Jerat Hukum KPK untuk 2 Mantan Dirut PT Dirgantara Indonesia

KPK menjerat dua mantan Dirut PT Dirgantara Indonesia sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam kegiatan penjualan dan pemasaran di PT DI tahun 2007-2017.

oleh Maria Flora diperbarui 12 Jun 2020, 23:44 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (12/6/2020). (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua mantan Direktur PT Dirgantara Indonesia, Budi Santoso (BS) dan Irzal Rinaldi Zailani (IRZ) sebagai tersangka atas kasus korupsi terkait penjualan dan pemasaran di PT DI tahun 2007-2017.

"Di mana selama proses penyelidikan telah ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup terkait proyek tersebut," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (12/6/2020).

Kasus dugaan korupsi ini berawal dari laporan Federasi Serikat Pekerja BUMN kepada KPK pada 2016 silam. 

Saat itu, Ketua Harian Federasi Serikat Pekerja BUMN Prakoso Wibowo, mengatakan negara telah dirugikan akibat korupsi sebesar Rp 8 miliar, dari 24 kasus yang dilaporkan.

Berikut awal mula dua mantan Dirut PT DI terlibat kasus korupsi di tubuh perusahaan penerbangan negara ini hingga ditetapkan tersangka oleh KPK:

 

 


Kronologis Kasus Korupsi

Mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Budi Santoso berjalan keluar usai ditetapkan sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6/2020). KPK menahan Budi Santoso dalam kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran pesawat PTDI tahun 2007-2017. (merdeka.com/Imam Buhori)

Kasus korupsi yang menjerat dua mantan dirut PT DI, disebut Irjen Firli bermula pada awal tahun 2008. Dimana kedua tersangka bertemu dengan Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure dan Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan.

Mereka menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT DI untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya. Termasuk biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan. 

"Selanjutnya tersangka BS mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra/keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun, sebelum dilaksanakan, tersangka BS meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN," kata Firli.

Firli mengatakan, Budi memerintahkan Irzal dan Arie Wibowo menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra/keagenan. Kemudian Irzal menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra/agen.

Menurut Firli, mulai Juni 2008 sampai 2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

"Atas kontrak kerjasama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama," kata Firli.

Dia melanjutkan, bahwa pada tahun 2011, PT Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen, setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

Selama tahun 2011 hingga 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada 6 perusahaan tersebut sekitar Rp 205,3 milyar dan USD 8,65 juta.


Permintaan Sejumlah Uang Lewat Tunai dan Transfer

Mantan Direktur Niaga PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Irzal Rinaldi Zailani meninggalkan Gedung KPK usai ditetapkan sebagai tersangka di Jakarta, Jumat (12/6/2020). KPK menahan Irzal dalam kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran pesawat PTDI tahun 2007-2017. (merdeka.com/Imam Buhori)

Setelah keenam perusahaan tersebut menerima pembayaran dari PT Dirgantara Indonesia, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (persero) di antaranya Budi Santoso, Irzal Rizaldi, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.

"Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara, dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia sekitar Rp 205,3 milyar dan USD 8,65 juta," kata Firli.

Budi dan Irzal disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.


Ditahan 20 Hari ke Depan

Mantan Direktur Niaga PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Irzal Rinaldi Zailani (kiri) meninggalkan Gedung KPK usai ditetapkan sebagai tersangka di Jakarta, Jumat (12/6/2020). Irzal ditahan dalam kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran pesawat PTDI tahun 2007-2017 (merdeka.com/Imam Buhori)

Usai ditetapkan tersangka, keduanya diperiksa oleh tim penyidik KPK. Usai diperiksa, Budi dan Irzal langsung ditahan tim penyidik selama 20 hari ke depan.

"Setelah dilakukan pemeriksaan kepada kedua tersangka, penyidik akan melakukan penahanan untuk 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 12 Juni 2020 sampai dengan 1 Juli 2020," ujar Ketua KPK Komjen Firli Bahuri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (12/6/2020).

Dia menyebut, Budi Santoso ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, sementara Irzal ditahan di Rutan KPK di belakang Gedung Merah Putih.

"KPK akan terus berupaya semaksimal mungkin menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan kerugian negara sebagai bentuk upaya penyelamatan keuangan negara," kata Firli.


Diduga Rugikan Negara Rp 300 Miliar

Mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Budi Santoso berjalan keluar usai ditetapkan sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6/2020). KPK menahan Budi Santoso dalam kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran pesawat PTDI tahun 2007-2017. (merdeka.com/Imam Buhori)

Selain itu, KPK juga menduga, Budi Santoso dan Irzal serta sejumlah pihak lain diduga telah merugikan keuangan negara sekitar Rp 205,3 miliar dan USD 8,65 juta atau sekitar Rp 300 miliar dalam kasus ini.

"Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia sekitar Rp 205,3 miliar dan USD 8,65 juta," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6/2020).

Nilai kerugian negara itu berasal dari jumlah pembayaran yang dikeluarkan PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen penjualan dan pemasaran dari tahun 2008 hingga 2018. Padahal, keenam perusahaan itu tidak pernah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian.


Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya