Buntut Panjang Unggahan Guyonan Gus Dur tentang Polisi

Ismail Ahmad tak menyangka bakal berurusan dengan polisi usai mengunggah guyonan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur lewat media sosialnya.

oleh Maria FloraPutu Merta Surya PutraNanda Perdana Putra diperbarui 20 Jun 2020, 00:02 WIB
Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (Sumber nu.or.id)

Liputan6.com, Jakarta - Ismail Ahmad tak menyangka bakal berurusan dengan polisi usai mengunggah guyonan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur lewat media sosialnya.

Kalimat tersebut adalah "Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng" (Gus Dur)".

Awalnya dia membaca artikel di mesin pencarian google. Di dalam artikel tersebut rupanya adalah kalimat Gus Dur yang membuat dia tergelitik.

Dalam artikel tersebut Gus Dur menyinggung mengenai sosok Jenderal Hoegeng seorang polisi yang dikenal jujur dan sederhana.

"Saya merasa bahwa guyonan Gus Dur itu kok bagus buat saya, enggak ada maksud yang lain sebenarnya sih. Saya kutip semua dari Google yang kalimat itu," jelas pegawai negeri sipil di Kabupaten Sula ini kepada merdeka.com, Rabu, 17 Juni 2020.

Setelah kalimat tersebut bertengger di timeling media sosialnya, dua jam kemudian beberapa polisi mendatangi rumahnya.

Mereka dari Polres Sula dan meminta Ismail ke kantor polisi untuk dimintai keterangan terkait unggahannya di Facebook. Saat itu, kata Ismail, keluarganya merasa takut mengetahui dirinya didatangi polisi.

"Awalnya mereka datang, mereka bilang ke kantor dulu untuk klarifikasi masalah saya punya postingan gitu," tutur Ismail.

Sesampainya di Polres Kepulauan Sula, Ismail ditanyai polisi selama dua jam terkait postingan-nya. Setelah itu, dia diperbolehkan pulang dengan syarat selalu wajib lapor setiap pukul 09.00 WIT, kecuali Sabtu dan Minggu.

Ismail mengaku bahwa polisi telah menutup kasus terkait unggahannya tersebut. Berdasarkan penuturan polisi dengan permintaan maaf dirinya dinilai sudah cukup untuk tidak meneruskan kasus sampai ke persidangan.

"Dengan permintaan maaf saya kemarin sudah mereka langsung tutup masalah ini. Dengan permintaan maaf saya kemarin di media kemarin," ucapnya.

Selain permintaan maaf, postingan yang merupakan kritik tersebut kini telah dihapus.

Ismail mengaku menyesali perbuatannya tersebut, dia meminta kepada masyarakat untuk bisa berpikir terlebih dahulu jika ingin berbuat sesuatu atau memposting segala sesuatu hal di media sosial.

Kapolres Kepulauan Sula AKBP Muhammad Irvan membenarkan pihaknya memanggil Ismail Ahmad terkait unggahan ucapan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di akun Facebooknya.

"Yang bersangkutan minta maaf jika hal tersebut menyinggung institusi Polri, sehingga kami adakan press release untuk minta maaf dan bilang bahwa yang bersangkutan tidak ada niat apa-apa," tutur Irvan saat dikonfirmasi, Rabu, 17 Juni 2020.

Menurut Irvan, Ismail mengaku biasa mengambil pernyataan atau kutipan para tokoh untuk konten media sosialnya. Motifnya pun hanya iseng dan memang biasa menggunakan pernyataan dan kalimat tokoh untuk unggahan sosial media.

"Cuma iseng-iseng saja," katanya.

"Yang bersangkutan minta maaf jika hal tersebut menyinggung institusi Polri, sehingga kami adakan press release untuk minta maaf dan bilang bahwa yang bersangkutan tidak ada niat apa-apa," jelas dia.

Hak Konstitusi

Sebagai informasi, apa yang diunggah Ismail adalah bagian dari kritik terhadap pemerintah. Polisi dalam hal ini adalah merupakan bagian dari pemerintahan.

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya Nomor 6/PUU-V/2007, pernah mengingatkan bahwa kritik atau pendapat terhadap pemerintah itu adalah hak konstitusional setiap warga. Artinya kebebasan berpendapat dijamin undang-undang.

Saat itu MK memperkarakan gugatan Pasal 154 KUHP yang bunyinya, "Barang siapa menyatakan di muka umum perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima ratus rupiah."

Serta Pasal 155 KUHP, "Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan sehingga kelihatan oleh umum tulisan atau gambar yang isinya menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, atau lebih diketahui oleh umum, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah."

MK lantas mengabulkan gugatan tersebut sebagian. Dan, menyatakan kedua pasal itu tak mempunyai kekuatan hukum mengikat alias tidak berlaku lagi.

"Rumusan kedua pasal pidana tersebut menimbulkan kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan karena secara mudah dapat ditafsirkan menurut selera penguasa. Seorang warga negara yang bermaksud menyampaikan kritik atau pendapat terhadap Pemerintah, di mana hal itu merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945," demikian pertimbangan MK, seperti dikutip, Kamis (18/6/2020).

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Polisi Over Sensitif?

(Sumber Instagram/@nuonline_id)

Kasus ini kemudian menulai kritik dari berbagai tokoh. Putri Gus Dur, Zannuba Ariffah Chafsoh atau akrab disapa Yenny Wahid. Dia meminta agar polisi jangan terlalu sensitif terhadap humor tersebut.

"Jangan over sensitif terhadap ekspresi masyarakat. Yang namanya humor, yang namanya joke, lelucon, itu kan sudah bagian dari masyarakat kita," kata Yenny kepada Liputan6.com, Kamis (18/6/2020).

Dia pun mengungkapkan, pernah mendengar ada mantan Kapolri dalam pidato sambutannya menyinggung humor Gus Dur itu.

"Mengutip humor Gus Dur dengan ringan dan tanpa beban sebagai sebuah auto kritik. Menurut saya sikap itu malah justru sangat bijaksana, sikap yang gentlemen, dan membuat orang menjadi respek, kalau kita mampu menyikapi kritik dengan baik," jelas Yenny.

"Kritik apapun terima saja dengan lapang dada, apalagi humor ketawa saja bareng. Jika ada yang diperbaiki, perbaiki," lanjut dia.

Menurut dia, rakyat mendambakan aparat keamanan yang profesional, yang bisa memberikan rasa aman. Bukan yang mengintimidasi warganya.

"Kita terus mendukung polisi terus melakukan pembenahan diri ke depannya kita mendambakan polisi yang terus melakukan pembenahan diri dan bersikap makin profesional, dan menjadi penganyom masyarakat sesungguhnya," pungkasnya.

Sementara Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menegaskan, kutipan Gus Dur ini merupakan pengingat bagi kepolisian untuk selalu menjadi abdi masyarakat yang lurus dan jujur.

"Menurut saya, kutipan ini adalah pengingat sekaligus nasihat abadi bagi kepolisian. Ini adalah pengingat untuk para polisi agar tetap bekerja sesuai koridor, amanah, dan lurus," kata Sahroni, Kamis (18/6) 2020).

Politikus Nasdem ini menambahkan, pernyataan dari ucapan Gus Dur ini tentu saja wajar jika digunakan di masyarakat, selama bukan digunakan untuk menyudutkan institusi kepolisian.

"Wajar saja ya, karena kan tujuannya untuk mengingatkan, bukan dipelintir untuk menyudutkan institusi Kepolisian. Jadi kita juga harus sama-sama fair, publik mengingatkan, polisi juga bisa menerima kritikan," ungkap Sahroni.

Meski begitu, dia menambahkan bahwa jika ada indikasi adu domba, maka pihak yang berwajib juga berhak mengambil tindakan yang diperlukan.

"Ya intinya kalau tujuannya untuk mengadu domba boleh ditindak, namun jika tujuannya adalah untuk mengingatkan maka tidak masalah," tegas Sahroni.

Dia pun meminta polisi lebih berhati-hati dalam menanggapi candaan dari masyarakat seperti dalam kasus mengutip ucapan Gus Dur soal polisi jujur. "Polisi juga bisa lebih berhati-hati dalam menanggapi candaan maupun kritikan dari masyarakat," pungkasnya.


Tak Punya Selera Humor?

Sementara Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri kemudian membandingkan kondisi psikologi polisi Indonesia dengan riset terhadap psikologi kepolisian di Inggris.

"Terhadap polisi-polisi Inggris pernah dilakukan survei, apa kunci yang harus anda miliki agar sukses dalam tugas? Saat pertanyaan serupa saya ajukan ke mahasiswa PTIK di kelas saya, kebanyakan menjawab 'Pemahaman UU'. Sementara di Inggris, sesuai temuan survei tersebut, jawabannya terbanyak adalah sense of humor (cita rasa humor)," tutur Reza dalam keterangannya, Kamis (18/6/2020).

Menurut Reza, ini menjadi cerminan suasana kejiwaan polisi Inggris dengan polisi Indonesia. Di negeri ini, kata dia, menjadi polisi artinya sama dengan menjadi penegak hukum.

"Di sana (Inggris), menjadi polisi berarti menjadi sahabat masyarakat," jelas dia.

Lebih lanjut, riset lain menyebut bahwa selera humor berpengaruh terhadap kemampuan diri seseorang dalam menjalani dan menikmati hidupnya.

"Polisi dan semua orang perlu insaf. Bahwa pada orang-orang dengan cita rasa humor yang rendah, semakin gampang tersinggung, semakin rendah pula imunitas tubuhnya," Reza menandaskan.

Polri pun akhirnya menegur personel Polres Kepulauan Sula. Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono menegaskan, tidak ada proses hukum yang berlanjut atas perkara tersebut. Dia pun meminta penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus dapat lebih teliti saat menyisir informasi di sosmed.

"Tidak ada BAP, tidak ada kasus," jelas Argo.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya