Liputan6.com, Jakarta PT Astra International Tbk (Astra) menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Selasa, 16 Juni 2020. Hasil RUPST antara lain, menetapkan perubahan jajaran manajemen, hingga pembagian dividen.
Dalam jajaran manajemen, Presiden Direktur PT Astra International Tbk Priyono Soegiarto kini ditunjuk sebagai Komisaris Utama. Sedangkan posisi Presiden Direktur diisi Djony Bunarto Tjondro yang sebelumnya menjabat Wakil Presiden Direktur Astra.
Advertisement
Rapat tahunan ini juga diharapkan bisa mendorong peningkatan kinerja emiten berkode transaksi ASII tersebut. RUPST ASII dikatakan merupakan salah satu aksi korporasi yang ditunggu pelaku pasar.
Emiten bluechip ini tercatat memiliki nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp 280,3 triliun, pada akhir 2019. Astra saat ini memiliki 7 segmen usaha yakni otomotif, jasa keuangan, alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi, agribisnis, infrastruktur dan logistik, teknologi informasi, serta properti.
Berdasarkan data Maret 2020, Astra memiliki lebih dari 235 anak perusahaan dan didukung lebih dari 216.000 karyawan.
Karena itu, tak salah jika banyak pihak berharap, RUPST Astra bisa menjadi pendorong bangkitnya emiten-emiten di era new normal.
Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Fransiscus Welirang mengatakan, masa new normal sangat dinantikan karena bisa menjadi sentimen positif bagi emiten. Karena itu, kinerja emiten bluechip bisa membawa sentimen positif bagi pasar saham secara keseluruhan.
Dikatakan, dengan tatanan kehidupan baru, sektor riil akan kembali menggeliat. Korporasi yang sahamnya tercatat di bursa akan bangkit, berekspansi, dan mencetak keuntungan. Otomatis roda ekonomi akan berputar lebih kencang.
Maklum saja, sejak Maret 2020 hampir seluruh aktivitas perusahaan terhenti. Kegiatan ekonomi nyaris lumpuh. Kini, saatnya semua kembali memacu dapur produksi dan penjualan setelah pandemi Covid-19 mulai menurun. Tak terkecuali grup Astra.
Sebagai salah satu grup korporasi bluechip, Astra sangat menjanjikan. Selain memiliki cakupan bisnis yang besar, juga memiliki lini bisnis beragam.
Sehingga, kinerja perseroan tetap terjaga karena saling menopang. Terlihat pada kuartal I-2020, Astra secara konsolidasi masih mencatat laba bersih Rp 4,81 triliun, turun 8 persen dari periode yang sama tahun lalu yakni Rp 5,21 triliun.
Sedangkan, pendapatan bersih tercatat Rp 54 triliun, turun 9 persen dari sebelumnya Rp 59,60 triliun. Penurunan ini terjadi karena pandemi Covid-19.
Inovasi
Di tengah situasi yang belum menentu, diperlukan inovasi baru dari manajemen. Inovasi ini penting agar korporasi keluar dari tekanan ekonomi dan berlari kencang mengejar pelemahan kinerja yang tergerus karena pandemi Covid-19.
Head of Investment Research Infovesta Utama, Wawan Hendrayana mengatakan, pada situasi seperti saat ini dibutuhkan kepemimpinan yang bisa membuat inovasi baru dengan memanfaatkan teknologi. Perseroan atau industri seperti inilah yang akan bertahan.
Ia meyakini, Astra akan cepat pulih setelah pandemi Covid-19 berakhir. Alasannya, kalau kondisi industri otomotifnya bisa berproduksi dan jualan lagi, pasti bisa cepat pulih. Selain itu, Astra juga didukung oleh beragam lini bisnis yang mampu memberikan kinerja positif bagi perseroan.
Senada dengan itu, Direktur PT Anugerah Mega Investama, Hans Kwee juga menekankan pentingnya inovasi baru untuk meraih kinerja yang lebih baik.
Dalam konteks itu, ia berpendapat, perubahan susunan anggota direksi dan komisaris Astra dalam RUPST merupakan hal biasa, yang penting adalah harus properubahan.
Sebab, ASII dinilai sebagai perusahaan yang solid dan besar. Karenanya, prospek saham emiten sektor aneka industri tersebut dinilai tetap menjanjikan.
Dikatakan, perusahaan go public cenderung memiliki ketahanan untuk bertahan di tengah kondisi krisis ekonomi seperti saat ini.
Ia menilai, prospek saham Astra masih menjanjikan ke depan. Asalkan diikuti perubahan model bisnis, seperti efisiensi. Selain itu, perusahaan juga harus mampu mengubah strategi bisnis demi mendongkrak kinerjanya.
Ke depan, tuturnya, lini bisnis keuangan tetap masih menjanjikan, demikian pula dengan komoditas diprediksi akan meningkat. “CPO menjanjikan karena biofuel,” ujarnya.
Selain itu, suku cadang mobil juga masih menjanjikan karena walaupun orang tidak beli mobil, tetapi servis kendaraan terus berjalan.
Di lini bisnis otomotif, ujarnya, ASII dinilai masih prospektif meskipun penjualan produk saat ini terpukul. Menurutnya, permintaan produk otomotif, terutama mobil diperkirakan masih akan banyak. “Terlebih di tengah kondisi pandemi seperti ini, orang akan cenderung memilih menggunakan mobil pribadi ketimbang naik kendaraan umum,” ujarnya. Untuk lini bisnis alat berat, Hans optimistis masih mampu berkembang ke depan. Sebab, alat berat masih tetap dibutuhkan.
Optimisme dan keyakinan itu tercermin juga dari transaksi saham yang terjadi di lantai bursa. Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (12/6) saham ASII ditutup menguat Rp 90 atau naik 1,91 persen di level Rp 4.790.
Sebelumnya pada perdagangan Rabu (10/6), saham ASII ditutup di kisaran Rp 4.850 dan Kamis ditutup di level Rp 4.700 per saham. Prospek saham ASII ke depannya bakal terus diburu dan dibeli oleh banyak orang.
Hal ini terlihat dari rekomendasi dan target harga dari para pialang di lantai bursa Indonesia. Hampir sebagian besar pialang memberikan rekomendasi beli untuk saham ASII dengan target harga di kisaran Rp 5.000- Rp 7.500.
Advertisement