Liputan6.com, Bandung - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dalam dakwaannya menyebut Sunda Empire dibuat karena anak dua terdakwa Nasri Banks dan Raden Ratnaningrum ditahan di Malaysia, akibat penggunaan paspor palsu Sunda Empire.
Kedua anak para petinggi Sunda Empire itu berinisial FR dan LR, kata jaksa, pergi ke Malaysia untuk menelusuri harta fiktif Sunda Empire sebesar 500 juta dolar Amerika Serikat.
Namun akibat menggunakan paspor palsu mereka divonis penjara oleh pengadilan Malaysia.
Baca Juga
Advertisement
"Atas dasar hal tersebut terdakwa Nasri Banks dan Raden Ratnaningrum pada tahun 2003 mendirikan Sunda Empire agar bisa memulangkan kedua putrinya yang sudah 13 tahun masih tertahan di Malaysia di bawah pengawasan UNHCR," kata jaksa penuntut umum (JPU) Suharja, di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Kamis (18/6/2020), dilansir Antara.
Setelah dipenjara selama 1 tahun 5 bulan, kata jaksa, kedua putri mereka enggan untuk kembali pulang ke Indonesia karena masih menganggap dirinya sebagai putri mahkota kekaisaran fiktif itu. Para terdakwa, kata jaksa, menerima kabar bahwa putrinya itu ditahan pada tahun 2007.
Pihak kuasa hukum terdakwa Sunda Empire menyebut bahwa info dipenjarakannya kedua anak terdakwa itu benar adanya. Namun soal keterkaitan dengan upaya penelusuran harta fiktif itu, pihak kuasa hukum menyatakan belum tentu benar.
"Itu tidak ada kaitannya dengan kasus ini, infonya ada (dipenjara), tapi kalau ditahannya sampai saat ini, kita kurang tahu," kata kuasa hukum Misbahul Huda.
Sebelumnya, jaksa mendakwa tiga petinggi kekaisaran fiktif Sunda Empire telah menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menerbitkan keonaran di tengah masyarakat.
Tiga petinggi Sunda Empire itu, yakni Nasri Banks sebagai Perdana Menteri, Raden Ratnaningrum sebagai Kaisar, dan Ki Ageng Ranggasasana sebagai Sekretaris Jenderal. Selain membuat keonaran, jaksa juga mendakwa mereka telah merusak keharmonisan masyarakat Sunda.
Atas perbuatan tersebut, ketiga terdakwa oleh jaksa didakwa dengan tiga pasal. Pertama, yakni Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, lalu Pasal 14 (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan ketiga Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.