Liputan6.com, Jakarta - Executive Vice President Pemasaran dan Pelayanan Pelanggan PT PLN (Persero) Edison Sipahutar memastikan tarif listrik sejak Januari 2017 tidak pernah mengalami kenaikan.
Kenaikan tagihan listrik pelanggan yang belakangan dikeluhkan menurutnya terjadi karena adanya peningkatan pemakaian kWh pelanggan itu sendiri selama masa PSBB berlangsung.
Adanya PSBB membuat aktivitas di rumah menjadi lebih tinggi. Baik sekolah yang dilakukan melalui online maupun aktivitas kantor yang juga dilakukan dari rumah atau work from home.
"Sehingga hal tersebut mengakibatkan kenaikan pemakaian listrik," kata Edison dalam siaran pers, Jakarta, Kamis (18/6).
Baca Juga
Advertisement
Selain itu PSBB membuat sebagian besar petugas PLN tidak bisa mengunjungi pelanggan untuk pencatatan meter pelanggan. Akibatnya pada bulan April dan Mei, PLN melakukan penghitungan rata-rata listrik 3 bulan.
Padahal pemakaian bulan Maret ditagihkan pada rekening listrik April. Begitu juga pemakaian bulan April untuk rekening Mei sudah terjadi kenaikan konsumsi listrik akibat banyaknya aktivitas pelanggan di rumah. Sehingga terjadi perbedaan realisasi konsumsi dengan penagihan menggunakan rata-rata 3 bulan.
"Sebagian besar realisasi pemakaian listrik lebih besar daripada yang ditagihkan,” katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selisih Tagihan
Selisih inilah yang kemudian ditagihkan pada rekening Juni saat PLN telah melakukan pencatatan riil. Baik melalui petugas catat meter ataupun laporan mandiri pelanggan melalui whatsapp.
Dia mencontohkan pemakaian pelanggan listrik pada Desember 55 kWh, Januari 50 kWh, dan Februari 45 kWh. Maka pemakaian di bulan Maret yang ditagihkan di bulan April rata-ratanya sebesar 50 kWh. Kemudian untuk tagihan Mei jika dirata-ratakan akan mendapatkan 48 kWh.
Jika diasumsikan selama pandemi pemakaian listrik meningkat dan sama tiap bulannya sebesar 70 kWh, maka ada kekurangan tagih pada pemakaian bulan Maret 20 kWh, bulan April kurang 22 kWh, dan bulan Mei 70 kWh. Sehingga tagihan di bulan Juni menjadi 112 kWh.
"Inilah yang membuat peningkatan kWh akibat skema rata-rata 3 bulan, juga karena ditetapkan PSBB" kata dia.
Akibatnya seolah-olah terjadi lonjakan tagihan listrik dan membuat pelanggan kaget. Padahal pemakaian yang riil setelah PLN bisa melakukan pencatatan meter secara langsung ke rumah pelanggan.
Untuk mengatasi hal tersebut, PLN memberlakukan perlindungan pada pelanggan yang mengalami lonjakan tarif listrik diatas 20 persen. Sehingga pada Juni hanya ditagihkan sebesar 40 persen dari kenaikan tagihan. Carry over sebesar 60 persen dari kenaikan diangsur 3 kali mulai rekening Juli 2020.
Advertisement
Tanggapan Pemerintah
Menanggapi hal itu, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Purbaya Yudhi Sadewa menilai kebijakan yang dilakukan oleh PLN sudah cukup fair. Hanya saja komunikasi yang dilakukan perusahaan kepada pelanggan masih kurang lancar.
Demi menjamin transparansi dan memenuhi harapan masyarakat, Purbaya akan melakukan sampling kepada 10 persen pelanggan mengadu. Dia akan melihat catatan rekening pelanggan selama 12 bulan kebelakang.
Hal ini dilakukan agar masyarakat percaya, dalam proses ini pemerintah melakukan pengecekan berkali-kali. Hasilnya pun akan dipublikasikan kepada masyarakat.
Tidak hanya itu, guna memastikan validitas data dan verifikasi, Purbaya akan meminta data pelanggan yang dijadikan sampel dari sistem PLN dan meminta BSSN untuk memeriksa sistem PLN. Ini dilakukan untuk memastikan keamanan dan konsistensi sistem valuasi tagihan di PLN. Tim juga berencana untuk melakukan survei lapangan langsung ke rumah pelanggan yang melakukan pengaduan dan menjadi sampel.
"Supaya masyarakat mengerti kalau kita sudah betul-betul double check. Kami akan publikasikan ceknya seperti apa sehingga tidak ada pertanyaan yang meragukan lagi", kata Purbaya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com