HEADLINE: Mal di Jakarta Buka Vs Kasus Positif Corona Masih Tinggi, Bagaimana Menyiasatinya?

Mal di Jakarta resmi dibuka di tengah pandemi Covid-19 masih terjadi. Bagaimana jurus agar ekonomi tetap bergerak kendati tren kasus corona masih tinggi.

oleh Muhammad AliPutu Merta Surya PutraAdy AnugrahadiIka Defianti diperbarui 16 Jun 2020, 12:23 WIB
Pengunjung berada di salah satu pusat perbelanjaan Grand Indonesia, Jakarta, Minggu (15/3/2020). Ditengah maraknya wabah COVID-19, beberapa pusat perbelanjaan masih normal didatangi masyarakat untuk sekedar berbelanja atau menghabiskan waktu di akhir pekan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Mengenakan face shield dan bersarung tangan, sejumlah petugas keamanan berjaga di setiap pintu masuk Mal Gandaria City, Jakarta Selatan, Senin (15/6/2020). Mereka memantau dengan seksama setiap pengunjung yang akan memasuki mal. Alat thermo gun pun tak canggung disodorkan ke arah dahi tiap pengunjung untuk mengecek suhu tubuh mereka.

Tak hanya itu, sebelum melangkahkan kaki ke dalam mal, pengunjung juga diwajibkan mencuci tangan di wastafel yang sudah tersedia, lengkap dengan sabunnya. Mereka juga diharuskan mengenakan masker untuk menghindari penyebaran virus Covid-19.

Anto, warga Jakarta Timur, mengaku bahwa tak ada yang istimewa dalam pembukaan perdana mal hari ini. Dia mengungkapkan protokol yang diterapkan cukup membuatnya repot.

"Biasa saja mal buka. Cuma agak ribet saja dengan ini (menerapkan protokol kesehatan)," ujar pengunjung mal, Anto kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (15/6/2020).

Namun begitu, ia tetap mengikuti protokol kesehatan dengan menggunakan masker dan membawa hand sanitizer sendiri.

Pembukaan mal di Jakarta resmi diberlakukan setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan adanya PSBB transisi di Jakarta. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 563 Tahun 2020.

Menurut Plt Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Pemprov DKI Jakarta, Elisabeth Ratu Rante Allo, ada sejumlah aturan yang harus diterapkan oleh mal yang beroperasi dalam masa PSBB transisi ini. Hal ini demi menghindari penyebaran Covid-19 di tengah hilir mudik pengunjung mal.

"Pusat perbelanjaan/mal wajib menyediakan fasilitas sarana prasarana pendukung protokol pencegahan Covid-19, khususnya untuk pengaturan sirkulasi dan batasan waktu kunjungan serta jumlah pengunjung maksimal 50% dari jumlah kunjungan pada saat kondisi normal," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (15/4/2020).

Infografis Pembukaan Mal Vs Tingginya Kasus Covid-19 di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)

Bagi pusat perbelanjaan atau mal yang membandel tidak menerapkan protokol kesehatan, pihaknya tak segan memberikan sanksi tegas. Sebelum hukuman itu dijatuhkan, Pemprov DKI akan melayangkan surat peringatan sebanyak dua kali.

Kemudian untuk menyiasati agar mal tetap buka dengan tanpa khawatir adanya penularan Covid-19, Elisabeth mengungkapkan pihaknya berpijak pada Surat Edaran Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2020. Disebutkan dalam surat itu, penerapan protokol kesehatan menjadi kunci utama agar hal ini dapat berjalan sesuai harapan.

"Wajib menerapkan protokol kesehatan yang ketat, sehingga mal atau pusat perbelanjaan perlu dibatasi waktu kunjungannya agar sirkulasi jumlah pengunjung didalam mal/pusat perbelanjaan dapat diatur," ujar dia.

Sementara itu, Epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono menilai tak masalah mal-mal di Jakarta kembali dibuka. Namun protokol kesehatan harus benar-benar dipatuhi oleh masyarakat.

"Kemudian bagaimana supaya orang jangan berlama-lama di dalam mal. Dan yang paling penting adalah supaya jangan terlalu padat dalam mal," ujar Pandu kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (15/6/2020).

Pramuniaga mengenakan pelindung wajah dan masker saat bertugas di Mal Central Park, Jakarta, Senin (15/6/2020). Setelah ditutup akibat Covid-19, Senin (15/6) ini, Pemprov DKI mengizinkan sekitar 80 mal atau pusat perbelanjaan di Jakarta untuk dibuka kembali. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Selain itu, pada tahap awal ini, mal diminta agar tidak menggoda pengunjung untuk melakukan kerumunan di sejumlah outlet. Program-program banting harga hendaknya bisa ditahan dulu demi menghindari penumpukan pengunjung yang berpotensi terjadinya penularan Covid-19.

"Jangan itu godaan, kadang-kadang karena barang udah lama ketumpuk enggak laku-laku, mereka bikin big sale. Itu yang harus dilarang," ucap dia.

Untuk menyiasati agar mal tetap dibuka di tengah jumlah Covid-19 yang masih meninggi, Pandu menuturkan dapat dilakukan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Selain itu, mal juga punya tanggung jawab mengedukasi pengunjung.

"Mungkin menyediakan masker atau face shield. Kemudian jangan bikin kegiatan-kegiatan yang mengundang banyak orang misalnya bikin new normal big sale, jangan lah. Nanti orang pada berbondong-bodong ke sana rebutan, nah itu bahaya. Ini masih masa transisi, bertahap lah. Lihat minggu ini latihan, nanti kalau minggu depan udah mulai bisa dikendalikan penularannya, bisa masuk tahap berikutnya," jelas dia.

Pandu memandang penambahan kasus positif yang terjadi di DKI bukan gambaran kasus pada hari ini. Kasus itu akibat peristiwa dua minggu yang lalu. "Waktu itu ada mudik dan balik. Jadi ada pergerakan waktu itu, dilarang silatuharmi, dilarang halal bihalal malah bikin halal bihalal. Sekarang kita lagi panen tuh," ujarnya. 

Pengunjung antre untuk memasuki gerai smartphone di Mal Central Park, Jakarta, Senin (15/6/2020). Setelah beberapa bulan ditutup akibat Covid-19, Senin (15/6) ini, Pemprov DKI mengizinkan sekitar 80 mal atau pusat perbelanjaan untuk beraktivitas kembali. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Karenanya, jumlah kasus Covid-19 ini dapat ditekan dengan perilaku disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Kalau tidak, dikhawatirkan akan menimbulkan kluster baru seperti yang sudah terjadi di pasar tradisional.

"Kalau di pasar modern masih bisa dikontrol. Di pasar tradisional kerumunan luar biasa di jam sibuk. Nah itu perlu dikaji. Misal jangan membatasi jam buka," ujar Pandu.

"Dulu dibuka sampai jam 11.00 WIB orang pada belanja ramai-ramai karena jam 11 di tutup. Biasa aja buka sampai sore, kalau perlu 24 jam. Untuk mengurai antrean. Juga transportasi publik jangan dibatasi. Kalau perlu setiap 10 menit ada kereta baru. Muter aja, jadi enggak ada kerumunan di stasiun juga," imbuh dia.

Pandu menyarakan agar masyarakat selalu mengedapankan sikap aman saat beaktivitas di luar, seperti mal. Caranya dengan menerapkan protokol kesehatan. Karena saat ini, kata dia, orang tidak bisa lagi tinggal di rumah.

"Sekarang masyarakat sudah boleh keluar. Keluar pakai transportasi publik, banyak cara-cara berpergian keluar rumah, berhati-hati karena kita enggak tahu sekarang orang yang membawa virus yang mana. Bisa saja bermuara di transportasi publik. Kalau terminal penuh jangan masuk dulu. Pokoknya jangan dekat-dekat kerumunan orang banyak," terang dia.

Karena menurut Pandu, PSBB transisi ini sangat berpotensi menimbulkan penambahan kasus baru Covid-19. Untuk itu, kesiapsiagaan aparat kesehatan harus diperkuat yang disertai dengan peningkatan testing dan penelusuran contact tracing secara massif.

"Kalau lonjakan kecil tidak apa-apa (dilanjutkan). Kalau terlalu tinggi, perlu diketatkan lagi," ujar dia. 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


80 Mal di DKI Mulai Beroperasi

Sebanyak 80 mal atau pusat perbelanjaan di Jakarta siap beroperasi lagi mulai Senin 15 Juni 2020. Pusat perbelanjaan sempat ditutup sementara demi mencegah penyebaran virus corona. Pembukaan pusat perbelanjaan ini dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Ketua Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta Ellen Hidayat mengaku, pengelola mal tengah menyempurnakan peralatan touchless untuk lebih menjamin keamanan dan higienitas pengunjung yang bertandang ke mal.

Mal dikatakan akan dengan tegas dan ketat memberlakukan protokol kesehatan agar pengunjung merasa nyaman serta yakin bahwa mal tersebut aman. Ada 80 mal yang siap beroperasi. Untuk daftar mal tersebut, bisa klik di sini.

Protokol yang diterapkan meliputi pemakaian masker, jarak antre 1 meter, suhu tubuh di bawah 37,5 derajat, lift maksimum 6 orang, hingga pembayaran yang diusahakan cashless.

"Semua mal dibuka. Sebagian mal memang menyempurnakan peralatan dengan touchless untuk meningkatkan terhindarnya bersentuhan dan juga agar pengunjung lebih yakin dan berani ke mal," kata Ellen saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (14/6/2020).

Tak lupa, mal akan selalu dibersihkan dengan disinfektan setiap hari dan restoran di dalam mal kapasitasnya dibatasi hanya 50 persen.

Suasana Mall Senayan City, Jakarta, Senin (15/6/2020). Pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta kembali dibuka pada Senin (15/6) di masa PSBB transisi dengan jumlah pengunjung masih dibatasi hanya 50 persen dari kapasitas normal. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Untuk jumlah pekerja dan jam operasional, Ellen bilang terdapat pemangkasan mengacu pada protokol kesehatan tersebut.

"Saat ini karyawan yang bisa diserap hanya sekitar 50 persen karena mal belum beroperasi penuh. Baru start dengan 50 persen. Sedangkan jam buka saat awal dari pukul 11.00 WIB (siang) sampai dengan pukul 08.00 malam. Saat normal dulu kan pukul 10.00 WIB (siang) ke 10.00 WIB (malam)," jelasnya.

Namun begitu, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) A. Stefanus Ridwan, jumlah pengunjung mal tidak akan membludak seperti sebelum Covid-19 menyerang. Hal ini karena adanya pertimbangan second wave atau gelombang kedua Covid-19.

"Kalau kita buka nanti new normal mal tanggal 15 Juni untuk Jakarta, apakah akan banyak orang beramai-ramai ke sana? Saya rasa itu tidak akan terjadi, walaupun orang rindu ke mal bukan berarti mereka langsung pergi," kata Stefanus dalam webinar MarkPlus Industry Roundtable sektor Ritel, Selasa 9 Juni lalu.

Menurutnya, konsumen akan mempertimbangkan terlebih dahulu untuk pergi ke mal, dikarenakan pemikiran kekhawatiran terhadap gelombang kedua Covid-19, atau karena penghasilan mereka yang menurun, karena dalam fase new normal baru mendapatkan kembali pekerjaan setelah lama dirumahkan atau ter-PHK.

Pengunjung melihat-lihat pakaian di gerai Mall Senayan City, Jakarta, Senin (15/6/2020). Pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta kembali dibuka pada Senin (15/6) di masa PSBB transisi dengan jumlah pengunjung masih dibatasi hanya 50 persen dari kapasitas normal. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Ia pun mencontohkan pengalaman China yang mulai dari 10 persen lalu merangkak ke atas pelan-pelan dalam mencapai pertumbuhan sektor ritel di fase new normal.

Stefanus mengatakan, penjualan ritel sudah menurun saat presiden mengumumkan dua Warga Negara Indonesia (WNI) yang terinfeksi Covid-19, lalu penurunan dilanjut dengan Pembatasan Sosial Beskala Besar (PSBB), yang membuat orang semakin takut untuk keluar rumah.

Penurunan tersebut dikarenakan perubahan perilaku belanja konsumen yang beralih pada peningkatan pembelian makanan dan belanjaan, pasokan medis, kesehatan, kebutuhan internet, pendidikan online, hiburan untuk #stayathome seperti Netflix, Iflix, dan game online.

“Covid-19 ini tentu mengubah perilaku konsumsi masyarakat, seperti income-nya kebanyakan turun dan perubahan prioritas konsumen berubah tidak melakukan pembelian kebutuhan sekunder,” ungkapnya.

Karena, tidak lama setelah adanya Covid-19 banyak orang yang di-PHK dan di rumahkan, sehingga sebagian memiliki tabungan yang tipis, jadi mau tidak mau akhirnya kebutuhan primer saja yang mereka beli.

“Apalagi kalau kita lihat yang boleh buka itu hanya supermarket, apotek, bank, dan lain-lainnya, kesempatan aktivitas sosialnya hilang, kalau kita lihat bergaul dengan teman tidak ada lagi, sekarang hanya lewat zoom saja, kumpul-kumpul sudah tidak ada sehingga menyebakan penjualan di offline turun tidak ada yang beraktivitas keluar, sehingga menyebabkan penjualan online lebih besar daripada offline,” ujarnya.

Tentunya, menurut Stefanus juga berdampak pada penjualan online, banyak orang yang kecewa barang yang tidak sesuai, atau barangnya mahal, dan pengirimannya makin lama imbas dari PSBB.

 


Kasus Tinggi Bukan Berarti Memburuk

Gubernur DKI Anies Baswedan mengakui, Jakarta masih belum aman dari virus corona Covid-19. Bahkan pada hari ini, kasus covid-19 masih mengalami penambahan.

Dalam data gugus tugas per hari ini, Senin (15/6/2020), disebutkan jumlah penambahan kasus positif Covid-19 di DKI mencapai 142 orang sehingga totalnya mencapainya 9.120 kasus. Angka ini menjadikan DKI sebagai provinsi dengan kasus tertinggi dari wilayah lain.

Anies pun mengingatkan masyarakat bahwa hingga saat ini Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di ibu kota masih berlaku kendati ada pelonggaran. Karena itu, warga diimbau tetap mematuhi protokol kesehatan pencegahan corona Covid-19.

"Corona ini masih ada, karena itu kita masih melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar, masih PSBB," ucap Anies di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, Minggu 14 Juni 2020.

Dia mengungkapkan penyebab angka kasus Covid-19 meningkat. Menurutnya, tren grafik Covid-19 di Jakarta naik lantaran Pemprov DKI giat melakukan penelusuran kasus baru.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Jadi kita malah mengaktifkan pencarian kasus jadi namanya active case finding itu kita kerjakan. Karena itulah kita mendapatkan lebih banyak positif," ujar Anies.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini menyatakan, sejumlah kasus positif Covid-19 bahkan masih ditemukan terutama pada orang tanpa gejala (OTG). Bila terdeteksi, pihaknya langsung meminta pasien itu untuk melakukan isolasi mandiri.

"Sekarang lagi aktif mencari orang-orang yang sudah terpapar tapi tanpa gejala kalau mereka tahu sudah terpapar agar mereka bisa isolasi diri atau perlu dirawat segera bisa dirawat," ucap Anies.

Dia pun meminta agar tidak ada pengurangan pengetesan terkait Covid-19 di Jakarta. Hal itu, kata Anies, guna menyelamatkan masyarakat dan saat terdeteksi warga dapat langsung mendapatkan perawatan.

"Pengetesan itu sekarang hampir 2,5 kali lipat tiap hari, tujuannya menyelamatkan warga. Jadi bukan bertujuan menurukan grafik, tujuan kita adalah menyelematkan setiap warga jakarta," jelas Anies.

Sementara itu, Ahli Epidemiologi dan Informatika Penyakit Menular dari Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 (Gugus Tugas Nasional), Dewi Nur Aisyah memandang peningkatan angka kasus covid-19 belum tentu diartikan keadaan yang memburuk. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kondisi ini.

"Kita harus melihat penambahan jumlah itu karena apa," ujar Dewi di Jakarta, Senin (15/4/2020).

Ahli Epidemiologi dan Informatika Penyakit Menular dari Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 (Gugus Tugas Nasional), Dewi Nur Aisyah. (Dok.BNPB)

Menurut Dewi, meningkatnya penambahan kasus positif yang paling mudah dilihat adalah dari faktor adanya penambahan pemeriksaan. "Yang paling mudah kita lihat sekarang adalah penambahan kasus positif bertambah tinggi, karena jumlah pemeriksaan juga bertambah tinggi," jelas Dewi.

Dalam hal ini, hasil jumlah pemeriksaan terhadap orang yang diperiksa mempengaruhi angka kasus rata-rata penambahan positif setiap harinya. Dengan kata lain, apabila angka positivity rate menunjukkan hasil yang sama, berarti tidak ada perbedaan meski jumlahnya bertambah.

"Kalau dalam istilahnya adalah kita melihat positivity rate, berapa persen orang yang positif dari jumlah orang yang diperiksa. Kalau jumlahnya kurang lebih sama, berarti tidak ada perbedaan walaupun angkanya bertambah besar," kata Dewi.

Sebagai contoh sederhana, ketika awalnya dilakukan pemeriksaan dengan target 10.000 lalu kemudian naik menjadi 20.000 per hari, maka hasilnya juga berpotensi akan mengalami peningkatan.

"Misal di awal kita punya target pemeriksaan 10.000 per hari, sekarang naik jadi 20.000 per hari, maka kita akan melihat lonjakan jumlah kasus positifnya," jelas Dewi.

Oleh sebab itu, Dewi meminta masyarakat untuk tidak kemudian mengartikan bahwa penambahan angka kasus positif tersebut berarti kondisi semakin buruk dan perjuangan melawan COVID-19 selama ini menjadi sia-sia.

"Ketika kita melihat angka, maka jangan dilihat secara bulat," ujar Dewi.

Selain itu, lanjut dia, Covid-19 merupakan penyakit yang dinamis. Dengan keadaan ini, dapat mempengaruhi berubahnya angka kasus.

Menurutnya, seseorang berpotensi mengalami perubahan status dari orang dalam pemantauan (ODP) menjadi pasien dalam pengawasan (PDP), kemudian berubah lagi positif hingga negatif setelah melalui rangkaian isolasi mandiri dan dua kali melakukan tes swab.

Tentunya perubahan tersebut yang kemudian mempengaruhi data laporan kasus setiap harinya.

"Mungkin hari ini ada orang yang statusnya orang dalam pemantauan (ODP) lalu kemudian setelah dites swab hasilnya positif, maka status berubah. Kemudian nanti selang dua minggu kemudian melakukan tes swab ulang sebanyak dua kali negatif, sembuh statusnya," jelas Dewi.

"Jadi yang tadi statusnya ODP, berubah menjadi positif berubah menjadi sembuh," imbuhnya.

Gambaran tersebut juga sekaligus dapat dipahami bahwa satu orang dapat berpindah status dan masuk dalam akumulasi data laporan, sehingga inilah yang kemudian disebut bahwa Covid-19 adalah penyakit yang dinamis.

Melihat beberapa faktor yang mempengaruhi data perubahan angka kasus tersebut, Dewi mengingatkan dalam hal ini, infrastruktur dan kapasitas tenaga medis serta komponen terkait penanganan Covid-19 harus lebih ditingkatkan lagi. Terlebih ketika jumlah pemeriksaan sampel semakin meningkat, sebagai upaya tracing yang lebih agresif dalam menemukan kasus baru.

Selain itu, Dewi juga meminta agar masyarakat dapat lebih meningkatkan lagi upaya pencegahan dengan selalu menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun dan meningkatkan imunitas dengan menjaga gizi seimbang, tidur yang cukup dan berolahraga secara teratur.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya