Liputan6.com, Jakarta Para dokter di Chicago, Amerika Serikat (AS) melaporkan transplantasi paru yang harus dilakukan oleh seorang pasien COVID-19. Prosedur ini menjadi yang pertama dilakukan di AS.
Pasien COVID-19 tersebut adalah seorang wanita berusia 20-an. Dia menerima transplantasi paru ganda di Northwestern Memorial pada pekan pertama bulan Juni ini.
Advertisement
Dikutip dari The Guardian pada Senin (15/6/2020), dokter Ankit Bharat, kepala bedah toraks dan direktur bedah program transplantasi paru di fasilitas kesehatan tersebut mengatakan, operasi tersebut berlangsung selama 10 jam.
Bharat mengatakan bahwa prosedur tersebut berlangsung lebih lama karena peradangan membuat paru-paru benar-benar melekat pada jaringan di sekitarnya, jantung, dinding dada, dan diafragma.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Operasi yang Sulit
Dilaporkan AFP, pasien ini menghabiskan enam minggu di unit perawatan intensif rumah sakit tersebut. Wanita yang tidak diungkap namanya tersebut harus mendapatkan bantuan dari mesin life support dirinya tetap hidup.
Namun, awal Juni, dokter mengatakan bahwa paru-parunya rusak parah sehingga ia membutuhkan transplantasi.
"Paru-parunya tidak menunjukkan tanda-tanda pemulihan, bahkan mulai mengembangkan fibrosis terminal," kata Bharat. Selain itu, ia juga mengembangkan lubang besar di paru-paru sebelah kirinya dan membuat organ tersebut bernanah karena infeksi bakter.
Temuan ini terbilang tak biasa pada kasus COVID-19 dan membingungkan dokter.
Bharat mengatakan, operasi tersebut terbilang sangat sulit selama dia berkarir dan melakukan puluhan transplantasi paru.
Advertisement
Kondisi Lebih Baik
Transplantasi paru dinyatakan berhasil. Bharat menyebut bahwa perjalanannya untuk benar-benar sembuh masih panjang. Meski begitu, ia sudah mulai pulih dan bisa berkomunikasi dengan keluarganya lewat internet.
"Dia terbangun, dia tersenyum, dia melakukan FaceTime dengan keluarganya."
Pihak rumah sakit menyebut bahwa pasien ini masih menggunakan ventilator karena virusnya telah membuat otot dada wanita itu terlalu lemah untuk bernapas secara mandiri.
Belum Jelas Penyebab Kerusakan Paru Sesungguhnya
Bharat menegaskan bahwa meski operasi tersebut bisa menyelamatkan nyawa beberapa pasien COVID-19 dengan kondisi parah, namun tidak semua orang yang terinfeksi virus corona bisa mendapatkan prosedur tersebut.
"Kami berbicara tentang pasien yang relatif muda, sangat fungsional, dengan kondisi komorbiditas minimal atau tidak, dengan kerusakan paru-paru permanen yang tidak dapat melepaskan ventilator," ujarnya.
Dokter mengatakan belum mengetahui penyebab kerusakan parah pada paru-paru wanita ini. Secara umum, ia dinyatakan sehat.
Hanya saja, dia memiliki penyakit ringan yang membutuhkan obat penekan sistem kekebalan tubuh hingga batas tertentu. Belum jelas apakah ini juga menjadi penyebab kerusakan organ yang ekstrem pada pasien tersebut.
Advertisement
Bukan Pertama Kalinya di Dunia
Meski menjadi yang pertama kali di AS, namun transplantasi paru terkait kerusakan organ akibat COVID-19 sudah beberapa kali dilakukan di dunia.
Pada Maret lalu, Tiongkok melaporkan prosedur serupa pada seorang wanita 66 tahun.
Selain itu, dokter di Wina, Austria melaporkan bahwa mereka telah melakukan transplantasi paru pada seorang pasien COVID-19 berusia 45 tahun. Wanita tersebut menjadi pasien virus corona pertama di Eropa, yang selamat usai operasi tersebut.
Di Italia, seorang pasien berusia sekitar 18 tahun harus menghabiskan 58 hari dengan mesin life support, sebelum menerima transplantasi paru ganda. Dokter mengatakan, perempuan tersebut sudah benar-benar bangun dan dalam kondisi yang lebih baik.