Liputan6.com, Jakarta - Pandemi corona Covid-19 yang tengah melanda dunia, termasuk Indonesia, telah berdampak pada beragam hal. Satu di antaranya adalah pembatasan kegiatan di luar rumah hingga adanya penerapan aktivitas belajar hingga bekerja di rumah.
Begitu pula dengan pekerjaan yang dilakoni banyak orangtua. Tak hanya bekerja secara profesional, mereka juga berperan untuk mendidik dan membimbing buah hati tercinta. Lantas, bagaimana hal tersebut dapat berjalan selaras ketika mereka harus kembali bekerja di luar rumah usai work from home?
Psikolog keluarga, Ita D. Azly menyampaikan perlu dikonfirmasi terlebih dahulu apakah setelah orangtua kembali bekerja benar-benar sudah penuh waktu, baik untuk sang ibu dan ayah yang bekerja. Jikalau pun demikian, ada hal lain pula yang harus jadi perhatian.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau iya, yang di rumah siapa yang dijadikan mitra buat membantu selama di rumah, mereka bisa kontak dengan orang dewasa, apakah kakek-nenek, tante, om atau ada nanny-nya, perlu dipastikan dulu," kata Ita saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 10 Juni 2020.
Kepastian ini terkait apakah kedua orangtua bekerja dan ada mitra di rumah selama mereka bekerja agar anak-anak ada pendampingnya. Dikatakan Ita, ada hal yang jauh berbeda antara kini dan momen sebelumnya soal strategi yang dilancarkan.
"Kalau dulu memang sebelum ada pandemi orangtua bisa tenang meninggalkan rumah karena katakanlah kalau kedua orangtuanya bekerja, anak-anak punya keperluan makan, minum, istirahat, belajar ada yang menemani, juga les misalnya ada yang antarjemput," tambahnya.
"Sekarang berubah, kalau anak-anak masih di rumah belajar, orangtua harus ke kantor walaupun sekarang yang saya pahami bergiliran ke kantornya karena komposisi di kantor tidak 100 persen, tetapi 50 persen. Intinya, selama orangtua tidak ada di rumah tetap ada yang menjaga anak," jelas Ita.
Kondisi demikain membuat anak-anak harus tetap berada di rumah. Hal terssebut berarti situasi sekarang orangtua merasa lebih tenang karena buah hati ada di tempat yang lebih aman.
"Artinya mereka dipastikan safe di rumah, setiap orangtaua bisa tenang kerjanya hanya tetap komunikasi dengan anak tetap jalan itu kalau mereka bekerja di luar rumah," ungkapnya.
Ita melanjutkan, sebetulnya tak ada yang berbeda, melainkan hanya strategi untuk pendampingan untuk anak-anak perlu menyelaraskan dengan kondisi apakah mereka di rumah atau ada keperluan di luar rumah.
"Hal yang pertama dipikirkan adalah orangtua perlu membantu anak untuk tenang karena kadang-kadang mengecek ke rumah bukan karena anak-anak butuh orangtua ngecek tapi karena khawatir sendiri. Jadi, kalau menurut saya sebetulnya tak ada satu frekuensi yang pasti (menelepon buah hati) fleksibel saja," tambahnya.
Maka dari itu, penting adanya kerja sama dengan pendamping anak ketika orangtua sedang di luar rumah. Ita menyarankan untuk setiap minggu membuat pertemuan keluarga untuk bisa mengatur jadwal.
"Anak-anak kalau sudah di atas 5 tahun bisa diajak ngobrol karena mereka jadi tahu belajar manajemen waktu. Salah satu yang disiasati supaya orangtua dan anak merasa happy dan nyaman, orangtua tahu mengalokasi waktu kapan menelepon ke rumah, anak-anak menunggu dihubungi karena ready dan sudah disepakati," kata Ita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pentingnya Pertemuan Keluarga
Ita menyebut, jika orangtua memiliki kesempatan dapat membuat pertemuan keluarga setiap minggu. Momen ini dapat dimanfaatkan sebagai waktu berbagi dan memberikan informasi kepada buah hati, terkhusus bagi mereka yang berusia sekitar 5--10 tahun.
Kala itu, orangtua dapat memberitahu anak-anak soal waktu bekerja kedua orangtua. Meski saat ini kegiatan belajar mengajar belum dilakukan, orangtua saling menginformasikan untuk mengajak anak-anak saling memahami satu sama lain memiliki kesibukan.
"Ada yang kesibukan sama, ada yang berbeda. Kemudian ada juga misalnya anak-anak yang memberitahu lagi di situasi tertentu, bahwa mereka kangen dengan teman-teman juga guru, di satu sisi anak-anak punya situasi. Sebagai orangtua perlu pastikan anak baik-baik saja atau ada situasi khusus," kata Ita.
Pertemuan keluarga juga dapat dilakukan hanya antara anak dengan ibu atau ayah juga kedua orangtua, jika melihat anak tak dalam situasi yang cukup baik. Caranya dengan berbicara dengannya di kamar sedekat mungkin tanpa pihak lain di rumah.
"Ini sesuatu yang personal yang mereka perlu, dalam situasi seperti ini orangtua butuh mendukung anak-anak. Intinya perasaan nyaman dan aman adalah kebutuhan untuk anak yang perlu dipenuhi," jelasnya.
Dikatakan Ita, setiap anak tentu memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan rasa tak bahagia atau tak merasa tenang. Maka dari itu, katakan bahwa orangtua akan menyediakan kebutuhan itu.
"Anak-anak di atas 5--10 tahun sudah bisa diajak dialog berkaitan dengan apa yang mereka inginkan dan butuhkan jadi kita enggak menebak-nebak sendiri sebagai orangtua. Family meeting banyak yang bisa digali," ungkapnya.
Anak-anak perlu didengarkan sebagai bentuk rasa sayang dan perhatian orangtua karena terkadang mereka hadir dengan ide yang tak terpikir oleh orangtua. Seperti contoh orangtua yang memasang CCTV untuk memantau kegiatan buah hati.
"Rupanya ada yang tidak nyaman. Orangtua pikir itu nyaman dan anak ada kalanya itu bukan sesuatu yang nyaman, orangtuanya jadi ingin tahu terus. Atau ketika anak-anak yang memberi ide untuk tak selalu komunikasi dengan video call. Mendengarkan anak, orangtua bisa dapat insiatif lain untuk membuat mereka tetap nyaman," tutup Ita.
Advertisement
Kata Orangtua yang Bekerja
Setiap orangtua tentunya memiliki langkah-langkah yang berbeda dalam mengasuh, mendidik juga membimbing buah hati. Termasuk bagi mereka, orangtua yang bekerja, seperti Frita Dwi Susanti.
Ibu dua anak ini berprofesi sebagai staf tata usaha di salah satu Madrasah Tsanawiyah. Kembali bekerja di luar rumah pada awal pekan ini, membuat kebiasaan di rumah saat work from home berubah seketika dalam mengurus buah hati pertamanya yang berusia 5 tahun dan bayi yang baru berusia dua bulan.
"Sampai ada keputusan work from office kebiasaannya langsung berbeda, apalagi aku punya bayi yang biasanya mandi jam 9 pagi setelah itu berjemur. Jadi benar-benar baru penerapannya," kata Frita saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 11 Juni 2020.
Frita melanjutkan, sejak itu pula, setelah subuh sekitar 06.30 pagi, sebelum berangkat bekerja, ia memandikan kedua buah hati. Setelah itu, sang suami mengambil alih pengasuhan karena berangkat bekerja agak siang.
Sementara, putri Frita yang berusia lima tahun juga rutin mengaji dekat rumah yang juga diantarkan olehnya. Sementara sang suami bekerja, putra Frita yang berusia dua bulan bersama sang nenek untuk sementara.
Cerita lain datang dari Derpi Kartika, seorang ibu tiga anak yang bekerja sebagai marketing penyedia fastboat transfer hingga paket tur. Dalam beberapa waktu dekat, ia menyebut belum kembali bekerja di luar rumah.
Kendati demikian, dikatakannya, ia selalu memberi pendampingan soal belajar kepada buah hati ketika dibutuhkan meski ketika bekerja di luar rumah. Saat ini, putrinya yang berusia 10 tahun baru saja naik ke kelas 5 Sekolah Dasar, putranya naik ke kelas 3 Sekolah Dasar.
"Aku termasuk beruntung soalnya anak-anakku mandiri, belajar mandiri. Memang sekarang zaman digital, jadi kalau seandainya apa yang kurang jelas soal pelajaran, dia telepon ke aku," kata Derpi kepada Liputan6.com, Kamis, 11 Juni 2020.
Derpi melanjutkan ia akan membimbing buah hatinya dalam pengerjaan pekerjaan rumah yang tak dimengerti. Sebut saja tugas-tugas membuat artikel seperti yang dikerjakan putrinya.
Bicara soal menghubungi buah hati di rumah ketika bekerja, Derpi menyebut hanya sekali untuk memastikan kedua buah hatinya pulang dari sekolah. Sementara, putranya yang terkecil bersama sang nenek ketika ia bekerja di luar.