Eks Pimpinan Desak KPK Buka Penyelidikan Dugaan Korupsi Kartu Prakerja

Mantan Pimpinan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto meminta, lembaga antirasuah membuka penyelidikan terkait dugaan korupsi program Kartu Prakerja.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 20 Jun 2020, 09:39 WIB
Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Balikota DKI. (Liputan6.com/Anendya Niervana)

Liputan6.com, Jakarta Mantan Pimpinan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto meminta, lembaga antirasuah yang dikomandoi Komjen Firli Bahuri membuka penyelidikan terkait dugaan korupsi program Kartu Prakerja.

Menurut pria yang akrab disapa BW ini, KPK perlu melakukan tindakan lebih dari sekedar kajian terkait program yang digaungkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sejak era masa kampanye itu.

"Stop dengan kajian, masuk di penyelidikan. Tugas litbang (penelitian dan pengembangan) sudah selesai di situ, sekarang tugas penyelidikan mulai masuk," ujar BW dalam keterangannya, Sabtu (20/6/2020).

BW menegaskan lembaga penegak hukum seperti KPK harus menelisik dugaan tindak pidana korupsi di program tersebut. Kajian, kata dia, adalah tugas para peneliti bukan lembaga penegak hukum

"Kalau hanya memetakan masalah dan memetakan temuan, itu sebenarnya kerjaan peneliti. Tetapi kalau pekerjaannya advokat atau penegak hukum dia akan menemukan apakah tindakan itu dilakukan secara sengaja atau kelalaiannya. Jadi dengan begitu mens reanya jelas," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Diakui KPK

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebutkan metode pelaksanaan pelatihan program kartu prakerja yang dilakukan secara online tidak efektif. Bahkan, menurut Alexander program itu bisa menimbulkan kerugian keuangan negara.

"Metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif dan merugikan keuangan negara," ujar Alex dalam paparannya, Kamis (18/6/2020).

Alex menyebut, KPK telah melakukan kajian terkait dengan program kartu prakerja. Menurut Alex, potensi kerugian negara terjadi lantaran metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan oleh peserta.

Selain itu, menurut Alex, KPK juga menemukan ihwal lembaga pelatihan yang menerbitkan sertifikat meski peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih.

"Peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta," kata Alex.

Diketahui, program kartu prakerja disusun untuk kondisi normal sesuai Perpres No. 36 Tahun 2020. Namun, dalam situasi pandemi Covid-19, program ini semi-bantuan sosial.

Anggaran yang dialokasikan sebesar Rp 20 triliun dengan target peserta 5,6 juta orang. Komposisi nilai total insentif pasca-pelatihan yaitu sebesar Rp 2,4 juta per-orang dan insentif survei sebesar Rp 150 ribu per-orang, lebih besar dari nilai bantuan pelatihannya itu sendiri yaitu sebesar Rp 1 juta per-orang.

Alex juga mengatakan, terdapat kemitraan kartu prakerja dengan sejumlah platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa.

"Kerja sama dengan delapan platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ)," kata Alex.

Menurut Alex, penunjukan platform digital di kartu prakerja sarat akan konflik kepentingan. Dari 8 platform digital di program kartu prakerja, 5 diantaranya terdapat konflik kepentingan.

"Terdapat konflik kepentingan pada 5 lima dari delapan platform digital dengan Lembaga Penyedia Pelatihan. Sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik Lembaga Penyedia Pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital," kata Alex.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya