Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), sebelumnya mendorong realisasi program digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk mencegah penyelewengan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa mengatakan kepada Liputan6.com, Senin (22/6/2020), bahwa perkembangan SPBU yang telah terdigitalisasi adalah sebanyak 1.152 dari 5.518 SPBU yang telah dalam status serah terima.
Advertisement
Sementara itu terdapat beberapa SPBU yang masih dalam progress perkembangan di antaranya yakni terdapat sejumlah 4.734 SPBU dari 5.518 SPBU yang telah terpasang Automatic Tank Gauge (ATG) pada tangki penyimpanan, ATG digunakan untuk mengukur volume stok pada tangki penyimpanan SPBU.
Kemudian , terdapat sejumlah 3.060 SPBU dari 5.518 SPBU yang telah tersedia Electronic Data Capture (EDC) sebagai alat input untuk pencatatan nopol kendaraan pada saat transaksi di SPBU.
Sejauh ini memang perkembangan digitalisasi SPBU tidak berjalan mulus, dikarenakan ada enam kendala yang menyebabkan terganggunya pelaksanaan program digitalisasi SPBU tersebut.
Kendala pertama, ia menyebut karena karakter SPBU jenis dan merek yang berbeda-beda, sehingga perlu dilakukan penyesuaian yang memerlukan waktu tambahan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya
Kedua, adanya delay waktu pada saat instalasi perangkat IT yang sudah selesai proses integrasi, memerlukan persetujuan dari pusat.
Ketiga, adanya imitasi produksi untuk komponen Forecourt Device Management (FDM) dan Forecourt Controller (FC), yang merupakan perangkat untuk integrasi IT, sehingga pengiriman komponen tersebut dilakukan secara bertahap.
Keempat, adanya perbedaan tnggi pada tutup tangki timbun yang menyebabkan perlunya penyesuaian perangkat ATG, pada saat dilakukan instalasi, penarikan kabel dari tangki timbun yang cukup jauh ke ruang kerja SPBU.
Kelima, tidak semua nozzle aktif (diaktifkan) untuk merekam penjualan, disebabkan beberapa hal.
"Yakni ada gangguan di SPBU karena sumber listrik PLN atau kendala teknis lainnya, lalu ada yang sengaja dimatikan oleh SPBU (tidak digunakan), dan ada salah satu perangkat yang sulit terkoneksi dengan server, serta penggunaan sistem digitalisasi pada transaksi di SPBU menunggu Berita Acara Serah Terima (BAST)," terangnya.
Kemudian yang keenam, yakni dikarenakan terjadinya resistensi atau penolakan oleh pengusaha atau pemilik SPBU. Adanya pihak SPBU yang menolak instalasi dan integrasi ATG karena sudah mempunyai ATG eksisting.
“Perlunya biaya tambahan oleh pihak SPBU untuk upgrade perangkat dispenser eksisting, dan adanya pandemi covid-19 di mana terbatasnya kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka implementasi digitalisasi SPBU,” pungkasnya.
Advertisement