Episentrum Pertama Pandemi Covid-19 Siap Gelar Turnamen Tenis Kelas Dunia

Wuhan merupakan episentrum pertama virus corona Covid-19.

oleh Marco Tampubolon diperbarui 19 Jun 2020, 18:30 WIB
Petugas medis dari Provinsi Jiangsu bekerja di sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, 22 Februari 2020. Para tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit tersebut. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Liputan6.com, Jakarta Kota Wuhan yang terletak di Provinsi Hubei, China, perlahan-lahan mulai bangkit dari keterpurukan setelah sebelumnya sempat dibungkam oleh virus Corona Covid-19. Selain roda perekenomian yang mulai bangkit, kegiatan-kegiatan olahraga di kota ini mulai kembali ditata seperti sedia kala. 

Akhir tahun lalu, Wuhan menjelma menjadi 'kota hantu' setelah virus Corona model terbaru merebak. Wabah ini memaksa kota berpenduduk 11 juta itu ditutup dan warga dilarang keluar maupun masuk.

Kegiatan masyarakat dihentikan. Sekolah ditutup dan rumah-rumah ibadah juga dikosongkan. 

Sebanyak 4000 lebih nyawa melayang dan ratusan ribu terpaksa dirawat di rumah sakit. Virus corona penyebab Covid-19 ini kemudian menyebar ke seluruh dunia dan kini kasusnya mencapai 8 juta lebih.

Setelah berbulan-bulan terkunci, pemerintah China akhirnya berhasil menekan laju penyebaran virus Covid-19. Sejak pertengahan bulan lalu, aktivitas warga mulai berjalan seperti biasa meski protokol kesehatan tetap dijalankan untuk mengantisipasi gelombang kedua terjadi lagi di kota Wuhan. 

Saat ini, kehidupan di kota Wuhan kembali seperti biasa. Seperti dilansir dari Channel News Asia, kegiatan olahraga juga mulai dijalankan lagi. Salah satunya dengan menggelar turnamen tenis Wuhan terbuka yang dalam kalender Woman Tennis Association (WTA) dijadwalkan 19-25 Oktober 2020.

 

 


Menunggu Peserta dari Luar Negeri

Petenis Australia, Ashleigh Barty merayakan kemenangannya melawan Alison Riske dari AS selama pertandingan tunggal putri hari ketujuh turnamen tenis Australia Terbuka 2020 di Melbourne (26/1/2020). (AFP Photo/David Grey)

Meski demikian, WTA tetap memperhatikan sejumlah faktor pendukung dalam penyelenggaraan even ini. Salah satunya adalah protokol kesehatan yang menjamin keselamatan peserta maupun ofisial. Selain itu, WTA juga menuntut adanya izin dari pemerintah serta pencabutan larangan bepergian. 

Wakil Direktur Wuhan Open, Brenda Perry kepada AFP mengatakan, bahwa turnamen ini tidak akan berjalan tanpa kehadiran peserta dari luar negeri. Dan keputusan final akan diambil Agustus 2020.

"Saya senang untuk semua kolega dan teman saya di Wuhan, dan ini sangat berarti bagi kota dan orang-orang di sana," ujar Perry. 

"Ini sangat simbolis untuk mengatasi kondisi yang sangat menantang. Mereka melewati apa yang menurut saya salah satu dari pembatasan paling ketat di dunia," bebernya. 

"Untuk melewatinya dan kemudian mengadakan even tenis profesional internasional akan luar biasa bagi moral dan ini menunjukkan pada dunia pekerjaan hebat yang mereka lakukan dalam pemulihan."

Tahun lalu, Wuhan terbuka menyediakan hadiah mencapai 3 juta USD atau setara 42,6 Miliar. Persaingan ketat berlangsung di semifinal di mana petenis nomor satu dunia, Ashleigh Barty tumbang di semifinal dari sang juara Aryna Sabalenka dari Belarusia. Dan hanya beberapa bulan berselang, jutaan jiwa di Wuhan harus mengurung diri selama 76 hari akibat pandemi virus Corona Covid-19.

 


Pertaruhan Wuhan

Perry, mantan pemain dari Selandia Baru, berharap kembalinya Wuhan Terbuka bisa mengubah persepsi dunia luar terhadap kota tersebut. Meski demikian, dia tetap mengerti kenapa sejumlah pemain masih ragu untuk bisa tampil meski kehidupan di Wuhan saat ini sudah kembali seperti sedia kala.

"Kita mungkin butuh mendidik, jujur tentang apa yang sebenarnya terjadi di Wuhan dibandingkan dengan kota-kota lain di seluruh dunia," ujar Perry yang menjamin Wuhan dengan protokol kesehatan anti-virus yang ketat cukup aman untuk dikunjungi.

"Mereka menerapkan lockdown yang sangat ketat dan proses pemulihan dilakukan sangat hati-hati dan mereka menerapkan banyak protokol," ujar Perry. "Saya akan menjadi orang pertama yang mengangkat tangan jika saya pikir tidak aman untuk pergi ke sana."

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya