Masuk Program Prioritas, Mandatori B30 Harus Berlanjut

Dalam program B30, semua pemangku kepentingan dinilai sebaiknya berbagi peran agar program ini tetap bisa terlaksana.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jun 2020, 21:45 WIB
Sampel biodiesel B0, B20, B30, dan B100 dipamerkan saat uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6/2019). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memasukkan Mandatori B30 dalam program prioritas nasional. Program ini dinilai perlu berlanjut demi penyelamatan dan pemulihan ekonomi nasional pascapandemi Covid-19.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sri Adiningsih mengakui jika kondisi saat ini sangat berat. Mesko demikian, pemerintah telah bekerja keras untuk mengatasi pandemi Covid-19. Mulai dari mengatasi dampak hingga langkah pemulihan ekonomi.

Menurut dia, jika terjadi krisis seperti saat ini yang perlu dilakukan adalah melakukan penyesuaian terhadap program pembangunan yang sudah berjalan. Khusus program B30, semua pemangku kepentingan dinilai sebaiknya berbagi peran agar program ini tetap bisa terlaksana.

"Misalnya saja, dunia usaha harus merelakan keuntungannya dikurangi seiring dengan meningkatnya pungutan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya, per 1 Juni lalu," jelas dia seperti melansir Antara, Rabu (17/6/2020).

Sementara itu, produsen biodiesel harus melakukan efisiensi supaya harga produk yang dihasilkan bisa lebih kompetitif. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp 2,78 triliun kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) untuk keberlanjutan program ini.

Menurut Sri Adiningsih, pengalokasian anggaran negara tersebut tidak perlu dipersoalkan mengingat B30 yang merupakan bagian dari program energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) ini memang membutuhkan biaya yang tidak murah pada awal pelaksanaannya.

"Di mana saja memang begitu. Brasil, Jerman dan di negara-negara yang akhirnya memberlakukan EBTKE, di awal-awalnya semuanya juga melakukan subsidi. Jadi, program ini harus tetap dilaksanakan walaupun saat ini harga solar lebih murah dibandingkan dengan biodiesel," lanjut dia.

Program EBTKE itu, dikatakan ke depan menjadi keharusan, karena tidak mungkin terus-terusan mengandalkan minyak bumi dan batu bara, sebaliknya Indonesia beruntung memiliki sawit melimpah yang menjadi resources untuk energi.

 

Saksikan video di bawah ini:


Selamatkan Harga TBS

Sampel biodiesel B0, B20, B30, dan B100 dipamerkan saat uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat MP Manurung mengatakan program B30 mampu menyelamatkan harga tandan buah segar (TBS) petani.

Rata-rata harga TBS sejak Februari-Mei 2020 lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, padahal di tahun ini terjadi pandemi Covid-19 yang menurunkan perekonomian dunia.

Gulat mengatakan, harga TBS pada periode Februari-Mei 2020 relatif stabil di kisaran Rp1.600-Rp1.800/kg sementara pada periode yang sama tahun lalu di kisaran Rp1.100/kg bahkan ada yang sampai di bawah Rp1.000.

"Stabilnya harga TBS di angka yang menguntungkan petani ini dipicu oleh implementasi B30. Pasalnya, industri biodiesel per tahun membutuhkan sekitar 7,8 juta ton CPO," katanya.

Selain itu, stabilnya harga TBS di tingkat yang menguntungkan petani tersebut juga dipicu oleh kebijakan Pemerintah Malaysia yang memberlakukan lockdown akibatnya sebagai produsen CPO nomor dua setelah Indonesia, negara itu tidak bisa melakukan ekspor.

Pemicu lainnya menurut dia, adanya tambahan permintaan dari industri sanitasi dunia sejak pandemi COVID-19, sehingga pemanfaatan CPO untuk deterjen dan produk sanitasi lainnya, meningkat 2,5-3,5 persen yang dikirim ke seluruh dunia

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya