Penyerangnya Dituntut 1 Tahun Penjara, Novel Baswedan Ungkap 4 Kekecewaan

Dalam kicauannya, Novel Baswedan menyebut bahwa persidangannya hanya formalitas semata.

oleh Maria Flora diperbarui 12 Jun 2020, 09:17 WIB
Penyidik KPK Novel Baswedan saat memberi keterangan pers di sela silaturahmi dengan WP KPK di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta, Minggu (17/6). Silaturahmi digelar dalam rangka Idul Fitri. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutuskan dua penyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dengan air keras divonis 1 tahun penjara.

Menurut jaksa penuntut umum (JPU), ada sejumlah hal yang meringakan hukuman terhadap terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis. Mengakui semua perbuatan, berkelakuan baik, dan Ronny diketahui telah mengabdi selama 10 tahun pada institusi Polri.

"Yang bersangkutan juga meminta maaf dan menyesali perbuatannya. Di persidangan dia menyampaikan memohon maaf kepada keluarga Novel Baswedan, dan meminta maaf institusi polisi, institusi Polri itu tercoreng," ujar Jaksa Ahmad Patoni usai persidangan di PN Jakarta Utara, Kamis, 11 Juni 2020.

Sementara, hal memberatkan kedua terdakwa diyakini punya niatan menyerang Novel Baswedan karena alasan dendam. Novel dinilai telah berkhianat terhadap Polri saat sudah berstatus sebagai penyidik KPK.

Terdakwa Ronny juga dinilai telah mencoreng nama institusi Polri. Sebab diketahui, Ronny adalah seorang polisi berpangkat brigadir dalam Korps Brimob Polri.

Sebelum vonis 1 tahun dijatuhkan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dijatuhi sejumlah pasal, yakni Pasal 351 atau Pasal 353 atau Pasal 355 ayat ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan hukuman sekurangya 7 tahun penjara.

Dalam surat dakwaan, tertulis keduanya telah melakukan penganiayaan berat terencana terhadap Novel Baswedan.

Lantas, apa kata Novel terhadap vonis tersebut:

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Kebobrokan Tengah Dipertontonkan

Penyidik KPK Novel Baswedan usai menggunjungi gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/4). Novel Baswedan selesai menjalani perawatan di rumah sakit Singapura yang kedua hingga kini kasus penyiraman air keras genap satu tahun. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan geram dengan persidangan teror air keras terhadap dirinya. 

Terlebih saat dua terdakwa penyerangnya, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, hanya dituntut 1 tahun penjara. Novel sudah menduga hal-hal seperti ini akan terjadi.

"Memang hal itu sudah lama saya duga, bahkan ketika masih diproses sidik dan awal sidang. Walaupun memang hal itu sangat keterlaluan, karena suatu kebobrokan yang dipertontonkan dengan vulgar tanpa sungkan atau malu," ujar Novel Baswedan saat dikonfirmasi, Kamis, 11 Juni 2020.


Miris Melihat Penegakan Hukum di Tanah Air

Penyidik senior KPK Novel Baswedan saat jeda pemeriksaan kasus penyiraman air keras terhadapnya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (6/1/2020). Polisi memeriksa Novel Baswedan sebagai saksi setelah menetapkan dua tersangka penyerangan.(Liputan6.com/Johan Tallo)

Novel pun mengaku miris melihat institusi penegak hukum di Indonesia. Novel juga miris dengan cara menegakkan hukum di Tanah Air.

"Selain marah, saya juga miris karena itu menjadi ukuran fakta, sebegitu rusaknya hukum di Indonesia. Lalu bagaimana masyarakat bisa menggapai keadilan? Sedangkan pemerintah tak pernah terdengar suaranya (abai)," kata penyidik KPK ini.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum menutut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan hukuman penjara 1 tahun terhadap dua terdakwa penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," ucap jaksa dalam tuntutannya.

Dalam pertimbangannya, jaksa menyebut hal yang memberatkan bagi para terdakwa adalah perbuatan mereka telah mencederai kehormatan institusi Polri.


Persidangan Hanya Formalitas Semata

Penyidik senior KPK Novel Baswedan memberikan keterangan usai diperiksa oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Polisi di Gedung KPK, Kamis (20/6/2019). Novel diperiksa terkait kasus penyiraman air keras hingga mata kirinya buta diharapkan bisa menemukan titik terang. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Lewat akun media sosial Twitter-nya, Novel Baswedan berkomentar terkait tuntutan 1 tahun terhadap dua terdakwa perkara penyerangan air keras terhadap dirinya.

Dalam kicauannya, Novel menyebut bahwa persidangannya hanya formalitas semata. Menurut dia, hal itu terbukti dengan tuntutan ringan yang dilayangkan jaksa penuntut umum terhadap Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.

"Melihat kebusukan semua yang mereka lakukan, rasanya ingin katakan terserah. Tapi yang mereka lakukan ini akan menjadi beban diri mereka sendiri, karena semua akan dipertanggungjawabkan," twit Novel, Kamis, 11 Juni 2020. 

Dalam kicauannya, Novel Baswedan menandai Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Saat dikonfirmasi langsung, Novel menyebut bahwa apa yang dia terima hari ini merupakan hasil dari kinerja Jokowi dalam membangun hukum.

"Saya malah melihat bahwa ini fakta hasil kerja Presiden Jokowi dalam membangun hukum selama ini," kata Novel kepada Liputan6.com.

"Saya sudah tanggapi dengan tidak percaya sejak awal, hingga malu sebenarnya terus mengkritisi kebobrokan ini," kata Novel.


Pesimis Sejak Awal

Novel Baswedan bersama Wadah Pegawai (WP) KPK memperingati 500 hari penyerangan terhadap dirinya di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/11). Penyidik senior KPK itu diserang dengan air keras pada 500 hari lalu. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Novel mengaku sejak awal memang sudah pesimistis kasus yang membuat kedua matanya tak bisa melihat dengan normal ini akan diungkap dengan gamblang.

"Persekongkolan, kerusakan dan kebobrokan yang dipertontonkan dengan vulgar, menggambarkan bahwa memang sedemikian rusaknya hukum di Indonesia. Hal lain yang perlu kita lihat adalah bagaimana masyarakat bisa berharap mendapatkan keadilan dengan keadaan demikian," kata Novel.

Kejanggalan-kejanggalan dalam persidangan yang sempat diungkap Novel salah satunya terkait dengan dakwaan yang menyebut dirinya disiram air aki.

Novel sempat menyatakan keberatan disebut disiram dengan air aki di hadapan majelis hakim PN Jakarta Utara.

"Maaf yang mulia, saya keberatan kalau disebut disiram dengan air aki. Saya punya bukti kalau itu bukan air aki," ujar Novel di PN Jakarta Utara, Kamis, 30 April 2020. Saat itu Novel dihadirkan sebagai saksi.

Keberatan Novel ini tak diterima langsung oleh hakim. Saat itu, menurut hakim, ada waktunya untuk proses pembuktian apakah cairan yang membuat mata Novel rusak itu adalah air aki atau air keras.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya