Butuh Relaksasi Pajak Demi Menjaga ‘Napas’ Perusahaan Perparkiran

Ini perlunya relaksasi pajak parkir di masa pandemi virus corona

oleh Liputan6dotcom diperbarui 15 Jun 2020, 21:01 WIB
Doc: Istimewa

Liputan6.com, Jakarta Perkumpulan Pengelola Perparkiran Indonesia (PPPI) meminta agar pemerintah pusat memberikan relaksasi pajak bagi dunia usaha parkir, berupa penundaan jatuh tempo pembayaran hingga pengurangan dan dibebaskan dari pengenaan pajak parkir daerah. Inisiasi ini muncul akibat wabah Covid-19 yang membuat para pebisnis di banyak sektor menutup operasional tempat usahanya sejak Maret lalu, yang kemudian turut berdampak pada penutupan lahan parkir. 

Ketua PPPI Muhammad Fauzan menjabarkan, dua pekan pertama di Maret 2020 saja, presentase lokasi parkir yang tutup sudah mencapai 18 persen dari keseluruhan site bisnis di Indonesia. Asosiasi mencatat, hingga saat ini kemorosotan pendapatan keseluruhan akibat lokasi parkir yang tutup sebesar 75 persen dari total pendapatan parkir yang diterima pada masa normal.

“Nasib lahan parkir yang berada di area berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti di Jabodetabek, Bandung Raya, Surabaya Raya, Makassar dan beberapa kota lainnya, sudah barang tentu mengalami efek langsung, baik dari sisi income mapun pelayanan. Misal, lahan parkir perkantoran Menara MTH yang dikelola perusahaan parkir CentrePark itu sudah tutup menyeluruh sejak 1 April lalu,” terang Fauzan dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Selasa (6/6/2020).

 


Selanjutnya

Doc: Istimewa

Oleh karena itu, kondisi seperti ini diharapkan adanya relaksasi pajak sehingga dapat meringankan beban perusahaan pengelola parkir.

“Sedapat mungkin harapan kami untuk sementara waktu ini, pengelola parkir dibebaskan dari pengenaan setoran pajak parkir daerah. Kalau pemerintah pusat dan daerah menyetujui, hal tersebut dapat membantu memperpanjang masa bertahan perusahaan setidaknnya hingga Juli 2020,” ujarnya.

Fauzan mengatakan, selama ini rata-rata setoran pajak parkir setiap bulan yang beroperasi di area bisnis perkantoran, pusat perbelanjaan dan komersial senilai di atas Rp5 miliar. CentrePark misalnya, nilai rata-rata setoran pajaknya mencapai Rp7 - 7,4 miliar per bulan di sejumlah lokasi.

“Jika kami diberikan kelonggaran potongan setoran pajak minimal 50 persen saja, maka kami bisa mengcover biaya operasional lainnya mengingat industri perparkiran adalah industri yang padat karya,” jelas Fauzan yang juga Owner Representative CentrePark, itu.

 


Selanjutnya

Ilustrasi parkiran mobil

Sejak tiga bulan, CentrePark dan beberapa perusahaan parkir lainnya telah mengambil langkah cepat untuk bertahan dalam masa pandemic. Diantaranya, memberlakukan sistem kerja no work no pay on off dengan pengaturan jadwal kerja yang maksimal, hingga pengurangan pegawai secara bertahap.

Ia juga berharap, agar perbankan dapat membantu untuk melakukan restrukturisasi utang. Sebabnya, saat ini sejumlah perusahaan pengelola parkir mengalami gagal bayar karena lebih mengutamakan pembayaran gaji dan bagi hasil dengan pemilik lahan. Karena itu, restrukturisasi utang ke bank atau investor sangat diperlukan sampai dengan beberapa bulan ke depan hingga kondisi roda usaha mulai normal kembali.

“Kami juga  mengupayakan negosiasi dengan pemilik lahan, untuk sementara waktu melakukan review atas sharing income atau perubahan pola kerja sama di masa pandemik supaya semuanya sama-sama tetap bisa bertahan,” imbuh Fauzan.

 


Selanjutnya

Gambar ilustrasi

Jika hingga bulan Juli pandemik Covid-19 ini belum selesai dan tidak ada dukungan relaksasi pajak dari pemerintah, Fauzan memprediksi lebih dari 50 persen perusahaan parkir di Indonesia akan bangkrut.

“Terutama mereka yang masih start-up ke middle low itu terdampak signifikan. Jadi kami minta relaksasi perpajakan bauk itu pajak daerah yang biasa kami bayarkan setiap bulan maupun pajak-pajak seperti PPh atau badan. Sekecil apapun bantuan dari pemerintah sangat berarti bagi kami,” pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya