Liputan6.com, Jakarta Wall Street atau Bursa Amerika Serikat (AS) terpuruk ke penurunan terbesar satu hari dalam tiga bulan. Pemicunya, pedagang yang semakin khawatir tentang jumlah kasus virus corona meningkat di beberapa negara bagian AS yang dibuka kembali dari lockdown.
Saham-saham yang telah melonjak baru-baru ini di tengah harapan pembukaan kembali kegiatan ekonomi bisa berjalan lancar, justru memimpin penurunan.
Advertisement
Melansir laman CNBC, Dow Jones Industrial Average anjlok 1.861,82 poin, atau 6,9 persen menjadi ditutup pada posisi 25.128,17. Indeks S&P 500 turun 5,9 persen menjadi 3.002,10, sementara Nasdaq Composite turun 5,3 persen berakhir di 9.492,73.
Rata-rata indeks mencatatkan penurunan harian terburuk sejak 16 Maret, ketika semua turun lebih dari 11 persen. S&P 500 juga mencatatkan penurunan beruntun tiga hari pertamanya sejak awal Maret.
"Anda melihat psikologi di pasar diuji kembali hari ini karena para pedagang mempertimbangkan uptick terbaru pasien rawat inap akibat Virus Corona dan pandangan suram dari bank sentral AS," kata Dan Deming, Direktur Pelaksana KKM Financial. "
Dia mengatakan jika kenyataan saat ini, kondisi ini akan bertahan lebih lama daripada yang mungkin diantisipasi pasar saham.
Investor mulai meninggalkan saham maskapai, operator pelayaran dan retailer usai memborongnya selama sebulan terakhir di tengah ekspektasi pemulihan ekonomi yang cepat.
Saham United Airlines, Delta, Amerika dan American and Southwest misalnya. Semua saham perusahaan itu turun lebih dari 11 persen.
Saham Carnival Corp dan Norwegian Cruise Line masing-masing turun setidaknya 15,3 persen. Saham Gap dan Kohl ditutup lebih rendah masing-masing sebesar 8,1 persen dan 11,2 persen.
Saksikan video di bawah ini:
Gelombang Kedua
Kekhawatiran tentang gelombang kedua kasus virus corona telah meningkat ketika negara-negara bagian AS mendesak untuk pembukaan kembali dilakukan.
Texas melaporkan tiga hari berturut-turut memecahkan rekor rawat inap Covid-19. 9 negara bagian California melaporkan lonjakan kasus baru atau rawat inap.
Namun Menteri Keuangan Steven Mnuchin mengatakan, "kita tidak bisa mematikan perekonomian lagi.
"Kebijakan moneter dari Federal Reserve tidak dapat mengimbangi gelombang kedua Covid yang parah terjadi," kata Dennis DeBusschere, Analis Riset Makro Evercore ISI, dalam sebuah catatan.
“Kasus baru dan rawat inap meningkat dan investor khawatir bahwa protes baru-baru ini akan memicu gelombang infeksi, risiko pertumbuhan ekonomi dan pendapatan akan meningkat. Perkiraan nilai wajar S&P turun sebagai hasilnya."
Advertisement