Prediksi Harga Emas Dunia pada Pekan Ini

Emas telah berhasil membalikkan kerugiannya sekitar minggu ini dengan logam mulia yang reli 3,5 persen sejak penutupan Jumat lalu

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 15 Jun 2020, 07:31 WIB
Ilustrasi Harga Emas Naik (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta Harga emas terus bergerak di pasar di tengah kekhawatiran tentang kondisi pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan terjadinya gelombang kedua Covid-19.

Emas telah berhasil membalikkan kerugian pada pekan lalu, di mana harga logam mulia reli 3,5 persen sejak penutupan Jumat. Ini usai Federal Reserve mengesampingkan pemulihan di AS.

Pada Jumat (12/6/2020), emas berjangka Comex Agustus diperdagangkan sebesar USD 1.742,50, naik 0,16 persen, setelah mencapai harga tertinggi mingguan sebesar USD 1.754,80 pada hari sebelumnya.

Namun demikian, analis masih ragu apakah emas bisa menembus di atas USD 1.800 pada perdagangan pekan depan. "Kembali volatilitas inilah yang harus kita perhatikan. Kita bisa melihat ayunan emas yang lebih besar. Volatilitas adalah bullish untuk emas dan itu akan mencegah beberapa sentimen risiko," kata Pakar Logam Mulia Gainesville, Everett Millman.

Melansir laman Kitco, Senin (15/6/2020), Kepala strategi global TD Securities, Bart Melek menyebutkan bahwa tekanan inflasi yang rendah akan menghambat harga emas naik terlalu jauh pada perdagangan pekan depan.

"Emas sedikit meningkat dalam volatilitas dan hampir menembus. Tapi itu mungkin terlalu dini untuk terobosan langsung. Melihat low-end sekitar USD 1.700 dan high-end di USD 1.757. Ada masalah di jalan dalam bentuk inflasi yang lemah," kata Malek.

Namun, dalam jangka panjang, Melek melihat kecenderungan emas yang terus naik, dan begitu inflasi dimulai akhir tahun depan, emas akan mencapai USD 2.000 per ons.

Kepala strategi pasar SIA Wealth Management, Colin Cieszynski mengatakan pasar mungkin memasuki periode transisi, di mana investor memilih untuk menunggu sebentar sebelum memutuskan trading.

"Saya netral pada emas dan mencari tren sideways antara USD 1.655 - USD 1.765," kata Cieszynski.

Dia menilai pada beberapa minggu kedepan, mungkin akan melihat banyak netralitas di banyak pasar saat menuju ke tengah-tengah tahun.

"Ada banyak berita positif dan negatif dan orang-orang menunggu untuk melihat bagaimana hal-hal itu bisa mengguncang. Bank sentral melepaskan semua stimulus ini dan tidak akan ada sesuatu yang baru datang untuk sementara waktu. Pasar stabil," sambung dia.

Sementara Millman sedikit lebih bullish dalam melihat perdagangan jangka pendek. Harga emas bisa meluas ke kisaran memasukkan USD 1.800 per ons, pada minggu depan.

"Mengingat volatilitasnya, kisaran saya telah diperpanjang. Di sisi positifnya, saya melihat USD 1.800 dan downside USD 1.650," katanya.

 

Saksikan video di bawah ini:


Covid-19

Ilustrasi Harga Emas

Adapun penggerak utama lain pada perdagangan minggu depan, berupa ketakutan akan gelombang kedua Covid-19. Beberapa negara bagian di AS menghadapi jumlah kasus virus meningkat, saat mereka mulai membuka ekonominya kembali.

"Menambah kekhawatiran di pasar selama beberapa hari terakhir adalah tanda-tanda bahwa penyebaran virus corona masih belum dikendalikan di beberapa bagian negara. Meskipun jumlah kasus baru setiap hari terus tren secara bertahap lebih rendah di tingkat nasional. Beberapa minggu terakhir terlihat lonjakan penting dalam kasus di sejumlah negara termasuk Florida, Texas, Utah dan, paling jelas, Arizona. Sementara kasus-kasus baru di California masih terus meningkat," kata Ekonom Senior AS Andrew Hunter.

Bagian penting lainnya dari data makro adalah penjualan ritel dan produksi industri pada Mei di AS, yang keduanya dijadwalkan akan rilis pada Selasa.

"Fokus AS akan pada seberapa tinggi penjualan ritel dan produksi industri naik setelah berakhirnya penguncian di banyak negara. Mengingat angka penjualan mobil telah rebound kuat kami berharap penjualan ritel yang kuat," kata ekonom ING.

Laporan yang juga akan dirilis antara lain, laporan State Manufacturing Index Juni, keputusan suku bunga Bank of Japan, hingga keputusan suku bunga Bank of England, klaim pengangguran AS, serta Philadelphia Indeks Manufaktur Fed Juni.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya