Liputan6.com, Antwerp - Ketika demo anti-rasisme akibat kasus kematian George Floyd di Amerika Serikat terjadi pada dua pekan lalu, ada gejolak yang timbul di Eropa. Sekelompok massa melakukan aksi vandalisme terhadap patung Raja Leopold II yang berkuasa di Belgia pada akhir abad 19.
Patung itu diwarnai dengan cat merah, seakan menangis darah, bagian dadanya ditulis kata pardon (maaf), dan kuda yang dinaiki patung Raja Leopold ditulis kata BLM (Black Lives Matter).
Baca Juga
Advertisement
Kemarahan massa disebabkan kekejaman Raja Leopold II di Kongo. Saat itu, Belgia menjajah Kongo untuk mendapatkan komoditas gading dan kemudian karet.
Pemerintahan Raja Leopold II tak segan menerapkan cara sadis jika kuota karet tak dipenuhi.
Masyarakat Kongo diperbudak oleh Raja Leopold II. Ribuan orang Kongo ada yang digantung hingga dimutilasi apabila tidak berhasil memenuhi rasio karet.
Korban mutilasi tidak hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Hukuman lainnya bagi yang gagal memenuhi kuota adalah dicambuk sampai mati, dibuat kelaparan, hingga desanya dibakar.
Menurut Britannica, gencarnya Raja Leopold II mencari karet karena industri kendaraan sedang meningkat pada akhir abad 19. Alhasil, karet menjadi komoditas penting.
Taktik Leopold II untuk memastikan warga Kongo bekerja juga kejam. Ia menculik anak dan istri mereka, tetapi dibiarkan kelaparan. Para pekerja pun kerap bekerja sampai meninggal.
Tingginya angka kematian itu juga ditambah dengan nyawa puluhan ribu orang yang meninggal akibat memberontak terhadap rezim Leopold II.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Hati Kegelapan
Kekejaman di Kongo ditulis novelis Joseph Conrad dengan judul Heart of Darkness yang terbit pada 1899. Novel pendek itu masuk jajaran karya sastra Inggris yang paling terkenal terkait kolonialisme.
Novel ini ditulis Joseph Conrad ketika ia bekerja di Kongo, sehingga terinspirasi kisah nyata.
Karakter di novel itu bercerita mengenai kejahatan imperialisme di Kongo dan eksploitasi yang dilakukan terhadap masyarakat Kongo.
Hingga kini, novel Heart of Darkness masih sering menjadi subyek analisis di dunia sastra terkait dampak dari kolonialisme.
Advertisement