Sidang Permohonan Uji Materi Kivlan Zen Dilanjut Senin 15 Juni 2020

Pada sidang perdana yang berlangsung sebulan lalu pada Rabu 13 Mei, Kivlan Zen hadir langsung di Gedung Mahkamah Konstitusi didampingi istri serta kuasa hukum.

oleh Rita Ayuningtyas diperbarui 11 Jun 2020, 07:55 WIB
Kivlan Zen menjawab pertanyaan awak media jelang memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus kepemilikan senjata api ilegal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020). Sidang untuk terdakwa Azwarni ditunda karena alasan kesehatan Kivlan Zen. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Sidang lanjutan pengujian Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang Senjata Api yang dimohonkan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen dijadwalkan berlangsung Senin 15 Juni 2020.

Antara melansir dari laman resmi Mahkamah Konstitusi, Rabu 10 Juni 2020, sidang lanjutan perkara dengan Nomor 27/PUU-XVIII/2020 itu beragendakan pembacaan perbaikan permohonan oleh pemohon atau kuasanya.

Sementara, dalam sidang perdana yang berlangsung sebulan lalu pada Rabu 13 Mei, Kivlan Zen yang hadir langsung di Gedung Mahkamah Konstitusi didampingi istri serta kuasa hukum, mendalilkan mendapat diskriminasi dalam penanganan kasusnya.

Diskriminasi yang didalilkan saat penangkapan Kivlan Zen, antara lain tanpa pendampingan kuasa hukum, penangkapan tidak sah dan penahanan yang juga tidak sah.

Pada sidang pertama, terdakwa kasus dugaan penyelundupan senjata api ilegal itu lebih banyak menjelaskan kronologi kasus dari mulai penangkapan pada 29 Mei 2019 hingga penetapan dirinya sebagai tersangka.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Penangguhan Penahanan Soenarko

Kivlan Zen dalam permohonannya juga mempersoalkan penangguhan penahanan Mayjen TNI (Purn) Soenarko yang telah ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus yang sama setelah mendapat jaminan dari sejumlah pihak, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.

Dengan adanya diskriminasi itu, Kivlan Zen meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya