Pemerintah Gelontorkan Rp 2,47 Triliun untuk Peremajaan Sawit Rakyat

Pemerintah telah menyiapkan 100 ribu hektar lahan perkebunan sawit untuk dilakukan peremajaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jun 2020, 21:09 WIB
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 2,47 triliun untuk program peremajaan sawit rakyat (PSR). Program ini dibuat dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan sawit rakyat.

"Pemerintah menyiapkan dana sebesar 2,47 triliun untuk program replanting perkebunan sawit rakyat," Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, kata Airlangga Hartarto dalam Webinar IPMI bertema 'Triple Helix Innovation for Sustainable Food System in Indonesia Amid Covid-19', Jakarta, Selasa (16/6).

Airlangga menilai saat ini waktu yang tepat untuk mendorong program PSR. Dari target 540 hektar pada 2022, pemerintah telah menyiapkan 100 ribu hektar lahan perkebunan sawit untuk dilakukan peremajaan.

Saat ini dari 2-3 hektar perkebunan sawit rakyat menghasilkan 8-12 ton kelapa sawit. Namun 54 persen perkebunan sawit dikuasai oleh korporasi. Sehingga harga jual yang diterima petani mandiri jauh lebih rendah dari perusahaan korporasi.

"Maka tentu hasil yang diterima petani jauh lebih rendah," kata dia.

Untuk itu, pemerintah mendorong menaikkan anggaran dari menjadi Rp 30 juta dari sebelumnya Rp 25 juta pada program ini.

Selain itu pemerintah juga masih berambisi untuk melanjutkan program B30 dan B40. Program ini juga telah memiliki roadmap dengan dasar untuk mengurangi penggunaan BBM. Walaupun dalam situasi pandemi ini harga BBM sedang turun.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Petani Dapat Bantuan Rp 30 Juta per Ha untuk Peremajaan Kebun Sawit

Tandan buah sawit ditimbang setelah panen yang dilakukan warga Desa Penyang Kecamatan Telawang Kabupaten Kotawaringin Timur. (foto: Dokumentasi Save Our Borneo.)

DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendukung keberlanjutan dan penggunaan dana pungutan ekspor sawit di bawah pengelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS). Pungutan ekspor membantu kegiatan peremajaan sawit dan pengembangan Sumber Daya Manusia.

Apalagi, BPDP-KS baru saja mengalokasikan dana sebesar Rp 2,7 triliun bagi pengembangan di sektor hulu yang mencakup peremajaan, sarana dan prasarana, serta pembinaan sumber daya manusia di sektor sawit.

“Dana pungutan sangat bermanfaat untuk petani sawit. Saya ingin sampaikan bahwa petani sawit justru mensyukuri manfaat dana pungutan ekspor. Kalau ada yang berseberangan pendapat dengan kami, mungkin bersumber dari orang yang bukan petani sawit sehingga tidak merasakan manfaatnya,” ujar Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat Manurung dalam keterangan resminya, Sabtu (6/6/2020).

Dalam perhitungannya, pungutan ekspor berdampak kepada harga TBS petani sawit. Dari perhitungan asosiasi, diskon yang diterima antara Rp 90-Rp 110 per Kg TBS untuk setiap pungutan 50 USD per ton CPO.

“Tapi petani tidak keberatan sepanjang dana tersebut dipergunakan kembali untuk membangun sektor kelapa sawit. Dan petani sawit sangat merasakan manfaatnya. Walaupun Indonesia terlambat mendirikan BPDP-KS dari Malaysia yang sudah puluhan tahun lalu mendirikan lembaga serupa. Tetapi, ini sudah kemajuan besar untuk bangsa,” tuturnya.

Dana pungutan sawit membantu anak petani atau buruh sawit untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Saat ini, ada 1.200 alumni Program D1 Sawit yang sudah tamat. Taruna Sawit Indonesia ini mendapatkan pendidikan di 5 perguruan tinggi terbaik bidang sawit. Pada 2020 ini, jumlah perguruan tingginya bertambah menjadi 6 kampus.

“Mereka (Taruna) ini anak-anak petani dan buruh tani yang dibiayai full beasiswa BPDP-KS. Mereka tidak punya kesempatan dan peluang jika bersaing di kampus-kampus umum karena berbagai faktor. Belum lagi yang masih sedang proses kuliah sekitar 1000-an anak,” pungkas Gulat.

Yang paling dirasakan adalah program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) bagi perkebunan petani. Baru-baru ini, dana peremajaan sawit telah dinaikkan menjadi Rp 30 juta per hektare sehingga semakin dirasakan manfaatnya bagi petani.

“Kami apreasiasi perhatian Kementerian Keuangan melalui BPDP-KS yang menaikkan dana hibah, apalagi di masa Pandemi Covid-19 ini, sangat memberi harapan baru masa depan sawit petani yang sudah memasuki generasi ke 2,” jelasnya.

Selain itu, kata Gulat, dukungan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian sangatlah terasa yang mewujudkan kebijakan untuk melonggarkan syarat PSR. Dari sebelumnya 8 persyaratan dipangkas menjadi 2 persyaratan.

“Kemudahan ini sangat membantu petani untuk meningkatkan target peremajaan sawit, “ujar Gulat. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya