Liputan6.com, Pyongyang - Rezim Kim Jong-un meledakan kantor komunikasi gabungan antar-Korea di daerah perbatasan. Peledakan terjadi pada pukul 14.50 waktu setempat.
Media Korea Selatan, Yonhap, melaporkan bahwa saksi mendengar suara ledakan dan melihat kepulan asap di perbatasan.
Baca Juga
Advertisement
Lokasi kantor itu berada di Zona Industri Kaesong. Tak ada laporan korban jiwa dalam peristiwa ini.
Rezim Kim Jong-un sedang marah atas aksi aktivis-aktivis di Korsel yang mengirimkan selebaran berisi kritikan ke rezim Kim Jong-un. Pengkhianat dari Korut terlibat dalam aksi tersebut.
Para "pengkhianat" itu adalah orang-orang yang berhasil kabur dari rezim totaliter Korut.
Media Korut, KCNA, menegaskan bahwa peledakan itu sebagai balasan atas aksi para "pengkhianat" yang berada di Korsel.
"(Hal ini) memaksa para sampah itu dan pihak yang melindungi sampah itu agar membayar kejahatan-kejahatan mereka," tulis KCNA.
Adik Kim Jong-un, Kim Yo-jong, juga sebelumnya telah memberi ancaman bahwa negaranya siap mengambil tindakan. Korut pada pekan lalu juga memutuskan komunikasi dengan Korsel.
Militer Korsel kini sedang memperketat pengawasan di perbatasan. Kantor kepresidenan Korsel mengadakan pertemuan darurat terkait insiden ini.
Pihak Korsel sebetulnya sudah berjanji kepada Korut akan menyetop aksi para aktivis itu. Sebelumnya, Korsel berkata tindakan menyebar leaflet mengikuti prinsip kebebasan berpendapat.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Militer Korut Siap Dikerahkan
Tentara Korea Utara siap untuk mengambil tindakan militer jika kelompok-kelompok pembelot Korea Selatan didorong maju lantaran terus mengampanyekan selebaran propaganda ke Korea Utara.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Staf Umum Tentara Rakyat Korea (KPA) mengatakan, pihaknya telah mempelajari "rencana aksi" untuk memasuki kembali zona yang telah didemiliterisasi di bawah pakta antar-Korea dan "mengubah garis depan menjadi benteng."
"Tentara kami akan dengan cepat dan menyeluruh mengimplementasikan setiap keputusan dan perintah Partai dan pemerintah," kata KPA dalam sebuah pernyataan yang dibawa oleh kantor berita resmi KCNA.
Ketegangan meningkat ketika Pyongyang mengancam akan memutuskan hubungan antar-Korea dan mengambil tindakan balasan atas selebaran.
Selebaran itu membawa pesan-pesan kritis terhadap pemimpin Korea Utara Kim Jong-un termasuk pelanggaran hak asasi manusia.
Beberapa kelompok yang dipimpin pembelot secara teratur mengirim kembali selebaran, bersama dengan makanan, uang kertas US$ 1, radio mini dan stik USB yang berisi drama dan berita Korea Selatan, biasanya dengan balon melewati perbatasan yang dijaga ketat atau dalam botol melalui sungai.
Kim Yo-jong, saudara perempuan Kim sekaligus pejabat senior Partai Buruh yang berkuasa, mengatakan ia memerintahkan militer untuk mempersiapkan tindakan selanjutnya.
Korea Selatan mengambil tindakan hukum terhadap dua kelompok pembelot, dengan mengatakan mereka menyulut ketegangan lintas-batas, menimbulkan risiko bagi penduduk yang tinggal di dekat perbatasan dan menyebabkan kerusakan lingkungan.
Tetapi kelompok itu mengatakan mereka bermaksud untuk terus maju dengan kampanye yang direncanakan minggu ini.
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mendesak Korea Utara untuk menjaga perjanjian damai yang dicapai oleh kedua pemimpin dan kembali ke dialog.
Advertisement