Tuntutan Ringan Penyerang Novel Baswedan, Jokowi Didesak Evaluasi Kejaksaan

Pihaknya juga mendesak Jaksa Agung mengevaluasi JPU terkait materi tuntutannya yang terindikasi keliru secara konsep hukum pidana.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 12 Jun 2020, 13:36 WIB
Suasana sidang perdana kasus penyiraman terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020). Dua terdakwa, yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengevaluasi kinerja kejaksaan dan kepolisiaan terkait tuntutan ringan yang diberikan kepada pelaku penyerangan air keras kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Pasalnya, dua pelaku penyerangan Novel yang merupakan anggota Polri itu hanya dituntut 1 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.

"Mendesak kepada Presiden RI untuk mengevaluasi kinerja Kejaksaan dan Kepolisian yang terkait dengan praktik pemberian tuntutan minimal," kata Peneliti PSHK Giri Ahmad Taufik dalam keterangannya, Jumat (12/6/2020).

Menurut dia, tuntutan ringan yang diberikan jaksa kepada pelaku penyerangan Novel berpotensi melemahkan perlindungan terhadap aparat penegak hukum dan upaya penegakan hukum secara umum. Khususnya, terhadap kasus-kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan para pejabat di institusi pemerintah.

Selain itu, Giri mengatakan pihaknya juga mendesak Jaksa Agung untuk mengevaluasi jaksa penuntut umum terkait dengan materi tuntutannya yang terindikasi keliru secara konsep hukum pidana. Menurut dia, tunturan rendah tersebut telah mencederai rasa keadilan bukan hanya bagi Novel dan keluarga namun juga masyarakat.

"Tuntutan penjara 1 tahun tidak berdasarkan pada hukum dan fakta yang terungkap, dan mengabaikan fakta motif terkait dengan ketidaksukaan terhadap Novel sebagai penyidik KPK yang membongkar kasus korupsi di institusi Kepolisian RI, dengan menganggapnya sebagai pengkhianat," jelas Giri.

Dia menyebut motif tersebut membuat perbuatan pelaku tidak bersifat pribadi, tetapi institusional. Tuntutan tersebut dinilai tidak mencerminkan prinsip negara hukum yang baik dan peradilan yang tidak memihak.

"Tuntutan minimum tersebut juga tidak berkesuaian dengan hukum yang ada," ucap dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Pertimbangkan Fakta Hukum

Tak hanya itu, PSHK turut meminta hakim mempertimbanglam fakta dan hukum dengan cermat. Dia berharap majelis hakim dapat menjerat dua pelaku penyerangan Novel dengam Pasal 355 ayat (1) dengan ancaman pidana 12 tahun penjara seperti dakwaan pertama jaksa.

"Meminta hakim untuk mempertimbangkan fakta dan hukum secara cermat," tutur Giri.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya