Liputan6.com, Aceh - Pemerintah Aceh Tengah melalui dinas terkait mengambil langkah pencegahan dalam masa pagebluk dengan menyediakan masker kain sebanyak 300 ribu lembar untuk masyarakat. Biaya pengadaannya menggunakan APBK sebanyak Rp2,1 miliar.
Pembuatan ribuan masker menggunakan anggaran refocusing diprediksi akan rampung pekan depan. Selanjutnya, akan dibagikan secara bertahap dengan target awal sebanyak 200 ribu lembar.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan data terbaru yang dirilis oleh dinas kependudukan setempat, total penduduk di kabupaten tersebut sebanyak 214.868 jiwa per Desember 2019. Angka tersebut merupakan hasil penjumlahan dari 295 desa di 14 kecamatan.
Mengikuti jumlah kebutuhan total penduduk per jiwa, harusnya, anggaran untuk pengadaan masker tidak mencapai Rp2,1 miliar, hanya sekitar Rp 1.503.796.000. Inilah yang kemudian disorot oleh lembaga antirasuah di kabupaten tersebut.
Koordinator Jang-Ko (Jaringan Anti Korupsi Gayo), Maharadi, menuding bahwa anggaran tersebut berpeluang besar dikorupsi. Dalam perjalanannya, anggaran pembuatan masker dengan memanfaatkan keterampilan penjahit lokal rawan sekali dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Modusnya, dengan meminta jatah penurunan harga yang sudah ditetapkan. Misalnya harga per satuannya Rp7.000, namun para pihak penjahit hanya menerima ongkos jahit Rp5.000-3000," tukas Maharadi, dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Jumat siang (12/06/2020).
Selain itu, ia menilai pengadaan masker secara besar-besaran sudah tidak begitu relevan lagi hari ini. Pasalnya, sekarang banyak yang menggunakan masker kain yang bisa dipakai ulang setelah dicuci, seiring menjamurnya lapak-lapak penjual masker.
"Lainnya, rentan untuk pengklaiman jumlah masker yang dibagi ke warga, misalnya yang dibagi hanya 150 ribu masker, namun yang diklaim dibagi 300 ribu masker," tambah dia.
Ia berharap penegak hukum mengontrol secara serius atau mengawasi secara ketat terkait dengan pengadaan ribuan masker tersebut, mulai dari proses anggaran sampai penyaluran. Hal lain yakni melibatkan masyarakat sipil untuk membuat portal-portal pengaduan atas setiap penyimpangan yang terjadi di lapangan.