Liputan6.com, Jakarta - Kematian aktor muda dan berbakat Sushant Singh Rajput telah mengganggu sebagian besar orang. Hal itu juga membuat orang memertanyakan pengaruh nepotisme, bullying, terhadap kesehatan mental korban.
Media sosial pun penuh kebisingan karena sejumlah warganet angkat suara melawan nepotisme dan bullying dan mereka mempunyai hak untuk menyuarakan keprihatinan mereka. Namun, tak banyak dari mereka yang menyuarakan keprihatinan terhadap bullying di tempat kerja, seperti dilansir dari Times of India, Kamis, 18 Juni 2020.
Baca Juga
Advertisement
Bullying di tempat kerja lebih umum daripada yang dipikirkan. Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Judith Lynn Fisher-Blando dari University of Phoenix, hampir 75 persen karyawan menjadi korban bullying di tempat kerja ketimbang pelecehan atau pelecehan seksual di tempat kerja.
Penelitian tersebut berjudul 'Workplace Bullying: Aggressive Behaviour and it's Effect on Job Satisfaction and Productivity,' menjelaskan beberapa fakta yang mengganggu terkait dengan bullying di tempat kerja.
Pengganggu di tempat kerja mungkin berjalan dalam aturan dan etiket organisasi, seperti pengecualian berulang, marginalisasi yang disengaja, peringkat rendah, pengucilan dan penjatahan preferensi proyek kerja tertentu bisa menjadi beberapa perilaku selektif yang ditunjukkan oleh pelaku bullying.
"Perlakuan seperti itu dapat membuat korban merasa terisolasi dan tertekan," kata Dr. Kedar Tilwe, psikiater dari Hiranandani Hospital, Vashi-A Fortis Network Hospital.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:
Target dan Pelaku
Sesuai para ahli, orang yang cocok dengan ekosistem sering menjadi korban bullying di tempat kerja. Beberapa orang di-bully karena perbedaan etnis.
Tak hanya itu, mereka yang menjadi korban karena etos kerja berbeda dan lebih baik dari rekan-rekannya dan berpotensi mengungguli yang lainnya. Namun, apapun alasannya, bullying merupakan kejahatan yang membuat orang terganggu secara psikologis dan mental.
Kebanyakan pelaku bullying cenderung memiliki sifat-sifat yang sama. Mereka manipulatif, suka memegang kendali dan memerlakukan segala sesuatu dan semua orang sebagai saingan.
Ketika mereka merasa kurang kompeten dan tahu bahwa mereka tidak dapat memenangkan kompetisi, mereka memilih untuk menggertak orang-orang yang mereka anggap sebagai ancaman agar mereka merasa memiliki kendali dan berkuasa.
Advertisement