Terdakwa Penyerangan Air Keras terhadap Novel Baswedan Minta Dibebaskan

Rudy menyebut, tuntutan satu tahun penjara terhadap kliennya merupakan tuntutan yang sangat berat.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 15 Jun 2020, 21:43 WIB
Suasana sidang perdana kasus penyiraman terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020). Dua terdakwa, yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dua terdakwa kasus penyerangan air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan minta dibebaskan. Permintaan itu disampaikan tim penasihat hukum kedua terdakwa dalam nota pembelaan atau pleidoi.

"Pertama meminta agar menyatakan terdakwa tidak bersalah seperti dalam dakwaan penuntut umum," ujar Rudy Heriyanto, tim penasihat hukum Rahmat dan Ronny dalam pleidoinya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (15/6/2020).

Rudy menyebut, tuntutan satu tahun penjara terhadap kliennya merupakan tuntutan yang sangat berat.

"Tuntutan satu tahun oleh jaksa penuntut umum sesungguhnya tuntutan yang sangat berat," kata dia.

Dia pun meminta dua kliennya dibebaskan dari Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua. Selain itu, Rudy juga meminta agar majelis hakim bisa mengembalikan nama baik Rahmat dan Ronny.

"Membebaskan terdakwa dari rumah tahanan," kata dia.

Dalam pembelaannya, dua terdakwa menyatakan melakukan perbuatannya didasari rasa benci pribadi kepada Novel Baswedan. Perbuatan terdakwa bukan suruhan dari atasan di lingkungan Polri. Perbuatan penyiraman terdakwa dilakukan karena motif pribadi.

"Penyiraman dilakukan karena motif pribadi, tidak ada hubungan perintah atasan," kata dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Tindakan Spontan

Rudy menyebut, tindakan yang dilakukan kedua kliennya terhadap Novel lantaran menganggap Novel melupakan Polri sebagai intitusi yang membesarkan namanya.

"Tindakan terdakwa hanya spontan dipicu oleh sikap implusif terdakwa yang tidak suka dengan korban yang tidak hargai jiwa korsa atau dianggap kacang lupa kulitnya," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya