Mantan Menpora Imam Nahrawi Dituntut Jaksa Bayar Uang Pengganti Rp 19,1 Miliar

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, dituntut Jaksa penuntut umum Komisi KPK pidana 10 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jun 2020, 18:35 WIB
Mantan Menpora, Imam Nahrawi mendengarkan bacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam secara online di Gedung KPK, Jakarta,Jumat (12/06/2020). Imam Nahrawi terkait kasus dugaan suap dana hibah pemerintah kepada KONI melalui Kemenpora sebesar 17 miliar. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta- Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, dituntut Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pidana 10 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain pidana pokok, jaksa juga menuntut Imam Nahrawi membayar uang pengganti atas perbuatannya menerima suap dana hibah KONI. Imam juga dinilai terbukti menerima gratifikasi.

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Imam Nahrawi untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 19.154.203.882," ujar jaksa KPK Ronald Worotikan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (12/6/2020).

Jaksa Ronald mengatakan, jika uang pengganti tersebut tak dibayar Imam Nahrawi dalam jangka waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda Imam Nahrawi akan disita.

"Dalam hal terpidana tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 3 tahun," kata jaksa.


Hak Politik Dicabut

Tak hanya itu, jaksa juga menuntut agar hakim mencabut hak politik Imam Nahrawi selama 5 tahun setelah menjalani masa pidana pokok. Imam tak bisa memilih maupun dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.

Dalam menjatuhkan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

 


Dianggap Menghambat Prestasi Atlet

Mantan Menpora, Imam Nahrawi mendengarkan bacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam secara online di Gedung KPK, Jakarta,Jumat (12/06/2020). Imam Nahrawi terkait kasus dugaan suap dana hibah pemerintah kepada KONI melalui Kemenpora sebesar 17 miliar. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Untuk hal yang memberatkan, perbuatan Imam Nahrawi dianggap telah menghambat perkembangan dan prestasi atliet Indonesia yang diharapkan dapat mengangkat nama bangsa di bidang Olahraga. Imam dinilai tidak kooperatif dan tidak mengakui terus terang seluruh perbuatan yang dilakukannya, dan tidak menjadi teladan yang baik sebagai pejabat publik.

"Hal-hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama pemeriksaan di persidangan, terdakwa masih memiliki tanggungan keluarga," ujar jaksa Ronald.


Tuntutan Jaksa

Tuntutan diberikan lantaran penuntut umum meyakini Imam terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi suap Rp 11,5 miliar bersama-sama dengan mantan asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Ulum sebelumnya dituntut sembilan tahun penjara denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

Uang yang diterima Imam ini untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.

Jaksa juga meyakini Imam terbukti bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp 8.648.435.682 bersama-sama Ulum. Ulum berperan sebagai perantara uang yang diterima dari berbagai sumber untuk Imam Nahrawi.

 


Langgar UU No 31 Tahun 1999

Mantan Menpora, Imam Nahrawi mendengarkan bacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam secara online di Gedung KPK, Jakarta,Jumat (12/06/2020). Imam Nahrawi terkait kasus dugaan suap dana hibah pemerintah kepada KONI melalui Kemenpora sebesar 17 miliar. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Perbuatan Imam itu dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain itu, Imam diyakini melanggar Pasal 12B ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

(Fachrur Rozie/Mevi Linawati)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya