Liputan6.com, Jakarta - Prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 terus berubah-ubah. Hal tersebut terjadi karena memang pandemi Corona covid-19 tidak bisa diprediksi. Sebagian besar yakin pandemi ini akan segera berlalu setelah ada kebijakan lockdown. Namun ternyata beberapa negara mengalami gelombang kedua.
Para ekonom mulai merevisi prediksi atau proyeksi mereka mulai dari yang cukup optimis sampai pesimis. Chief Economist CIMB Niaga Adrian Panggabean memprediksi ekonomi Indonesia sepanjang 2020 akan menyentuh 0,1 persen.
Advertisement
"Awalnya diprediksi di angka 1,8 persen. Lalu dikoreksi lagi di angka 0,6 persen. Sampai akhirnya dikoreksi lagi ke angka 0,1 persen," ujar Adrian dalam acara Marketeers Hangout sesi Indonesia Economic Outlook Update seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (19/6/2020).
Dalam perhitungannya, ekonomi di kuartal II akan kontraksi cukup dalam sebesar 3 persen. Lalu kemudian ada indikasi turun lebih dalam lagi sebesar 5 persen. Artinya selama itu ekonomi bisa tumbuh di bawah 0 persen, sebelum kemudian diprediksi tumbuh kembali di angka 2 persen pada kuartal IV. Sehingga sepanjang 2020 Adrian memprediksi Indonesia tumbuh di angka 0,1 persen.
Angka tersebut menurut Adrian cukup mirip dengan proyeksi World Bank akan ekonomi Indonesia yang sebesar 0 persen, yang sebelumnya dikoreksi dari angka 0,1 persen, di mana ekonomi secara global sendiri diprediksi di bawah 2 persen.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Fase
Adrian membagi Indonesia dalam beberapa fase. PSBB masuk dalam masa kolaps, di mana masyarakat lebih banyak di rumah, dan banyak sektor kolaps karena perekonomian banyak terhenti terutama sektor UKM.
Setelah itu Indonesia akan masuki masa rebound. "Hanya rebound ini partial dan tidak kembali ke level sebelum krisis. Sampai 2021 kita akan masuk fase slog, fase di mana akan ada usaha atau perusahaan yang kolaps karena tidak bisa adaptasi terhadap kebiasaan atau demand baru masyarakat. Dan ada juga yang bertahan karena produknya bisa relevan," sambungnya.
Karena dengan Covid-19 ini, akan ada banyak kebiasaan baru masyarakat sehingga mengubah demand terhadap produk. Namun perusahaan baru yang bisa adaptasi dan bangkit di era Covid-19 juga tidak akan langsung efisien dalam produksi dan butuh waktu ke arah sana.
Advertisement
Negara Lain
Hal tersebut juga terkait dengan kemampuan rebound setiap negara setelah krisis Covid-19. Adrian melihat negara seperti Singapura bahkan Vietnam bisa rebound cepat karena memiliki tabungan negara besar. Lalu kemampuan pembangunan infrastrukturnya terutama Vietnam sangat efisien dan cepat.
Negara seperti India, Filipina, sampai Indonesia diprediksi lebih lama beradaptasi. Masalah yang disorot Adrian untuk Indonesia salah satunya koordinasi, seperti halnya penanganan COVID-19 pusat dan daerah yang sering tidak sejalan. Pasalnya koordinasi di pemerintahan adalah salah satu faktor pemulihan ekonomi dalam jangka panjang.
"Sekarang pilihan kita ada dua, mau growth atau defensif alias bertahan. Setiap pilihan harus cermat dalam memperhatikan komposisi inputnya. Seberapa besar untuk teknologi, tenaga kerja, sampai komposisi lain yang memiliki implikasi jangka panjang. Sektor usaha juga harus siap dengan consumer behaviour baru masyarakat. Jika tidak siap adaptasi, siap-siap gulung tikar. Yang adaptif pasti akan bertahan," tutupnya.