Kemhan Ingin Tingkatkan Ketahanan Pangan Hadapi Pandemi Covid-19

Dia menyatakan, WHO menyatakan virus baru itu terus bermunculan. Jadi, seandainya pandemi Covid-19 ini usai, tak menjamin di masa depan wabah penyakit baru tak muncul.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 18 Jun 2020, 13:35 WIB
Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono (Putu Merta Surya Putra/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan, pihaknya ingin meningkatkan ketahanan pangan guna mengantisipasi munculnya dampak serangan wabah penyakit di masa depan.

Dia menyatakan, WHO menyatakan virus baru itu terus bermunculan. Jadi, seandainya pandemi Covid-19 ini usai, tak menjamin di masa depan wabah penyakit baru tak muncul.

"Karena itu indikator ketahanan pangan harus kita tingkatkan di masa depan untuk mengantisipasi serangan wabah penyakit," kata Trenggono dalam Webinar Ikatan Alumni  ITB Jawa Timur, Kamis (18/6/2020).

Menurut dia, jika sebuah pandemi terjadi yang berujung kepada krisis seperti yang ada sekarang, beberapa hal paling rentan terkena dampaknya. Pertama, di sektor pekerjaan dimana muncul pengangguran karena kegiatan ekonomi dipaksa berhenti. Kedua, masalah ketersediaan pangan. Ketiga, ketahanan kesehatan.

"Kalau ketiga hal ini tak bisa dikelola dengan baik bisa berpengaruh kepada ketahanan dan kedaulatan negara secara keseluruhan. Karena itu semua elemen bangsa perlu bekerjasama secara serius melawan ancaman pandemi agar ketahanan nasional terjaga," ungkap Trenggono.

Dia menegaskan, untuk sektor pangan, komoditas yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah beras, gula, terigu, dan kedelai.

"Beberapa komoditi seperti beras dan gula itu perlu perhatian kondisi cadangannya. Di samping itu sekarang ada pergeseran dimana Indonesia pengkonsumsi mie terbesar kedua di dunia. Ini membuat kita impor gandum tinggi, begitu juga kedelai," ungkap Trenggono.

Dijelaskannya, jika pandemi diibaratkan dengan suasana perang maka dibutuhkan peralatan tempur yang kuat untuk melawan.


Strategi yang Tepat

Dikatakannya, strategi yang dipilih adalah membuat lahan khusus untuk ketahanan pangan nasional. Mengutip kajian yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan ada 16,6 juta hektar kawasan hutan non hutan layak dikonversi menjadi lahan pertanian produktif. Sebagian besar lahan ada di Papua, disusul Kalimantan, dan Sumatera.

"Kita ingin mengoptimalkan lahan ini agar tidak menjadi opportunity loss bagi negara. Rasionalisasi kawasan hutan adalah faktor penting bagi kelestarian pengelolaan hutan dan enjadi enabler untuk pembangunan nasional," tukasnya.

Diharapkannya, jika rencana pengadaan lahan pangan ini terealisasi bisa menyumbang sekitar 20% bagi cadangan pangan nasional nantinya. "Kita pastikan ini memang untuk ketahanan pangan, jadi kawasan yang dipilih tidak boleh berubah fungsi dari kawasan tanaman pangan yang akan kita kembangkan," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya