Liputan6.com, Surabaya - Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus mematangkan konsep new normal. Basis utama terletak pada penerapan protokol kesehatan yang ketat yang memiliki tiga indikator di antaranya epidemiologi, sistem kesehatan dan surveilans.
"Jika mengacu pada Rate Of Tranmission (rt) di Jatim sebenarnya antara tanggal 20 sampai 26 Mei, selama tujuh hari berturut- turut rt di Jatim sudah di bawah 1. Tetapi tanggal 27 kembali naik di atas satu," ujar Khofifah, ditulis Senin (15/6/2020).
Indikator lain seperti kesiapan sistem kesehatan yang mencakup, tenaga kesehatan, peralatan dan tempat tidur dihitung dengan kemampuan dalam menangani peningkatan kasus COVID-19 lebih besar 20 persen.
Baca Juga
Advertisement
"Saat ini, kapasitas tempat tidur isolasi sejumlah 3.115 di mana terdapat pasien yang perlu perawatan sebesar 1.779 kasus positif, 2.375 kasus PDP dan 306 pasien ODP. Sementara terdapat, 1.345 pasien yang dirawat di ruang non isolasi dan RS rujukan," ucap Khofifah.
Khofifah juga memaparkan, terdapat indikator lain menuju new normal yakni peningkatan surveilans. Dari jumlah total lab yang ada harus dilaporkan setiap hari oleh masing-masing daerah.
"Saat ini, pemeriksaan PCR telah dilakukan sebanyak 36.410 test atau setara dengan 910/1 juta penduduk sehingga perlu adanya peningkatan kapasitas lab yang ada di Jatim," ujar dia.
Khofifah sapaan akrabnya menyebut, daerah yang bisa melaksanakan new normal bisa dilihat dari peta sebaran yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas Pusat. Lewat peta sebaran inilah bisa diketahui suatu daerah berada di posisi risiko tinggi, sedang atau rendah bahkan sudah tidak terdampak.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
11 Daerah Masih Berisiko Tinggi
Bedasarkan data yang ada, saat ini dari 38 kabupaten- kota di Jawa Timur terdapat 11 daerah berisiko tinggi, 22 daerah berisiko sedang dan lima daerah berisiko rendah.
"Ini akan menjadi pemetaan dari semua sektor apakah industri, perdagangan, perkantoran, privat sektor, kampus, pasar tradisional hingga tempat ibadah terkait kepatuhan dan kesiapan daerah menyongsong new normal," ungkapnya.
Ia menyebut, jika terdapat wilayah yang tidak terdampak atau berada di zona hijau bisa langsung melaksanakan new normal.
Akan tetapi, jika daerah tersebut berada di kawasan berisiko rendah atau zona kuning, bisa menyiapkan transisi menuju new normal. Sedangkan, zona berisiko sedang bewarna orange dan zona risiko tinggi warna merah harus melakukan pengetatan kedisiplinan.
Peta ini akan diperbaharui setiap saat melalui gugus tugas pusat yang bisa diketahui secara tepat dinamika perubahannya sekaligus intervensi yang harus dilakukan.
"Dalam posisi seperti ini, kalau kita ingin menuju transisi menuju new normal maka, peta ini menjadi petunjuk awal. Kalau berada di zona kuning berarti sudah bisa bersiap menuji transisi new normal. Sama halnya bagi yang berada di zona kuning, jangan sampai meningkat menjadi zona merah," ujar Khofifah.
"New normal memiliki indikator yang cukup banyak masing masing indikator memiliki ukuran yang berbeda. Semua kita gunakan pedoman dari WHO dan Bappenas," ucap Khofifah.
Advertisement