Harga Emas Jatuh karena Penguatan Dolar AS

Harga emas sulit untuk merangkak naik karena the Fed terus mempertahankan suku bunga.

oleh Arthur Gideon diperbarui 16 Jun 2020, 08:30 WIB
Ilustrasi Logam Mulia (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas turun lebih dari 1 persen pada penutupan perdagangan Senin karena dolar AS terus menguat mendekati level tertinggi dalam 1 pekan.

Namun harga emas masih mampu bertahan di atas USD 1.700 per ounce, didukung oleh kekhawatiran gelombang kedua infeksi virus Corona.

Mengutip CNBC, Selasa (16/6/2020), harga emas di pasar spot turun 0,6 persen menjadi USD 1.719,67 per ounce. Sedangkan harga emas berjangka AS turun 0,6 persen ke level USD 1.726,50 per ounce.

"Dalam keadaan seperti ini, dolar AS menjadi instrumen atau aset yang menguntungkan dan itu menekan harga emas," jelas analis High Ridge Futures, David Meger.

“Harga emas sulit untuk merangkak naik karena the Fed terus mempertahankan suku bunga." tambah dia.

The Fed mempertahankan suku bunga utama di kisaran target nol hingga 0,25 persen minggu lalu. Terhadap sekeranjang mata uang, dolar AS melemah tetapi masih bertahan di dekat level tertinggi lebih dari satu minggu di sesi sebelumnya.

Beijing telah mencatat lusinan kasus baru dalam beberapa hari terakhir, sementara infeksi baru dalam jumlah rekor melanda lebih banyak negara bagian AS.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Prediksi Harga Emas Dunia pada Pekan Ini

Ilustrasi Logam Mulia (iStockphoto)

Sebelumnya, harga emas terus bergerak di pasar di tengah kekhawatiran tentang kondisi pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan terjadinya gelombang kedua Covid-19.

Emas telah berhasil membalikkan kerugian pada pekan lalu, di mana harga logam mulia reli 3,5 persen sejak penutupan Jumat. Ini usai Federal Reserve mengesampingkan pemulihan di AS.

Pada Jumat (12/6/2020), emas berjangka Comex Agustus diperdagangkan sebesar USD 1.742,50, naik 0,16 persen, setelah mencapai harga tertinggi mingguan sebesar USD 1.754,80 pada hari sebelumnya.

Namun demikian, analis masih ragu apakah emas bisa menembus di atas USD 1.800 pada perdagangan pekan depan. "Kembali volatilitas inilah yang harus kita perhatikan. Kita bisa melihat ayunan emas yang lebih besar. Volatilitas adalah bullish untuk emas dan itu akan mencegah beberapa sentimen risiko," kata Pakar Logam Mulia Gainesville, Everett Millman.

Melansir laman Kitco, Senin (15/6/2020), Kepala strategi global TD Securities, Bart Melek menyebutkan bahwa tekanan inflasi yang rendah akan menghambat harga emas naik terlalu jauh pada perdagangan pekan depan.

"Emas sedikit meningkat dalam volatilitas dan hampir menembus. Tapi itu mungkin terlalu dini untuk terobosan langsung. Melihat low-end sekitar USD 1.700 dan high-end di USD 1.757. Ada masalah di jalan dalam bentuk inflasi yang lemah," kata Malek.

Namun, dalam jangka panjang, Melek melihat kecenderungan emas yang terus naik, dan begitu inflasi dimulai akhir tahun depan, emas akan mencapai USD 2.000 per ons.

Kepala strategi pasar SIA Wealth Management, Colin Cieszynski mengatakan pasar mungkin memasuki periode transisi, di mana investor memilih untuk menunggu sebentar sebelum memutuskan trading.

"Saya netral pada emas dan mencari tren sideways antara USD 1.655 - USD 1.765," kata Cieszynski.

Dia menilai pada beberapa minggu kedepan, mungkin akan melihat banyak netralitas di banyak pasar saat menuju ke tengah-tengah tahun.

"Ada banyak berita positif dan negatif dan orang-orang menunggu untuk melihat bagaimana hal-hal itu bisa mengguncang. Bank sentral melepaskan semua stimulus ini dan tidak akan ada sesuatu yang baru datang untuk sementara waktu. Pasar stabil," sambung dia.

Sementara Millman sedikit lebih bullish dalam melihat perdagangan jangka pendek. Harga emas bisa meluas ke kisaran memasukkan USD 1.800 per ons, pada minggu depan.

"Mengingat volatilitasnya, kisaran saya telah diperpanjang. Di sisi positifnya, saya melihat USD 1.800 dan downside USD 1.650," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya