Pengunaan Pukat Cincin Kembali Diizinkan, Susi Pudjiastuti Kritik KKP

Ketika menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti melarang penggunaan cantrang dan pukat troll.

oleh Tira Santia diperbarui 12 Jun 2020, 13:10 WIB
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat acara diskusi "Ngopi Bareng Presiden PKS" di DPP PKS, Jakarta, Senin (20/1/2020). Diskusi ini mengangkat tema "Sengketa Natuna dan Kebijakan Kelautan". (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019 Susi Pudjiastuti mengkritisi dipebolehkan kembali penggunaan Pukat cincin (Purse seine) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang saat ini dipimpin oleh Menteri Edhy Prabowo.

“Sekarang KKP bahkan memperbolehkan Purse seine yang ditarik dengan dua kapal, ini tuna Indonesia akan habis, dua kapal tarik jaring Purse seine luar biasa itu yang dilakukan kapal-kapal Vietnam mencuri di Natuna,” kata Susi Pudjiastusi dalam suatu diskusi online, Jumat (12/6/2020).

Ia mengatakan bahwa pada saat kepemimpinannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019 melarang penggunaan cantrang dan pukat troll yang digunakan kapal eks asing, yang bertujuan untuk mengontrol perkembangan ikan-ikan di Indonesia agar terjaga kuota ikannya.

“Kapal cantrang kita larang karena kebanyakan kapal eks asing  pake troll, troll dengan cantrang itu identik, kalau ada ilmuwan yang mengatakan berbeda, kan cantrang itu ditarik dan troll di seret, saya tidak tahu bedanya apa,” jelasnya.

Kemudian, Susi Pudjiastusi pun menyesalkan dengan keputusan KKP yang memperbolehkan kembali  penggunaan kedua alat tersebut untuk menangkap ikan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Lawan Pencurian Ikan

Menteri KKP Susi Pudjiastuti menenggelamkan 18 Kapal Perikanan Asing (KIA) ilegal di Perairan Pulau Datuk, Mempawah, Kalimantan Barat, Minggu (6/10). Pada tanggal 4 Oktober 2019, sebanyak 3 kapal juga telah dimusnahkan di Sambas. (Foto: KKP)

Sehingga menurut Susi pengertian kita semua harus disamakan, terkait apakah Indonesia itu termasuk ocean going fisheries (perikanan lautan lepas) atau costal fisheries (perikanan lautan pesisir). 

Menurut Susi, Indonesia berada di exclusive economic zone (EEZ) 200 mil yang bisa mengundang pelaku illegal fishing dengan bebas melakukan praktiknya.

“Maka kalau tidak dipasangin rumpon maka kita akan kepinggir tidak ke tengah, seperti di Natuna mereka mendapat ikan-ikan eksotik, cakalang besar. Nah kapal Vietnam memakai troll untuk mencari ikan ruca, yang mana dari investigasi kita ikan ruca yang ditangkap kapal Vietnam itu untuk jalan mendapatkan lobster-lobster yang dibesarkan bibitnya dari Indonesia, itu sangat kompleks,” ujarnya.

Ia pun menceritakan pengalamannya bahwa dirinya berjuang melawan illegal fishing dari tahun 2005, bukan setelah dirinya menjabat sebagai Menteri periode Kabinet Presiden Joko Widodo yang lalu, karena dulu  dirinya kerja perikanan sampai akhirnya berhenti karena tidak ada ikan.

“Sebelum tahun 2000 ikan di Pangandaran puluhan ton, saya bisa ekspor 3 kali, setelah tahun 2001 kesini makin kurang, rupanya pemerintah Indonesia mulai mengizinkan kapal asing untuk registrasi di Indonesia, mulailah penangkapan ikan besar-besaran, mau bagaimana laut Indonesia? akan menjadi masa depan bangsa atau karena kita paling banyak memikirkan hal di darat,” pungkasnya.   

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya