Kembangkan Sektor Pertanian, Indonesia Butuh Dana Rp 80 Triliun

sektor pertanian butuh anggaran yang cukup ebsar mengingat para petani masih belum bisa efisien dalam memproduksi.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 11 Jun 2020, 18:40 WIB
Petani mulai memanfaatkan lahan persawahan untuk tanam padi. (Dok Kementan)

Liputan6.com, Jakarta - Sektor pertanian di Indonesia masih harus dikembangkan agar bisa mewujudkan kesejahteraan para petani. Dengan segala keterbatasan fasilitas di sektor pertanian saat ini, Anggota Komisi VI DPR RI, yang sekaligus sebagai Ketua Umum Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI), Herman Khaeron, mengatakan setidaknya butuh Rp 80 triliun untuk memenuhi kebutuhan pertanian.

"Tadi saya menghitung dengan teman-teman, bahwa dibutuhkan minimalnya Rp 80 triliun untuk kebutuhan para petani kita," ujar Herman dalam Dialog Agribisnis Serie #1: Tantangan dan Peluang Agribisnis di Era New Normal, Kamis (11/6/2020).

"Kalau kemarin anggaran sektor pertanian sekitar Rp 20 triliun, kemudian dikurangi lagi Rp 8 triliun kan menyusut. Bukan kita menuju pada idealnya anggarannya dibutuhkan para petani," sambung dia.

Menurut Herman, anggaran ini masih diperlukan mengingat para petani yang masih belum bisa efisien dalam mendapatkan hasil jualnya, yang disebabkan panjangnya mata rantai dalam prosesnya.

"Kenapa tidak efisien, karena mata rantainya terlalu panjang. sementara produksi para petani kita rata-rata di dalam menghasilkan produknya dalam skala kecil," kata Herman.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Undang-Undang Perlindungan Pemberdayaan Petani

Petani mulai memanfaatkan lahan persawahan untuk tanam padi. (Dok Kementan)

Di sisi lain, Herman juga menyebutkan di dalam Undang-Undang Perlindungan Pemberdayaan Petani, sudah diberikan ruang yang cukup, hanya perlu konsistensi dari pemerintah untuk menjalankannya. Sebagai contoh, ketika petani susah mengakses pasar, maka sesuai UU tersebut maka pemerintah membukakan pasar yang mudah diakses untuk para petani.

Sementara, lanjut herman, bahkan pupuk bersubsidi diprediksi akan habis pada bulan Oktober. Hal ini akan berpotensi memperkecil kesempatan petani untuk mendapat keuntungan.

"Kalau Oktober adalah masa petani untuk bisa mendapatkan benefit, karena sekarang musim hujannya agak banyak, kemudian untuk mendapatkan benefit sebelum masuk musim kemarau, pupuknya tidak ada, kan berarti tidak ada opportunity untuk membangun semangat dirinya,' kata Herman.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya