Dapatkah Hewan Mengenali Refleksi Diri Mereka di Cermin?

Tes ini melibatkan hewan di depan cermin setelah mengoleskan pewarna tanpa rasa dan tidak berbau ke wajah mereka. Lalu, apa yang akan terjadi?

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 23 Jun 2020, 21:00 WIB
Ilustrasi simpanse (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Jika Anda pernah meletakkan cermin di depan anjing, Anda mungkin bertanya-tanya apa yang dia pikir saat melihat dirinya sendiri.

Atau ada kemungkinan lain, yaitu dia tidak tahu jika ia sedang melihat dirinya sendiri.

Faktanya, anjing adalah jenis hewan yang berada pada posisi yang kurang menguntungkan karena penglihatannya yang relatif buruk, demikian dikutip dari laman Mentalfloss.com, Selasa (23/6/2020).

Fakta lain menyebut, sangat sedikit jenis hewan yang menunjukkan kemampuan pengenalan diri. Ini berasal dari "tes cermin," yang dikembangkan pada 1970-an oleh ahli biopsikologi Dr. Gordon Gallup Jr (dan yang secara singkat dibahas dalam buku Know It All).

Tes ini melibatkan hewan di depan cermin setelah mengoleskan pewarna tanpa rasa dan tidak berbau ke wajah mereka. Frekuensi di mana mereka menyentuh atau menangani keberadaan warna itu dibandingkan dengan sampel tanpa cermin.

Simpanse "lulus" dengan menunjukkan kecenderungan mengenali bintik-bintik di wajah mereka.

Anggota keluarga kera lainnya seperti bonobo, orangutan, dan gorila telah menunjukkan kemampuan ini juga. Studi terbaru juga menemukan bahwa beberapa gajah dan lumba-lumba telah lulus tes juga. Dan itu saja.

Burung, yang terkenal aktif di depan cermin, hampir selalu merespons apa yang mereka yakini sebagai hewan dari spesies yang sama (satu pengecualian adalah murai Eurasia).

Manusia, apa pun nilainya, biasanya tidak dapat mengenali diri sendiri di cermin sampai usia sekitar 12-20 bulan.

Simak video pilihan berikut:


Fakta Soal Kucing

Ilustrasi Kucing (iStockphoto)

Masih seputar hewan. Kali ini adalah kucing. Hewan yang selama ini dikenal menggemaskan ternyata punya predikat lain yaitu pembunuh.

Sebuah studi di Amerika Serikat yang dipublikasikan pada 29 Januari 2013 di jurnal Nature Communications menyebut, kucing yang menyebar negara itu telah membunuh 1,4 miliar hingga 3,7 miliar ekor burung, juga antara 6,9 miliar hingga 20,7 miliar mamalia kecil, termasuk tupai dan tikus meadow voles.

Meskipun sulit mengetahui berapa pastinya jumlah burung yang hidup di AS, jumlah kematian burung diduga mencapai 15 persen dari populasi total, demikian diungkap salah satu penulis laporan, Pete Marra, ahli ekologi hewan dari Institut Biologi Smithsonian Conservation.

Awalnya Marra dan para kolega sedang melihat dampak aktivitas manusia yang menyebabkan kematian burung dan hewan liar di AS, seperti akibat kincir angin, jendela kaca, hingga pestisida. Juga kucing yang dipelihara manusia.

Sebagai langkah awal mereka mencari tahu dampak populasi kucing, salah satu yang diduga sebagai salah satu penyebab terbesar kematian burung.

Beda dengan penelitian sebelumnya yang lingkup wilayahnya sempit, penelitian Marra Cs dilakukan dalam skala yang lebih luas. Tim pertama kali menganalisa semua studi kematian burung, dan mengestimasi ada sekitar 84 juta kucing yang dipelihara di seluruh AS, beberapa di antaranya dibolehkan berkeliaran di luar rumah.

"Ada banyak kucing yang berkeliaran, pergi ke 10 rumah lain, lalu pulang dan bergelung di kaki tuannya," kata Marra seperti dimuat LiveScience.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya