Anak Miliarder AS Dideportasi Gara-Gara Langgar Aturan Karantina bersama Pacar

Brandon Korff melanggar peraturan isolasi terkait virus Corona yang diberlakukan di Israel dalam kunjungannya tersebut.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 15 Jun 2020, 20:00 WIB
Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19. Kredit: Fernando Zhiminaicela via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Israel mendeportasi putra salah seorang miliarder media asal Amerika Serikat, Shari Redston. Pria tersebut dideportasi lantaran melanggar aturan karantina Virus Corona di Israel saat mengunjungi kekasihnya di sana secara diam-diam.

Melansir laman Associated Press, Senin (15/6/2020), Otoritas Kependudukan dan Imigrasi Israel mengatakan memang memberikan Brandon Korff izin khusus untuk memasuki Israel untuk mengunjungi kakaknya. Saudara lelaki Korff memang tengah bertugas militer di kawasan Israel.

Namun, ternyata Korff melanggar peraturan isolasi terkait virus Corona yang diberlakukan di Israel dalam kunjungannya tersebut. Korff justru mengunjungi kekasihnya dan tinggal bersama di apartemen yang sama.

Putra dari miliarder pemilik ViacomBS ini segera diperintahkan meninggalkan Israel sesegera mungkin setelah dirinya tertangkap melanggar aturan isolasi tersebut.

Pernyataan yang dirilis Otoritas Kependudukan dan Imigrasi Israel tidak menyebutkan siapa kekasih Korff yang tinggal satu apartemen dengannya.

Meski demikian, seperti diketahui publik, Korff memang memiliki kekasih asal Israel yang berprofesi sebagai model, Yael Shelbia. Model berusia 18 tahun tersebut beberapa kali muncul mewakili perusahaan pakaian Renuar dan kosmetik kecantikan KKW milik Kim Kadarshian.

Sejak Maret lalu, Israel memberlakukan larangan masuk kawasan bagi mereka yang bukan merupakan penduduk asli demi menekan penyebaran virus corona.

Israel mewajibkan seluruh penduduk yang memasuki negaranya untuk melakukan karantina mandiri selama dua minggu sejak kedatangannya.

 


Pandemi Covid-19 Bikin Kekayaan Global Amblas USD 3,1 Triliun

Ilustrasi Miliarder (Liputan6.com/Deisy)

Para miliarder mungkin punya banyak harta untuk bertahan hidup di tengah masa sulit seperti sekarang. Tapi ternyata, potensi kehilangan mereka juga jauh lebih besar dari dugaan. Diperkirakan, kekayaan global bakal jatuh USD 3,1 triliun tahun ini.

Laporan dari Morgan Stanley dan Oliver Wyman menyatakan, pandemi Corona atau Covid-19 memiliki dampak finansial bagi miliarder, berupa turunnya kekayaan hingga 4 persen pada tahun ini.

Dampak ini diperkirakan bakal terus berjalan karena pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat. "Dalam skenario pemulihan ekonomi U-shaped, kekayaan global (High Net Worth/HNW) berpotensi anjlok dari USD 79 triliun menjadi USD 76 triliun. Pada skenario terbaik, jumlahnya bisa meningkat 0,9 persen hingga USD 80 triliun," demikian bunyi laporan tersebut, dikutip dari Forbes, Minggu (14/6/2020).

Namun pada skenario terburuk, kejatuhannya bisa mencapai 10,2 persen atau USD 8 triliun, menjadi USD 71 triliun saja.

Diperkirakan, resiko yang terjadi akan condong ke arah bawah (downside) dan efeknya akan lebih tahan lama juga. Proyeksi pertumbuhan aset tahunan hingga 2024 rata-rata hanya 1 persen dalam skenario ini.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) meramalkan, ekonomi dunia bakal merosot hingga 6 persen dengan catatan tidak ada pandemi Corona gelombang ke-2. Jika ada gelombang ke-2, penurunannya bisa sampai 7,6 persen.

"Skenario apapun terdengar menyedihkan, dan aktivitas tidak akan kembali benar-benar normal di tengah keadaan ini," kata Chief Economist OECD Laurence Boone.

Laurence juga bilang, di akhir 2021, kemerosotan pendapatan bakal lebih parah dalam 100 tahun terakhir ini. Namun Morgan Stanley dan Oliver Wyman berharap, pertumbuhan asset under management (AUM) akan tumbuh dalam beberapa tahun ke depan dan menyelamatkan kekayaan global.

Secara keseluruhan, AUM diperkirakan bisa tumbuh 7 persen. Di China, tumbuh 12 persen. Amerika Latin, tumbuh 8 persen. Negara Asia Pasifik (selain China) tumbuh 7 persen. Amerika Serikat, tumbuh 4 persen. Lalu disusul Eropa Barat dan Jepang yang tumbuh 3 persen.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya