Liputan6.com, Jakarta- Lebih dari 9 juta orang mengungsi akibat persekusi dan konflik pada 2019. Jumlah pengungsi di seluruh dunia pun kini mencapai rekor 79,5 juta orang, menurut laporan Badan pengungsi PBB (UNHCR).
Laporan tahunan Global Trends, adalah dimana angka yang besar itu muncul, yang dirilis sebelum Hari Pengungsi Sedunia pada 20 Juni.
Advertisement
Dilaporkan ada lebih dari satu persen manusia atau satu dari setiap 97 orang di dunia hidup dalam pengungsian. Masalah tersebut pun dianggap sangat memprihatinkan oleh Badan Pengungsi PBB.
Sebagian besar dari hampir 80 juta orang mengalami konflik di negaranya, menurut catatan UNHCR, termasuk menjadi pengungsi di dalam negeri, sementara 29,6 juta adalah pengungsi yang mencari suaka ke negara lain.
Sebagian besar pengungsi tidak mencari suaka di negara-negara kaya, tetapi melarikan diri ke negara-negara terdekat, menurut Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa 85 persen ditampung oleh negara-negara berkembang yang miskin, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (19/6/2020).
Saksikan Video Berikut Ini:
Pengungsi dari Lima Negara
68 persen dari pengungsi dunia itu berasal dari lima negara, menurut Filippo Grandi.
Grandi menjelaskan, "Suriah, Venezuela, Afganistan, Sudan Selatan, dan Myanmar. Kita tahu apa sebabnya. Jika krisis yang terjadi di negara-negara itu bisa diatasi, nasib 68 persen para pengungsi dunia mungkin bisa diselesaikan."
Konflik di Republik Demokratik Kongo, wilayah Sahel Afrika, Yaman dan Suriah merupakan sebagian besar dari sembilan juta pengungsi tahun lalu, tambah Grandi.
Ia pun menyampaikan kekhawatirannya tentang penurunan dramatis jumlah pengungsi yang bisa kembali ke kampung halaman mereka atau dimukimkan di negara-negara lain.
Dalam catatan Grandi, menunjukkan bahwa dalam tahun 1990-an, rata-rata 1,5 juta pengungsi dapat kembali ke negara masing-masing setiap tahun. Menurut Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi tersebut, jumlah ini, kini menurun menjadi kurang dari 400.000 per tahun.
Grandi menambahkan, "Ini, tentu saja merupakan tanda masih adanya konflik, munculnya konflik baru, ketidakmampuan, kelemahan masyarakat internasional, termasuk lembaga-lembaga seperti Dewan Keamanan dalam mengatasi dan menyelesaikan konflik-konflik ini, dan menciptakan kondisi supaya para pengungsi bisa kembali ke negara masing-masing."
Dalam catatan laporan itu, dari angka tertinggi 163.000 pada tahun 2016, jumlah pengungsi yang dimukimkan di negara ketiga telah turun menjadi 107.000 tahun lalu.
Selain itu, angka pemukiman di AS telah menurun drastis, sedangkan di Kanada, kini negara tersebut menggantikan Amerika sebagai negara penerima pengungsi terbesar.
Namun, informasi yang ada dalam laporan Global Trends itu tidak termasuk dampak pandemi Corona COVID-19 terhadap suaka.
Tetapi, menurut catatan Grandi, 164 negara telah sepenuhnya atau sebagian menutup perbatasan mereka karena pandemi Virus Corona. Upaya tersebut, dikatakan Grandi telah menghambat kemampuan orang melintasi perbatasan untuk mencari perlindungan internasional.
Advertisement