Raja Yordania Sebut Rencana Israel Caplok Tepi Barat Ancam Stabilitas Timur Tengah

Raja Abdullah dari Yordania memperingatkan rencana Israel untuk mencaplok wilayah Tepi Barat akan mengancam stabilitas di Timur Tengah.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jun 2020, 13:06 WIB
Raja Yordania Abdullah bersumpah lawan ISIS (Twitter)

Liputan6.com, Jakarta Raja Abdullah dari Yordania memperingatkan rencana Israel untuk mencaplok atau aneksasi wilayah Tepi Barat akan mengancam stabilitas di Timur Tengah. Hal itu diungkap Adullah dalam video konferensi dengan para pemimpin Kongres dan komite AS. 

"Memperingatkan bahwa langkah sepihak Israel untuk mencaplok lahan di Tepi Barat tidak dapat diterima sekaligus membuat pupus harapan untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut," bunyi pernyataan pihak istana.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netahnyahu berjanji memperluas kedaulatan permukiman Yahudi dan Lembah Yordan di Tepi Barat, wilayah Yordania yang dirampas Israel dalam perang Timur Tengah 1967 sekaligus yang diupayakan rakyat Palestina untuk sebuah negara.

Pemerintah baru Netanyahu akan mulai membahas pencaplokan de fakto pada 1 Juli tetapi tak diketahui pasti apakah sekutu utama Israel, Amerika Serikat, akan memberikan lampu hijau untuk langkah tersebut.

Yordania, yang memilik perbatasan terpanjang dengan Israel, merupakan sekutu dekat Barat dan satu-satunya dari dua negara Arab yang telah menandatangani perjanjian damai dengan Israel.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: 


Mengubur Harapan Negara Palestina

Permukiman Israel di Tepi Barat (AFP Photo)

Abdullah, yang menurut ajudannya sangat prihatin dengan rencana pencaplokan, mengatakan kepada anggota dewan AS bahwa perdamaian hanya akan hadir dengan didirikannya "negara Palestina yang independen, berdaulat dan layak," dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

"Israel harus menarik diri dari wilayah yang dirampasnya selama perang Arab-Israel pada 1967," tambahnya, seperti dilansir Antara, Rabu (17/6/2020).

Para pejabat khawatir pencaplokan akan mengubur harapan negara Palestina yang layak dan pada akhirnya membawa penyelesaian konflik puluhan tahun dengan mengorbankan Yordania, sebuah negara di mana banyak orang keturunan pengungsi Palestina yang keluarganya menyelamatkan diri pascaterbentuknya Israel pada 1948.

Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi pekan alu mengatakan, langkah seperti itu akan memiliki dampak "bencana" dan tidak akan lolos tanpa respons Yordania.

Para pejabat belum mengungkapkan langkah apa yang akan dipertimbangkan Amman sebagai aksi balasan, tetapi sejumlah politikus menuntut pembekuan perjanjian damai dan pembatalan kesepakatan bernilai miliaran dolar terkait pasokan gas.

Sejumlah negara Eropa dan Arab telah memperingatkan potensi kekerasan dan dampak diplomatik. Mereka bersama PBB telah mendesak Israel untuk tidak mencaplok permukiman, yang dianggap banyak negara sebagai tindakan ilegal.


Peta Aneksasi Israel Belum Siap

Bendera Israel terlihat selama penghancuran bangunan Palestina di daerah Wadi al-Hummus yang berdekatan dengan Palestina (22/7/2019). Palestina menuduh Israel menggunakan keamanan sebagai dalih untuk mengusir mereka dari Tepi Barat. (AFP Photo/Ahmad Gharabli)

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, peta untuk menganeksasi beberapa wilayah Tepi Barat "belum siap", mengindikasikan rencana kontroversial tersebut kemungkinan ditunda.

Dalam pertemuan mingguan partai politik sayap kanan Likud pimpinannya, Netanyahu mengatakan ingin mengajukan rencana aneksasi Lembah Yordan, wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel, dalam pemungutan suara pemerintah "secepatnya". Namun, dia menambahkan bahwa "petanya belum siap."

Menurut Netanyahu, posisi Partai Biru dan Putih, sekutunya yang berhaluan tengah untuk koalisi pembagian kekuasaan yang baru, tidak jelas. "Kami tidak tahu bagaimana dengan Partai Biru dan Putih, itu pertanyaan yang bagus," katanya seperti dilansir Xinhua.

"Kami sedang berdialog dengan pemerintah Amerika, kami menginginkan persetujuan mereka dalam seluruh perkara ini," katanya.

Dalam kampanye pemilihannya pada Maret lalu, Ketua Partai Biru dan Putih Benny Gantz mengatakan akan mendukung aneksasi sejumlah wilayah Tepi Barat hanya jika langkah itu diterima oleh masyarakat internasional.

Pernyataan tersebut menimbulkan keraguan terkait tanggal aneksasi yang diumumkan Netanyahu, yang awalnya ditetapkan pada 1 Juli.

Rakyat Palestina, juga sebagian besar dunia Arab dan sekutu Israel di Eropa, keberatan dengan rencana aneksasi tersebut dan mengecamnya sebagai pelanggaran hukum internasional.

Israel merebut Tepi Barat berikut Jalur Gaza dalam perang 1967 dan mengendalikannya sejak saat itu meski mendapatkan kecaman internasional.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya