Novel Baswedan: Saksi Kunci Kasus Teror Air Keras Tak Dihadirkan Jaksa

Novel Baswedan membeberkan kejanggalan kasusnya sejak ditangani kepolisian hingga ke persidangan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 15 Jun 2020, 13:48 WIB
Penyidik KPK Novel Baswedan usai menggunjungi gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/4). Novel Baswedan selesai menjalani perawatan di rumah sakit Singapura yang kedua hingga kini kasus penyiraman air keras genap satu tahun. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku sudah melihat kejanggalan dalam pengusutan kasus teror air keras terhadap dirinya. Kejanggalan juga dia lihat saat Polri melimpahkan berkas kepada jaksa penuntut umum (JPU).

Saat penuntut umum membacakan surat dakwaan terhadap Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dua terdakwa penyerang air keras, Novel langsung menemukan banyak kejanggalan.

Kejanggalan yang paling terlihat yakni ketika jaksa menyebut bahan yang digunakan dua terdakwa menyiram wajahnya adalah air aki. Padahal, menurut Novel, tak ada keterangan dari saksi yang mengatakan bahwa cairan yang membuat mata Novel buta adalah air aki.

"Saya memperhatikan saksi lain keterangannya seperti apa, ternyata saya beserta saksi lain menjelaskan fakta-fakta yang menggambarkan bahwa air yang disiram bukan air aki, tapi air keras, bahkan saya tidak melihat ada fakta atau pembuktian atau apapun yang menjadikan dasar bagi penuntut menyebut itu air aki, kecuali hanya keterangan terdakwa saja," ujar Novel dalam diskusi online, Senin (15/6/2020).

Novel menyebut, saksi-saksi yang berada di lokasi kejadian menyebut bahwa air yang disiram ke wajahnya memiliki bau menyengat. Ketika terkena wajah Novel, air tersebut menimbulkan luka bakar.

"Dan ketika (air) mengenai beton, akibatnya beton berubah warna dan melepuh. Dan fakta itu menunjukan air itu bukan air aki," kata Novel.

Yang lebih membuat Novel heran yakni penuntut umum tak menghadirkan saksi kunci yang mengetahui kejadian penyerangan air keras terhadap dirinya. Novel tak mengerti alasan penuntut umum tak menghadirkan saksi yang dia sebut sebagai saksi kunci.

"Saksi kunci yang mengetahui peristiwa saat kejadian dan sebelum kejadian tidak diperiksa, hanya sebagian saja yang diperiksa. Hal ini menjadikan saya curiga, dan saya berpikir apakah penuntutnya tidak paham atau terlewat atau sengaja, tentunya saat itu dengan perspektif positif saya menyampaikan hal itu kepada penuntut. Ada bukti lain yang tidak dimasukkan dalam berkas perkara, tetapi sampai akhir proses persidangan hal itu tidak juga diakomodir,"

"Tentu aneh, ini kepentingan saya sebagai korban yang seharusnya diakomodir oleh penuntut umum, saya pihak yang tidak bisa melakukan upaya sendiri di persidangan," kata Novel.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Jaksa Kasus Novel Disorot Warganet

Jaksa Penuntun Umum Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin mendadak ramai disorot netizen. (Sumber: Instagram/@fedrik_adhar)

Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus penyerangan air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan mendapatkan sorotan dari warganet.

Terutama setelah dua terdakwa perkara teror air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dituntut pidana penjara 1 tahun.

Banyak warganet yang menumpahkan kekecewaannya terkait tuntutan tersebut. Bahkan, kehidupan salah seorang jaksa yaitu Fredik Adhar Syaripuddin menjadi perhatian warganet.

Ada yang mencari jumlah harta kekayaan yang dimiliki jaksa tersebut hingga memasang fotonya saat berada di sebuah restoran dan goodie bag produk mewah .

Ada pula yang meminta Presiden Jokowi meninjau ulang latar belakang Jaksa Fredik Adhar Syaripuddin dalam menghadapi kasus Novel Baswedan.

Liputan6.com telah mencoba menghubungi Jaksa Fredik Adhar Syaripuddin dan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara I Made Sudarmawan untuk memberikan tanggapan terkait hal ini. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum juga mendapat respons.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya