Cerita Mahasiswi Manado Ujian Skripsi dari Tepi Pantai

Gadis cantik ini memilih pulang ke rumahnya di Desa Sangtombolang, Kecamatan Sangkub, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut). Jaraknya ratusan kilometer dari Manado, ibu kota Provinsi Sulut.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 11 Jun 2020, 12:00 WIB
Takutnya listrik padam, dan jaringan pun ikut hilang. Maka di pantai selain sinyal kencang, juga tidak hilang saat listrik padam.

Liputan6.com, Manado Pandemi Covid-19 yang belum juga berakhir, membuat kampus-kampus memperpanjang masa perkuliahan dari rumah. Bahkan, untuk ujian skripsi juga dilakukan secara online, seperti yang dialami Jessica Debora Daud, mahasiswi di Manado.

Jessica, mahasiswi Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Universitas Teknologi Sulawesi Utara (UTSU) Manado ini punya cerita unik, bagaimana dia mengikuti ujian akhir pendidikan sarjana Strata Satu (S1) pada, Rabu (10/6/2020).

"Kampus menerapkan sistem ujian online, sementara di daerah saya masih kesulitan jaringan internet," ungkap mahasiswi angkatan 2016 ini.

Saat kampus diliburkan sementara, gadis cantik ini memilih pulang ke rumahnya di Desa Sangtombolang, Kecamatan Sangkub, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut). Jaraknya ratusan kilometer dari Manado, ibu kota Provinsi Sulut.

"Khawatir jangan sampai ujian skripsi terkendala jaringan internet, saya mencari lokasi yang sinyalnya kencang yaitu di tepi pantai," ujarnya.

Untuk menjangkau Pantai Desa Apengsembeka, Bolmut, dia harus berjalan kaki sejauh 2 kilometer dari rumahnya. Karena kalau ujian dari rumah, dia juga khawatir listrik padam.  

"Takutnya listrik padam, dan jaringan pun ikut hilang. Maka di pantai selain sinyal kencang, juga tidak hilang saat listrik padam," tuturnya.

Untuk mempersiapkan ujian ini, selain berdoa dan belajar, dia juga harus menyediakan kuota data internet yang cukup agar tidak habis saat proses ujian berlangsung.

"Perlengkapan lainnya yang juga dibawa ke pantai saat ujian, yaitu power bank, dan makanan agar tidak kelaparan," tuturnya.

Di tepi pantai ini Jessica mempresentasikan sekaligus mempertahankan skripsinya kepada tiga dosen penguji, yakni Ahnes Tumbelaka, Frangky Robial, dan Hendri Rumengan.

Karena teriknya matahari di tepi pantai, saat proses tanya jawab, Jessica harus menggunakan payung untuk menahan sengatan sinar matahari di siang hari.

"Untung ada payung, kalau tidak saya bisa hilang konsentrasi karena cuaca panas," ujarnya.

Dalam kondisi yang abnormal itu, dia akhirnya mampu menyelesaikan ujian skripsi dan menyandang gelar sarjana.

"Tidak pernah terpikirkan sebelumnya kalau salah satu momen sakral dalam perjalanan menyelesaikan studi, yaitu ujian skripsi dilakukan dalam cara yang berbeda," ujarnya.  

Biasanya presentasi di hadapan dosen penguji dan pembimbing, serta ruangan ujian yang nyaman karena dilengkapi mesin pendingan ruangan. Namun karena situasi sedang darurat Covid-19, sehingga proses ujian harus dilakukan secara online.

"Saya merasa senang sudah menyelesaikan ujian skripsi dengan baik. Namun sedih juga, karena tidak ujian langsung di kampus," ujarnya.

Tidak ada acara foto-foto dengan dosen penguji dan pembimbing, juga dengan teman-teman sesama peserta ujian karena semua juga tidak di kampus.

Dia juga berterima kasih kepada dosen pembimbingnya Dwi Fitri Apriani dan Frans Lompoliuw sudah membimbingnya dengan baik, sehingga proses penyusunan skripsi hingga ujian bisa berjalan dengan lancar.

Rektor UTSU Manado Ruano Urbanus Senduk mengatakan, sejak diberlakukannya darurat Covid-19, kampus yang dia pimpin tetap melakukan kegiatan akademik, tetapi pelaksanaannya melalui sistem daring.

"Pelaksanaan ujian proposal dan skripsi tetap berjalan, tapi dilakukan secara online. Jadi dosen penguji dan pembimbing, serta mahasiswa tidak perlu datang ke kampus di Manado," ungkapnya.

Simak juga video pilihan berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya