Diamputasi Setelah Gempa Dahsyat, Liao Zhi Temukan Keajaiban Menari Tanpa Kaki

Liao Zhi adalah salah satu korban selamat dari tragedi gempa bumi Sichuan, China 2008 silam. Namun, akibat bencana tersebut kedua kakinya harus diamputasi.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 13 Jun 2020, 10:00 WIB
Ilustrasi menari (Foto: unsplash.com/Ahmad Odeh)

Liputan6.com, Jakarta Liao Zhi adalah salah satu korban selamat dari tragedi gempa bumi Sichuan, China 2008 silam. Namun, akibat bencana tersebut kedua kakinya harus diamputasi.

Tak hanya kehilangan dua kaki, perempuan usia 35 ini juga harus kehilangan anak perempuan dan tak lama setelah amputasi sang suami menceraikannya.

Di hari kejadian, ia sempat terkubur reruntuhan selama lebih kurang 30 jam sebelum dievakuasi. Namun, ia bersyukur bisa tetap hidup. Keputusan amputasi pun diambil tanpa ada rasa ragu.

Walau demikian, dengan dua kaki palsu ia bisa menjalani hari-hari layaknya orang tanpa disabilitas. Kegiatan seperti menaklukan tembok raksasa China, berenang, bersepeda, bahkan olahraga panjat tebing bisa ia lakukan.

“Aku diamputasi tapi bukan berarti aku hidup sengsara,” ujar Liao kepada South China Morning Post.

Gempa bumi yang dialaminya bukan sekadar tragedi tapi memaksanya untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa dalam waktu singkat.

“Perlu 10 tahun untuk seseorang berkembang dari biji menjadi buah, tapi karena malapetaka itu aku dapat mengerti sesuatu di usia 23 padahal seharusnya aku mengerti sesuatu tersebut di usia 30. Aku bersyukur, walau bagaimanapun pelajaran dari tragedi itu sangat berarti bagiku.”

Simak Video Berikut Ini:


Aktif Menari

Hal lain yang menjadi ciri khasnya adalah keaktifannya dalam menari. Ia tahu kakinya telah hilang namun bakatnya dalam menari tidak.

Bahkan, dua bulan setelah operasi perempuan berkulit putih ini kembali ke panggung untuk mempertontonkan bakatnya.

“Penampilan pertamaku setelah operasi membuatku mengembangkan pemahaman tentang tarian. Aku merasa terhubung dengan penonton. Seperti saling memengaruhi satu sama lain. Jadi aku bisa merasakan lagi keajaiban dari sebuah tarian.”

Tak dapat dimungkiri ada yang mengganggu perasaannya ketika ia menyadari bahwa kini ia tak bisa bergerak natural seperti biasanya.

“Yang paling menyulitkan, aku tidak bisa menggerakkan pergelangan kaki. Jadi aku tidak dapat terlalu menekuk lututku dan tidak memungkinkan untuk berjinjit atau melenturkan kaki. Itu membuatku kaku dan kurang lentur saat menari.”

Namun, dorongan dari suami keduanya membuat semangat kembali naik. Sang suami selalu mendukung dan berharap yang terbaik bagi Liao.

“Dia bilang penonton tidak akan hanya fokus pada kaki tapi pada keseluruhan gerakan, ekspresi wajah, dan kerja keras yang dilakukan.”

Tahun lalu, ia dan suami  membuka pusat rehabilitasi untuk membantu para difabel China agar setara dengan masyarakat lainnya.

“Aku berharap seluruh difabel di China dapat diterima oleh masyarakat dan semoga masa depan mereka cerah.”  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya