Liputan6.com, Jakarta - Jaksa yang bertugas di wilayah hukum kerja Nusa Tenggara Barat secara resmi mengajukan permohonan pembatalan perkawinan sejenis antara Muhlisin dengan Mita alias Supriadi ke Pengadilan Agama Giri Menang, Kabupaten Lombok Barat.
"Kami dari Kejati NTB dan Kejari Mataram secara resmi mengajukan permohonan pembatalan perkawinan atas nama Muhlisin dan Mita (Supriadi), berdasarkan isi akta nikahnya ke Pengadilan Agama Giri Menang," kata Kajati NTB Nanang Sigit Yulianto di Mataram, Selasa (16/6/2020).
Advertisement
Sesuai dengan hasil penelusuran perkara di Pengadilan Agama Giri Menang, surat permohonan pembatalan yang diajukan pihak kejaksaan telah terdaftar dengan nomor registrasi 540/Pdt.G/2020/PA.GM, pada 15 Juni 2020.
Dalam perkaranya, pihak kejaksaan melalui bidang perdata dan tata usaha negara (datun) bertindak sebagai pihak pemohon. Sedangkan dari pihak termohon adalah Muhlisin dan Mita alias Supriadi.
Dengan adanya permohonan yang telah teregistrasi di Pengadilan Agana Giri Menang, Kabupaten Lombok Barat, kini pihak kejaksaan tinggal menunggu agenda persidangannya.
"Jadi kita tinggal menunggu panggilan, kapan untuk disidangkan," ujar Nanang seperti dikutip Antara.
Nanang mengatakan bahwa dasar pengajuan permohonan pembatalannya sudah sesuai dengan Pasal 26 Undang-Undang RI Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.
Dalam ayat satu, menyebutkan bahwa perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri.
"Yang bisa mengajukan pembatalan perkawinan itu diantaranya adalah keluarga, suami, istri dan jaksa. Jadi sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang RI Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan RI, instrumennya nanti dari jaksa pengacara negara," ucapnya.
Kemudian jika dilihat dari syarat perkawinannya, pernikahan Muhlisin dengan Mita di hadapan penghulu wilayah Kediri, Kabupaten Lombok Barat, yang terlaksana pada 2 Juni 2020, tidak memenuhi syarat Undang-Undang RI Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.
"Setelah kita cek kebenarannya di lapangan, memang identitas Supriadi ini telah diubah menjadi Mita. Jadi jelas itu pernikahan seorang laki-laki dengan laki-laki, Supriadi dengan Muhlisin. Sehingga tidak terpenuhi syarat perkawinan sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan," kata Nanang.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Jadi Tersangka Penipuan
Sebelumnya, seorang waria berinisial SU (25) dengan nama samaran Mita, yang menikah dengan pria asal Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, ditetapkan sebagai tersangka penipuan.
Kasat Reskrim Polres Lombok Barat AKP Dhafid Shiddiq di Lembar, Selasa 9 Juni 2020 mengatakan, sangkaan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dikenakan kepada yang bersangkutan sesuai dengan hasil pemeriksaannya.
"Untuk sementara, yang bersangkutan (SU) kita kenakan pasal penipuan karena memalsukan data diri pada KTP-nya (kartu tanda penduduk)," kata Dhafid.
Dalam pemeriksaan KTP pribadinya, SU menggunakan foto aslinya dengan wujud perempuan. Namun data yang tercantum, SU menggunakan milik orang lain.
"Jadi berdasarkan penelusuran kami ke lingkungan asalnya di wilayah Pejarakan, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, yang bersangkutan ini adalah laki-laki, bukan seperti yang ada pada KTP-nya," ujar dia.
Proses hukum SU masuk ke bagian penyidik Satreskrim Polres Lombok Barat berdasarkan laporan pria berinisial MU (31), asal Kediri, Kabupaten Lombok Barat, yang sempat menikahinya di hadapan penghulu pada 2 Juni 2020.
"Laporannya tindak pidana penipuan, dimana yang bersangkutan (pelapor) telah menikahi seorang yang diduga perempuan tapi nyatanya laki-laki," ucapnya.
Dengan dasar laporan tersebut, kini SU menjalani penahanan di Mapolres Lombok Barat. Untuk proses hukumnya disampaikan Dhafid masih berlanjut di tingkat penyidikan.
Sementara, SU yang sempat memberikan keterangannya ke hadapan wartawan di ruang Satreskrim Polres Lombok Barat berdalih bahwa dirinya tidak ada niat menipu pelapor, pria yang sempat menikahinya.
Karena sejak berhubungan dengan pelapor, masuk ke jenjang pernikahannya, SU mengaku telah berkata jujur tentang pribadi aslinya sebagai seorang pria.
"Awal pas pertama kenalan, dia memang belum tahu saya laki-laki, tapi pas ketemu, dia akhirnya tahu kalau saya laki-laki," kata SU.
Bahkan selama menjalin hubungan, SU mengaku pernah bersetubuh dengan pelapor. Hubungan tersebut layaknya menikmati asmara dengan lawan jenis.
Setelah menjalin hubungan, pelapor mengajaknya untuk menikah. SU yang mengaku kaget dengan tawaran tersebut kembali mengingatkan pelapor bahwa dirinya adalah seorang pria.
"Awalnya saya tidak mau nikah, saya bilang kita jalani saja dulu, tapi dia ancam bilang mau bunuh diri," katanya.
Alhasil SU pun mengaku menerima ajakan pelapor untuk menikah. Pernikahannya digelar tanpa wali dari pihak keluarga SU di rumah pelapor di wilayah Kediri, Kabupaten Lombok Barat.
"Setelah akad nikah, saya minta cerai sama dia, saya minta pulang. Jadi saya bukan kabur, tapi saya pulang baik-baik, cerainya dia yang urus semua," ujarnya.
Advertisement