Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), terus genjot distribusi BBM ke desa-desa demi terwujudnya BBM satu harga di seluruh negeri.
Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa, menyampaikan bahwa saat ini, tercatat sebanyak 7.251 lembaga penyalur BBM, meliputi SPBU, SPBN, APMS, SPBB, dan 192 terminal BBM di Seluruh Indonesia yang tengah diawasi oleh BPH Migas.
"Padahal idealnya kita berharap, BPH Migas kepengen di setiap desa itu punya penyalur, atau SPBU. Tinggal kategorinya saja, apakah mini ataukah sedang atau yang besar. Tapi kita pengen untuk menjamin ketersediaan BBM di seluruh NKRI mestinya idealnya dibangun di 75 ribu desa," ujar dia dalam Webinar Dampak COVID-19 Terhadap Sektor BBM, Jumat (12/6/2020).
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, untuk menjamin distribusi BBM, perlu juga dilakukan pengawasan terhadap kegiatan pengangkutan dan niaga gas bumi melalui pipa dengan panjang pipa transmisi 5.192,12 Km dan panjang pipa distribusi 6.133,54 Km.
"Untuk pipa-pipa yang pernah dibangun, transmisi, distribusi, ribuan kilo ini perlu diawasi," kata dia.
Sebagai informasi, berdasarkan paparan Fanshurullah, tercatat BBM yang tersalurkan adalah 83,3 juta KL/tahun. dengan jumlah Badan Usaha yang diawasi sejumlah 1.166 BU BBM dan 35 BU Gas Bumi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harga Minyak Merangkak Naik, BBM Makin Sulit Turun?
Harga minyak terus menguat dalam beberapa waktu terakhir. Seperti di Amerika Serikat (AS), dimana minyak mentah jenis Brent naik 34 sen menjadi USD 41,52 per barel, dan West Texas Intermediate meninggi 66 sen (1,7 persen) menjadi USD 39,60 per barel.
Berbagai kenaikan tersebut didorong oleh harapan akan kebangkitan perekonomian dunia dari pandemi virus corona (Covid-19) yang menghancurkan harga bensin, diesel, dan bahan bakar jet.
Lantas, apakah kenaikan harga minyak tersebut akan membuat harga bahan bakar minyak (BBM) di Tanah Air menjadi semakin sulit turun dalam waktu dekat?
Koordinator Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM sekaligus Pengamat Energi Marwan Batubara menjelaskan, kenaikan harga minyak saat ini baru akan jadi perhitungan untuk penetapan harga BBM satu sampai dua bulan kemudian.
"Berarti kita harus lihat untuk bulan Juli. Karena menurut peraturan yang ada, harga dilihat dari 1-2 bulan sebelumnya, diambil rata-ratanya, itulah yang jadi patokan untuk dimasukan ke dalam formula," terangnya dalam sesi teleconference, Kamis (11/6/2020).
Adapun formulasi harga tersebut mengacu pada Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 62K/Mem/2020 tanggal 28 Februari 2020.
Dalam aturan tersebut, penentuan parameter bulan berjalan dalam rumusan harga jual BBM menjadi dua bulan atau setiap tanggal 25 dua bulan sebelumnya sampai tanggal 24 sebulan sebelumnya.
"Sama juga dengan dolar, diambil rata-ratanya. Kalau sekarang naik jadi USD 40, itu nanti kita lihat lagi di bulan Juli atau Agustus," sambung Marwan.
"Ini penting dipahamkan kepada publik agar tidak gampang tertipu dari retorika pejabat pemerintah," cibir dia.
Advertisement