditandatangi oleh murid pascasarjana memiliki banyak pertanyaan antara eputusan menteri utama Maharashtra sebelumnya menandatangi bahwa seluruh ujian ditiadakan akibat pandemi. Hanya beberapa bagian daerah yang memindahkan jadwal ujian mereka.Tak hanya itu surat yang diajukan oleh para murid juga tertulis, "Karena itu, kami memohon kemanusiaan Anda dan meminta Anda membatalkan ujian ini dan biarkan kami terus memimpin garis depan pertempuran ini tanpa hambatan oleh tekanan-tekanan ini."

Asosiasi Dokter residen Maharashtra (MARD) memutuskan bila ujian akan terjadi, setidaknya siswa yang bertugas di garis depan mendapatkan 45 hari untuk menyiapkan ujian mereka. 

India juga terkenal dengan sistem ujian yang ketat sehingga menyebabkan banyak siswa yang mengikuti ujian mengalami depresi dan stress. Dilaporkan juga akibat ini, banyak siswa yang melakukan bunuh diri. 

Reporter: Yohana Belinda

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya